Banyaknya Celah Negatif dengan Adanya Dua Komite Fatwa Halal
Mie setan, seblak jahanam, kolor ijo rempah, mie neraka, juga tercatat di Sihalal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sempat viral dengan klaim wine halal, Nabidz produksi Beni Yulianto sebenarnya didaftarkan sebagai jus anggur untuk mendapat sertifikat halal. Semula Nabidz diklaim bersertifikat halal MUI, namun terakhir pernyataan direvisi dan disampaikan bahwa sertifikat halalnya dari Kementerian Agama.
Founder Halal Corner, Aisha Maharani mengatakan keputusan pemerintah dengan pendirian Komite Fatwa Halal di bawah naungan Kemenag RI, kemudian sertikat halal tanpa perpanjangan, self declare dan target percepatan target 10 juta sertifikat halal justru banyak membuka celah negatif.
"Saat ini kita kritisi dan perbaiki untuk sertifikat halal yang lebih baik," tulis Aisha dalam keterangannya, Jumat (28/7/2023).
Ia menambahkan, sejak halal self declare diwacanankan dirinya dan penggiat halal senior sudah banyak melakukan protes. Karena, pasti akan ada celah kesalahan, padahal halal adalah hak fundamental seorang muslim yang tidak bisa dipolitisasi dengan kepentingan politik dan negara yang membuat kualitas jaminan halal jadi rendah dan hilang.
Selain wine halal Nabidz, ia mencontohkan celah lain di produk makanan seperti mie setan, seblak jahanam, kolor ijo rempah, mie neraka, yang juga mendapat sertifikat halal melalui jalur self declare. Nama-nama seperti itu seharusnya tidak bisa mendapatkan sertifikat halal.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH. Asrorun Niam Sholeh mengimbau..
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH. Asrorun Niam Sholeh mengimbau agar seluruh masyarakat Muslim tetap kritis terhadap produk yang akan dikonsumsinya. Kiai Niam menegaskan, sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki, MUI tidak pernah menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram.
Kiai Niam menjelaskan, berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal terdapat empat kriteria penggunaan nama dan bahan. Pertama, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kedua, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao. Selanjutnya, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mi instan rasa babi, bacon flavour, dll.
"Tidak boleh mengonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan, seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain," kata Kiai Niam.
Sementara Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham telah menyatakan sebelumnya, data pada sistem Sihalal memang tercatat ada produk minuman dengan merk Nabidz yang telah mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH. Namun, ia memastikan produk tersebut bukanlah wine atau red-wine, melainkan produk minuman jus buah.
Produk jus buah merek Nabidz, menurutnya telah diajukan sertifikasi halal pada 25 Mei 2023 melalui mekanisme self declare dengan pendampingan Proses Produk Halal (PPH) yang dilakukan oleh Pendamping PPH.
Pengajuan tersebut telah diverifikasi dan divalidasi pada 25 Mei 2023, dengan produk yang diajukan berupa jus atau sari buah anggur merk Nabidz. Pendamping PPH juga telah memastikan bahan-bahan yang digunakan adalah bahan halal.
Proses produksi yang dilakukan pelaku usaha juga sederhana, dan pelaku usaha menyatakan tidak ada proses fermentasi di dalamnya. Adapun foto produk yang diunggah pada Sihalal juga berupa kemasan botol plastik.