Perempuan Ini Merasa Tertimpa Meteorit, Ternyata ...

Batuan luar angkasa yang melewati atmosfer bumi cenderung memiliki permukaan halus.

WIKI/WIRED
Salah satu meteorit tertangkap kamera dalam hujan meteor Perseids/ilustrasi
Rep: Rahma Sulistya Red: Natalia Endah Hapsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam sebuah kisah yang viral, seorang perempuan asal Prancis menceritakan bahwa dia terluka akibat ditimpa batu dari luar angkasa. Namun, para ahli berpendapat itu tidak terlihat seperti meteorit, tetapi hanya batu biasa yang ada di Bumi.

Baca Juga


Perempuan itu merupakan seorang penduduk Schirmeck di wilayah Prancis Bas-Rhin, bercerita dirinya sedang duduk di teras sekitar pukul empat pagi waktu setempat pada 6 Juli, yang kemudian mendengar kejutan di atap.

Lalu sebuah kerikil jatuh dari atap dan mengenai dirinya di sekitar tulang rusuk. Ia mengira itu adalah sepotong semen seperti pada bubungan lantai, tetapi warnanya tidak menunjukkan itu.

“Saya mendengar 'boom' besar datang dari atap. Detik berikutnya, saya merasakan kejutan di tulang rusuk saya. Saya pikir itu binatang, kelelawar,” kata dia kepada surat kabar Prancis Les Dernières Nouvelles d'Alsace (DNA).

Artikel itu menunjukkan gambar dugaan batuan luar angkasa yang berwarna hitam dan memiliki ujung yang tajam. Tetapi, dalam gambar-gambar inilah retakan pertama dalam penjelasan meteorit muncul.

Astronom Observatoire de Paris, Jeremie Vaubaillon, menjelaskan bahwa batu yang tergambar jelas itu bukan dari luar angkasa. “Gambar JELAS menunjukkan itu BUKAN meteorit!” ujar Vaubaillon kepada Space.com melalui email, Kamis (20/7/2023).

Batuan tersebut memiliki terlalu banyak sudut untuk menjadi meteorit. Perlu diingat bahwa selama meteorit melayang di atmosfer, batuan itu meleleh lebih awal karena plasma super panas di sekitarnya.

“Bayangkan sebuah es batu mencair: Tidak ada potongan sudut yang tersisa dalam waktu cepat. Nah, hal yang sama terjadi pada meteorit saat melewati atmosfer,” ungkap Vaubaillon lagi.

Batu itu juga memiliki permukaan yang menggelembung dan tidak beraturan. Ini umum terjadi pada batuan vulkanik yang merupakan gelembung lava membeku saat batuan cair mendingin dengan cepat.

Sebaliknya, batuan luar angkasa yang melewati atmosfer bumi cenderung memiliki permukaan yang halus karena panas yang mereka alami dan pencairan yang ditimbulkannya, seperti yang dicatat oleh Vaubaillon.

Seorang astronom dengan jaringan pengawasan langit Fireball Recovery and InterPlanetary Observation Network (FRIPON), François Colas, menjelaskan kepada publikasi astronomi Prancis Ciel & Espace, bahwa ketika sebuah meteorit jatuh dari langit, ia cenderung tiba di permukaan dengan kecepatan sekitar 186 mph (300 kilometer per jam).

Jadi, jika batu 6 Juli itu adalah meteorit, seharusnya itu akan merusak atap saat ditabrak meteorit. “Tapi itu tidak terjadi dalam kasus ini,” kata Colas.

Selain itu, FRIPON juga memantau langit di atas Prancis untuk kilatan cahaya yang disebabkan oleh meteor, tetapi tidak ada yang terdeteksi di area tersebut pada 6 Juli. Jika itu adalah batu luar angkasa, objek tersebut juga terlewatkan oleh pengamat langit lainnya.

“Objek seperti itu mencapai magnitudo -15 (dengan awalan minus menunjukkan objek yang sangat terang di atas Bumi); itu tidak luput dari perhatian. Di musim ini, banyak juga astronom amatir yang mengamati; mereka akan melaporkan peristiwa semacam itu,” kata Cola menjelaskan.

Vaubaillon menjelaskan betapa kecil kemungkinannya seseorang ditabrak oleh meteorit yang jatuh ke Bumi. Selain itu, Bumi adalah target yang sangat besar untuk batuan luar angkasa, dan sekitar 71 persen permukaannya adalah lautan.

“Permukaan bumi sangat luas dibandingkan dengan ukuran manusia. Dua pertiga jatuhan meteorit berakhir di lautan, dan sebagian besar sisanya berakhir di ladang, hutan, gurun, dan lain-lain,” ucap Vaubaillon.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler