KPK Akui Khilaf Tetapkan Kabasarnas Sebagai Tersangka Kasus Suap

KPK meminta maaf ke institusi TNI.

Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) dan Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) menyampaikan konferensi pers terkait OTT kasus dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021-2023 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023). Pada OTT tersebut KPK menahan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021/2023 dengan barang bukti berupa uang senilai Rp 999,7 juta. Selain itu KPK juga menetapkan Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi, Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto dan Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan sebagai tersangka.
Rep: Flori Sidebang Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui ada kekhilafan dalam menetapkan status tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terkait kasus suap pengadaan barang di Basarnas. Lembaga antirasuah ini menyebut, proses penetapan itu harusnya ditangani oleh pihak TNI.

Baca Juga


"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya mana kala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani. Bukan KPK," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak dalam konferensi pers usai menemui rombongan Puspom TNI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).

Johanis mengatakan, berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 14 Tahun 1970 mengatur sistem peradilan di Indonesia ada empat, yakni peradilan militer, peradilan umum, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama. Dia menyebut, karena dalam kasus ini melibatkan prajurit aktif TNI, maka harus diserahkan kepada pihak militer.

"Ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer. Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan," ujarnya. 

Oleh karena itu, KPK dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI dapat menyampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI. "Atas kekhilafan ini. kami mohon dimaafkan," kata Johanis.

"Dan ke depannya tidak ada lagi permasalahan seperti ini. "

 

Johanis menambahkan, karena kasus ini melibatkan anggota aktif TNI, maka penanganannya dapat dilakukan secara koneksitas antara KPK dan Puspom TNI, maupun ditangani sendiri oleh pihak militer.

"Kami lagi berkoordinasi nantinya bagaimana yang terbaik untuk kedua lembaga demi bangsa dan negara dalam penanganan perkara korupsi," jelas Johanis.

Adapun KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya sebagai pemberi suap, yaitu Komisaris Utama PT Multi Grafika 

Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA).

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, penetapan status tersangka itu dilakukan setelah pihaknya mengantongi bukti yang cukup.

Dalam kasus ini, Henri diduga mendapat fee 10 persen dari berbagai proyek di Basarnas sejak 2021-2023. Dia mengantongi uang suap hingga mencapai Rp 88,3 miliar.

Henri menentukan langsung besaran fee tersebut. Uang yang diserahkan disebut sebagai dana komando atau dako.

Rinciannya, Mulsunadi memerintahkan Marilya menyerahkan duit sebesar Rp 999,7 juta di parkiran salah satu bank di Cilangkap. Sedangkan dari Roni menyerahkan Rp 4,1 miliar dari aplikasi setoran bank.

“Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan MG, MR, dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender,” ungkap Alex, Rabu (26/7/2023).

 

Uang suap itu diserahkan kepada Henri melalui orang kepercayaannya, yakni Afri. KPK dan Puspom TNI pun masih akan mendalami dugaan adanya pemberi suap lainnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler