Modus Penipuan APK Baru, Kirim Surat Tilang Via WhatsApp

Modus yang satu ini lebih mudah dikenali sebagai bentuk penipuan.

Twitter/@alvinlie21
Pemerhati penerbangan Alvin Lie membagikan tangkapan layar penipuan dengan modus mengirimkan surat tilang melalui WhatsApp.
Rep: Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati penerbangan Alvin Lie membagikan bentuk modus penipuan baru yang menyasarnya. Melalui akun Twitter-nya @alvinlie21, dia memperlihatkan tangkapan layar yang berisi chat dari penipu yang mengatasnamakan kepolisian.

"Selamat malam pak/ibu. Kami dari kepolisian menginformasikan bahwa bapak/ibu melakukan pelanggaran. Silakan buka aplikasi untuk melihat surat tilangnya. Jika suratnya sudah dibaca silakan segera datang ke kantor polisi yang terdekat," katanya.

File yang dikirim penipu adalah file berekstensi Android Package Kit (APK). Penipuan lewat cara ini dapat menimbulkan kerugian berupa terkurasnya rekening di aplikasi bank, saldo di aplikasi uang elektronik, maupun e-commerce dan platform serupa.

Baca Juga



Tergelitik, Alvin membagikan hal yang perlu dipertanyakan dari chat pelaku. Ia menyoroti kurang jelasnya orang yang dituju, kepolisian mana, dan jenis pelanggaran apa yang telah dilakukan.

"Kalau punya nomer WA mestinya tau nama yang dituju. Pelanggaran apa? Kapan? Di mana? Kantor polisi terdekat? Untuk apa? Tilang penyelesaiannya di pengadilan, bukan di kantor polisi. Mending langsung ke kantor polisi, laporkan nomor yang mengirim APK itu," kata Alvin sembari membubuhkan emoji tertawa.

Cicitan tersebut mengundang banyak balasan. Di antaranya ada yang mengatakan "Banyak sekali penipu, apakah tidak bisa diberantas ya bang."

Menurut Alvin, pemerintah seharusya bertanggung jawab atas masalah ini malah asyik mengurus proyek BTS dan mengawasi akun media sosial yang tidak sependapat dengan pemerintah. Di sisi lain, masyarakat tidak bisa mengharapkan polisi.

"Kementerian yang bertanggung jawab atas sektor ini asyik mengurus proyek BTS. Polisi juga letoy menghadapi penjahat siber," ujarnya.

Menurut Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha, pelaku melakukan pendekatan atau social engineering pada korban agar mengunduh dan memasang file APK yang mereka kirimkan. Faktor ketidaktahuan masyarakat dan jagonya pelaku melakukan social engineering dapat meyakinkan calon korbannya untuk mengeklik dan menginstal aplikasi berisi exploit tersebut.

"Setelah terinstal inilah para pelaku bisa mengambil berbagai data dan mendorong para korban, misalnya, untuk membuka aplikasi internet banking. Lalu, pelaku bisa mulai mengeruk uang korban," kata Pratama beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler