Iran-Hamas Bahas Strategi Manfaatkan Krisis Politik Israel

Garda Revolusi dan Hamas membicarakan efektivitas perlawanan.

AP Photo/Mahmoud Illean
Demonstran mengeblok jalan bebas hambatan saat unjuk rasa menentang perombakan sistem yudisial Israel.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Krisis politik terkait perubahan sistem yudisial di Israel terus dipantau rival politik di kawasan. Termasuk kemungkinan untuk memanfaatkan aksi protes pelemahan kekuasaan mahkamah agung di Israel. 

Baca Juga


Sejumlah sumber yang mengetahui mengenai pembahasan tersebut mengungkapkan, hal yang menjadi perhatian termasuk menolaknya pasukan cadangan menjalankan tugas kembali di militer Israel. Mereka memprotes atas perombakan sistem yudisial tersebut. 

Seorang diplomat Iran, Rabu (26/7/2023), mengungkapkan isu ini dibahas selama tiga jam dalam pertemuan pekan lalu. Pertemuan dihadiri komandan senior Pasukan Quds, sayap Garda Revolusi yang memberikan dukungan militer kepada sekutu-sekutu Iran. 

Selain itu, turut hadir dua pejabat keamanan Iran dan sejumlah pimpinan kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Setelah menyimpulkan krisis politik ini telah melemahkan Israel, mereka sepakat menahan diri tak mengintervensi langsung. 

Campur tangan membuat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyalahkan asing. Sumber di Hamas menolak berkomentar soal isu ini. ‘’Memang ada diskusi dengan Iran, itu terkait situasi menyeluruh dan meningkatkan efektivitas perlawanan terhadap Israel.’’ Kementerian Luar Negeri Iran dan Garda Revolusi belum memberikan respons mengenai laporan ini. 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani menghubungkan pemasangan alat pacu jantung Netanyahu dengan krisis politik Israel saat ini, lewat Twitter menyatakan, "Jantung rezim Zionis berada dalam krisis lebih dalam daripada krisis jantung perdana menteri.’’

Senin (24/7/2023), parlemen Israel meratifikasi rancangan undang-undang pertama perombakan sistem yudisial, membatasi wewenang mahkamah agung. Langkah ini memicu protes luas yang dianggap merusak demokrasi. 

Ribuan relawan pasukan cadangan akan meninggalkan tugas jika pemerintah tetap pada putusannya. Sejumlah mantan pejabat senior militer Israel mengingatkan kondisi tersebut akan berisiko pada kesiapan Israel dalam berperang. 

Video yang beredar di media sosial, Selasa, menunjukkan pasukan elite Hizbullah langsung berpatroli di pagar perbatasan Lebanon-Israel. Namun sumber di Lebanon menyatakan patroli itu berhubungan dengan kejadian di Israel.

Bagaimanapun, jelas dia, pimpinan Hizbullah membahas krisis politik di Israel. ‘’Mereka memandang krisis tersebut merupakan perkembangan yang bisa dieksploitasi di masa-masa mendatang,’’ demikian pernyataan sumber tersebut. 

Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah dalam pidatonya Senin menyatakan, Israel sedang meniti jalan keruntuhan. Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menegskan,’’Militer Israel siap tempur dan akan tetap siap tempur meski ada unjuk rasa dari pasukan cadangan.’’

Krisis politik di Israel juga terjadi di tengah meningkatkan kekerasan antara Tel Aviv dengan Palestina, khususnya di Tepi Barat. Pasukan Israel menewaskan tiga anggota kelompok perlawanan. Hamas menyatakan, mereka adalah anggotanya.

Sejumlah sumber di Hamas dan Jihad Islam mengungkapkan, kedua kelompok ini memantau protes-protes di Israel dan berharap krisis memburuk. Namun mereka juga khawatir Netanyahu mengubah perhatian dari krisis domestik dengn konflik dengan musuh Israel. 

‘’Mereka mengikuti jalannya kriris di Israel dengan serius dan apakah Israel bisa mengalihkan krisis internal ini,’’ kata pengamat politik dari Gaza, Adnan Abu Amer. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler