LSN: Sebagian Konstituen PDIP Dukung Prabowo
Apa yang dilakukan kader PDIP, Budiman Sudjatmiko, bukanlah yang pertama.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Riset yang dilakukan Lembaga Survei Nasional (LSN) menunjukkan adanya sebagian konstituen PDIP yang mengalihkan dukungannya kepada capres Prabowo Subianto. Hal ini ditandai dengan adanya manuver kader PDIP yang diluar jalur PDIP, yaitu Effendi Simbolon dan Budiman Sudjatmiko.
Mantan aktivis PRD itu mengungkapkan, kapal Indonesia harus dikayuh oleh orang yang paham strategi, paham geopolitik, paham sejarah. Maksudnya, orang tersebut adalah ketua umum Gerindra yang juga menteri pertahanan.
“Pernyataan secara terbuka untuk mendukung Prabowo dari sejumlah elite PDIP belum lama ini mengindikasikan bahwa banyak dari mereka yang sudah kurang nyaman berada di gerbong politik yang dikomandani oleh Megawati Soekarnoputri,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN), Gema Nusantara Bakry di Jakarta pada Kamis (27/7/2023).
Faktor Jokowi Effect juga menjadi penyebab massa PDIP mulai mendukung capres yang berbeda. Gema menilai massa tersebut merasa lebih nyaman berada di barisan Prabowo.
Adapun pada hasil survei LSN kali ini, lebih dari 38,8 persen konstituen PDI Perjuangan sudah bermigrasi mendukung Prabowo. Lalu, sebanyak 45,3 persen konstituen PDI Perjuangan lainnya tetap bertahan di kubu Ganjar Pranowo, dan 9,1 persen konstituen PDIP memih Anies Baswedan.
“Memang persentase konstituen atau pemilih PDIP yang mendukung Ganjar masih lebih besar daripada yang bermigrasi ke Prabowo. Namun berdasarkan temuan survei LSN, dalam setahun terakhir persentase konstituen PDIP yang memilih Ganjar terus menurun,” pungkasnya.
Sosok Megawati Soekarnoputri di memang tidak cuma sebagai Ketua Umum di PDI Perjuangan. Dengan relasi top-down, Megawati benar-benar menjadi penentu tunggal setiap keputusan yang diambil PDIP.
Komunikasi di internal PDIP
Pengamat politik, Ray Rangkuti mengatakan, ada semacam komunikasi yang tidak berjalan di tubuh PDIP. Sebab, ia melihat, relasi yang terbangun selalu saja bersifat top-down yang keputusannya berasal dari Megawati.
Ia merasa, saat ini PDIP perlu bersyukur karena sosok Megawati memang masih memiliki wibawa yang cukup kuat. Artinya, relasi top-down di PDIP itu masih dimungkinkan terjadi, terutama menjelang pemilihan legislatif.
"Tapi, ke depan kalau relasi seperti itu dipertahankan PDIP, ini bibit-bibit dari degradasi, satu per satu semakin banyak orang yang semakin berani menyatakan beda dari keputusan DPP, lebih khusus keputusan Mega," kata Ray, Kamis (27/7).
Pendiri Lingkar Madani (Lima) itu mengingatkan, apa yang dilakukan kader PDIP, Budiman Sudjatmiko, bukanlah yang pertama. Sebelum itu ada Gibran Rakabuming Raka dan Effendi Simbolon yang melakukan tindakan serupa.
Mereka, lanjut Ray, memberikan sinyal-sinyal dukungan kepada capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan berakibat pemanggilan DPP. Sebab, PDIP dan Megawati sudah mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres.
Meski begitu, Ray merasa, belum terjadi perpecahan di tubuh PDIP karena ini masih dilakukan satu demi satu kadernya. Namun, ia mengingatkan, ini semua merupakan bibit-bibit degradasi pola komunikasi satu arah PDIP.
Mengingat sosok Megawati yang masih begitu kuat di PDIP, ia berpendapat, degradasi tetap muncul dari satu demi satu kader penolak keputusan DPP. Tapi, ia mengingatkan, wibawa Megawati seiring waktu akan semakin kecil.
"Wibawa Megawati akan semakin kecil, gelombang ini juga akan membesar, ada hajat yang cukup besar di lingkaran PDIP untuk menjadikan model komunikasi yang lebih relasional ketimbang struktural," ujar Ray.