Dua Mantan Dubes AS untuk Israel Inginkan Washington Akhiri Bantuan ke Tel Aviv
Sudah saatnya mengakhiri bantuan 3,8 miliar dolar AS yang diberikan setiap tahun
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dua mantan duta besar Amerika Serikat (AS) untuk Israel telah menyerukan diakhirinya bantuan Washington kepada negara pendudukan tersebut. Kedua mantan dubes AS itu berbicara kepada kolumnis New York Times, Nick Kristof, salah seorang yang berpengaruh di kalangan liberal.
Dua mantan duta besar AS untuk Israel itu, Dan Kurtzer dan Martin Indyk, mengatakan bahwa sudah saatnya mengakhiri bantuan sebesar 3,8 miliar dolar yang diberikan kepada Israel setiap tahun karena bantuan tersebut tidak lagi melayani kepentingan AS.
"Ekonomi Israel cukup kuat sehingga tidak membutuhkan bantuan. Bantuan keamanan mendistorsi ekonomi Israel dan menciptakan rasa ketergantungan yang salah," kata Kurtzer dalam sebuah email kepada Kristof.
"Bantuan tidak memberi AS pengaruh atau pengaruh terhadap keputusan Israel untuk menggunakan kekerasan. Karena kita hanya diam saja ketika Israel melakukan kebijakan yang kita lawan, kita dipandang sebagai 'pendukung' pendudukan Israel."
"Bantuan AS menyediakan bantalan miliaran dolar yang memungkinkan Israel menghindari pilihan sulit untuk membelanjakan uangnya sendiri dan dengan demikian memungkinkan Israel membelanjakan lebih banyak uang untuk kebijakan-kebijakan yang kami lawan, seperti permukiman," kata Kurtzer menambahkan.
Sementara itu, Martin Indyk, yang pernah menjabat dua kali sebagai duta besar Amerika untuk Israel, juga mendukung penghentian bantuan. "Israel mampu membelinya, dan akan lebih sehat bagi hubungan ini jika Israel berdiri di atas kedua kakinya sendiri," katanya kepada Kristof.
Komentar-komentar dari para mantan duta besar tersebut muncul di saat yang kritis dalam hubungan AS-Israel, yang merupakan hubungan terburuk dalam sejarah. Presiden AS Joe Biden sangat kritis terhadap pemerintahan sayap kanan Benjamin Netanyahu karena rencana Netanyahu untuk merombak peradilan Israel, yang dipandang secara luas sebagai garis pertahanan terakhir melawan otoritarianisme di negara itu.
Kombinasi antara memudarnya kemungkinan solusi dua negara dan munculnya politisi sayap kanan, seperti pemukim ultranasionalis Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir, dimana kedua mereka adalah seorang murid dari teroris Israel kelahiran AS dan supremasi Yahudi, Baruch Goldstein.
Baruch Goldstein dikenal orang yang menyerang jamaah Palestina yang sedang sholat di Masjid Ibrahimi Hebron pada tahun 1994. Dalam penyerangan itu, setidaknya ia telah menewaskan 29 orang dan melukai 150 orang lainnya, penyerangan itu telah memicu perdebatan sengit mengenai hubungan AS dan Israel.
Alasan-alasan klise untuk membenarkan dukungan AS terhadap Israel....
Alasan-alasan klise yang sering digunakan untuk membenarkan dukungan AS terhadap Israel seperti klaim bahwa Israel adalah "satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah", "nilai-nilai yang sama" di antara kedua negara, dan bahwa negara pendudukan itu adalah "sekutu strategis" Washington, telah mendapat sorotan tajam akhir-akhir ini.
Bantuan tahunan sebesar 3,8 miliar dolar AS untuk Israel lebih dari 10 kali lipat lebih banyak dari yang dikirim AS ke negara-negara yang berpenduduk lebih banyak. Masalah ini akan ditinjau kembali pada tahun 2028.
"Ada pembicaraan serius yang harus dilakukan menjelang nota kesepahaman berikutnya tentang bagaimana cara terbaik untuk menggunakan 40 miliar dolar uang pajak AS," kata Jeremy Ben-Ami, presiden kelompok advokasi J Street, seperti yang dilaporkan oleh NYT.
"Namun, alih-alih diskusi keamanan nasional yang serius, Anda mungkin akan mendapatkan campuran beracun dari pertikaian partisan dan calo politik." Ia menambahkan bahwa diskusi ini kemungkinan akan menarik mengingat Israel semakin menjadi isu dua kubu di Washington.