Kedahsyatan Cara Mendidik Nabi Muhammad

Ada banyak nash yang menunjukkan Nabi Muhammad pendidik.

Antara/Wahdi Septiawan
Seorang ibu mengajarkan anaknya mengaji dengan penerangan lampu minyak di rumahnya yang belum mendapatkan layanan listrik di Dusun Geragai, Desa Lagan Ulu, Tanjung Jabung Timur, Jambi, Ahad (9/7/2023). Warga setempat menyebutkan, sebanyak 86 kepala keluarga (KK) atau sekitar 300 jiwa lebih, warga di desa yang hanya berjarak belasan kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Tanjung Jabung Timur itu belum mendapatkan layanan listrik meski telah puluhan tahun mengajukan permohonan.
Rep: Umar Mukhtar Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cara Nabi Muhammad SAW dalam membimbing para sahabatnya sangat mengagumkan. Di dalamnya terkandung tata cara pendidikan yang perlu dicontoh oleh banyak orang di zaman sekarang.

Baca Juga


Dalam proses pendidikan itu, Nabi Muhammad SAW menerapkan di antaranya prinsip bashariyah (memperlihatkan/mencontohkan) dan sam'iyyah (memperdengarkan).

Allah SWT berfirman, "Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS Al Jumu'ah ayat 2)

Ada banyak nash yang menunjukkan Nabi Muhammad pendidik yang membimbing pada jalan kebenaran dan kebaikan. Sebagaimana terekam dalam beberapa hadits tentang cara Nabi SAW membimbing atau mendidik para sahabatnya yang kala itu banyak yang buta huruf.

Cara pertama, Nabi Muhammad dalam proses mendidik para sahabatnya selalu dimaksudkan untuk memberi kemudahan dan tidak mempersulit.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, Nabi SAW bersabda:

في حديث عائشة - رضي الله عنها - أنه صلى الله عليه وسلم قال لها "إن الله لم يبعثني معنتاً، ولا متعنتاً، ولكن بعثني معلماً، ميسراً " [مسلم].

"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku menjadi orang yang mempersulit (masalah) dan orang yang mencari-cari kesulitan, tetapi justru sebagai pendidik yang memberi kemudahan." (HR Muslim)

Kedua, Nabi Muhammad SAW selalu mengayomi dalam melakukan proses pendidikan. Beliau SAW tidak membeda-bedakan dan merangkul dengan bijak. Hal ini terbukti dalam hadits berikut:

عن عبد الله بن عمرو - رضي الله عنهما- قال: خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم من بعض حجره، فدخل المسجد، فإذا هو بحلقتين إحداهما يقرأون القرآن ويدعون الله والأخرى يتعلمون ويعلمون. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: " كل على خير، هؤلاء يقرأون القرآن ويدعون الله، فإن شاء أعطاهم، وإن شاء منعهم، وهؤلاء يتعلمون ويعلمون، وإنما بعثت معلماً " فجلس معهم.[ ابن ماجة].

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin 'Ash, dia berkata bahwa suatu hari Rasulullah SAW keluar kamar menuju masjid. Di masjid ada dua kelompok sahabat. Kelompok pertama sedang membaca Alquran dan berdoa kepada Allah SWT. Sedangkan kelompok kedua sedang sibuk mempelajari dan mengajarkan ilmu pengetahuan.

Lalu Nabi SAW bersabda, "Masing-masing kelompok sama-sama dalam kebaikan. Terhadap kelompok yang sedang membaca Alquran dan berdoa kepada Allah, maka Allah akan mengabulkan doa mereka jika Dia kehendaki, dan doa mereka tidak akan diterima jika Dia tidak berkenan mengabulkan.

Adapun terhadap golongan yang sedang belajar-mengajar, maka sungguh aku pun diutus untuk menjadi seorang pendidik." Kemudian Rasul bergabung bersama mereka." (HR Ibnu Majah)

Cara ketiga, Nabi Muhammad SAW mendidik dengan penuh kelembutan. Kalau pun beliau menegur, maka disampaikan dengan baik-baik. Contohnya ketika seorang sahabat yang keceplosan mengucapkan doa Yarhamukallah saat sedang sholat bersama Nabi SAW, sebagaimana hadits berikut ini:

عن معاوية بن الحكم السلمي- رضي الله عنه- قال بينا أنا أصلي مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إذ عطس رجل من القوم، فقلت: يرحمك الله، فرماني القوم بأبصارهم فقلت: واثكل أمياه! ما شأنكم تنظرون إلي؟! فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم، فلما رأيتهم يُصمتونني سكت، فلما صلى رسول صلى الله عليه وسلم فبأبي هو وأمي ما رأيت معلماً قبله ولا بعده أحسن تعليماً منه، فوالله ما كهرني، ولا ضربني، ولا شتمني، قال: " إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هو التسبيح والتكبير، وقراءة القرآن " [مسلم].

Diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami dia berkata, "Ketika aku sedang sholat bersama Rasulullah SAW tiba-tiba ada seseorang yang bersin. Aku berkata, 'Yarhamukallah'. Orang-orang mengarahkan pandangan kepadaku. Aku berkata, 'Duh, ibuku kehilangan anak. Kenapa kalian memandang ke arahku?'

Orang-orang pun menepuk paha-paha mereka dengan tangan. Ketika aku melihat mereka ingin membuat aku diam, aku pun hanya diam. Ketika Rasulullah SAW selesai sholat, ayah dan ibuku sebagai tebusannya, aku tidak melihat seorang pendidik sebelum dan sepeninggal beliau yang lebih baik cara mengajarnya daripada beliau.

Demi Allah, beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, tidak pula mencelaku. Beliau bersabda, 'Sungguh sholat ini tidak boleh sedikit pun ada pembicaraan manusia. Yang boleh hanya tasbih, takbir, dan membaca Alquran.'" (HR Muslim)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler