Pakar: Naiknya Pangsa Pasar Perbankan Syariah Karena Ada Kewajiban Spin Off
Pangsa pasar bank syariah jadi 7,03 persen per Agustus 2022 karena banyak spin off.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) tanggal 12 Juli 2023. Aturan itu memuat pengaturan UUS mulai pembukaan, kepengurusan, jaringan kantor, sampai dengan pencabutan izin usaha UUS atas permintaan bank umum konvensional (BUK).
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono menilai arah besar kebijakan OJK bahwa kewajiban spin off UUS ini tidak hanya bagi bank namun juga semua lembaga jasa keuangan lainnya. Kebijakan ini menurutnya sudah benar dan merupakan langkah progresif dan menjadi preseden sangat baik dalam pengembangan industri perbankan dan keuangan syariah nasional.
Ia pun menceritakan, UUS diperkenalkan dan dikembangkan diatas argumen infant industry, bahwa industri yang baru tumbuh perlu dilindungi dan difasilitasi agar tumbuh dewasa, stabil dan mampu bersaing. Kemudahan yang dinikmati UUS terentang dari permodalan yang lebih kecil, izin dan lisensi mengikuti induk konvensional hingga adopsi strategi leveraging seperti menggunakan jaringan ATM dan aplikasi e-banking induk.
"UUS adalah insentif bagi pelaku perbankan dan jasa keuangan konvensional agar bersedia ikut mengembangkan industri perbankan dan keuangan syariah. Agar kredibel, insentif yang diberikan ini tidak boleh tak terbatas, harus ada disiplin pasar," tuturnya kepada Republika Sabtu (29/7/2023).
Menurutnya, menjadi penting bagi OJK dalam kebijakan kewajiban spin off UUS ini untuk menetapkan batas waktu yang spesifik agar kebijakan ini kredibel. Hal ini telah dibuktikan ketika kebijakan UUS yang diperkenalkan oleh UU No. 10/1998 gagal meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah, karena tidak memberi batas waktu sehingga kebijakan insentif ini menjadi tidak kredibel.
"Pelaku pasar hanya sekedar menggunakan UUS untuk mengambil ceruk pasar baru tanpa memiliki komitmen untuk membesarkan industri syariah," ungkapnya.
UU No. 21/2008 hadir dengan memberi batas waktu UUS secara spesifik agar kemudahan yang diberikan kepada UUS adalah kredibel. Batas waktu yang spesifik oleh UU No. 21/2008 terbukti berhasil membesarkan industri perbankan syariah nasional.
Pada 15 tahun awal eksistensi-nya, yaitu sejak diperkenalkan pada 1992 hingga Juni 2008, pangsa pasar perbankan syariah hanya mencapai 2,36 persen saja. Namun sejak UU No. 21/2008 hadir pada Juli 2008, market share perbankan syariah meningkat signifikan.
"Dalam 15 tahun terakhir, antara Juni 2008 hingga Maret 2022, pangsa pasar perbankan syariah melonjak dari 2,36 persen menjadi 6,71 persen," tuturnya.
Alasan terpenting dari kenaikan market share perbankan syariah secara signifikan ini adalah kewajiban spin-off UUS paling lambat pada 2023. Terkini pasca spin off dua UUS, pangsa pasar perbankan syariah menembus 7,03 persen per Agustus 2022.
Setidaknya tercatat empat pola respon pelaku BUK yang masuk ke pasar perbankan syariah dalam menghadapi ketentuan kewajiban spin off pada 2023. Pertama, sejak awal tidak membentuk UUS namun secara langsung mengakuisisi BUK lain dan mengkonversi-nya menjadi BUS, sebagaimana kasus BCA Syariah.
Kedua, melakukan spin off UUS-nya menjadi BUS, sebagaimana kasus BJB Syariah. Ketiga, mengakuisisi BUK lain dan mengalihkan UUS-nya ke BUK tersebut yang pada saat yang sama dikonversi menjadi BUS, sebagaimana kasus BTPN Syariah. Keempat, mengalihkan UUS ke BUK induk dimana pada saat yang sama BUK induk mengkonversi diri menjadi BUS, sebagaimana kasus Bank Aceh Syariah dan Bank NTB Syariah.
"Respon pelaku BUK ini secara jelas menunjukkan kredibilitas dan keberhasilan kebijakan spin off dalam mendorong keseriusan pelaku pasar untuk mengembangkan dan membesarkan industri syariah dengan cara membentuk BUS (Bank Umum Syariah). Pasca UU No. 21/2008 setidaknya telah berdiri 13 BUS sebagai hasil spin off, terkini yaitu Bank Riau Kepri Syariah dan Bank Nano Syariah," ujarnya.