Gigitan Kutu Lone Star Bikin Puluhan Ribu Warga AS Alergi Daging Merah

Reaksi alergi berat bisa menyebabkan penderita mengalami anafilaksis.

www.freepik.com
Daging sapi (ilustrasi). Gigitan kutu lone star bisa menyebabkan terjadinya sindrom alpha-gal, membuat orang alergi daging merah.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu negara pengonsumsi daging merah terbesar di dunia. Ironisnya, gigitan kutu lone star membuat puluhan ribu warga AS menjadi alergi terhadap daging merah.

Gigitan kutu lone star bisa menyebabkan terjadinya sindrom alpha-gal. Sindrom alpha-gal dapat membuat penderitanya mengalami reaksi alergi bila mengonsumsi molekul gula bernama alpha-gal yang dapat ditemukan pada hewan mamalia.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), alpha-gal terdapat pada daging merah seperti daging sapi, babi, kelinci, domba, serta rusa. Selain itu, alpha-gal juga bisa terkandung di dalam gelatin, susu sapi, dan produk berbagai produk olahan susu.

Beberapa reaksi alergi yang mungkin dialami oleh penderita sindrom alpha-gal adalah bentol-bentol atau muncul ruam yang terasa gatal. Penderita sindrom alpha-gal juga dapat merasakan mual, batuk, penurunan tekanan darah, hingga pingsan bila mengonsumsi daging merah dan produk pangan lain yang mengandung alpha-gal.

Dalam kasus yang berat, reaksi alergi bisa menyebabkan penderita mengalami anafilaksis. Anafilaksis adalah reaksi alergi berat yang bisa mengancam jiwa.

Secara umum, reaksi alergi biasanya muncul sekitar dua hingga enam jam setelah penderita mengonsumsi pangan hewani yang mengandung alpha-gal. Reaksi alergi juga bisa muncul bila penderita berkontak dengan produk pangan hewani tersebut.

Cleveland Clinic mengungkapkan bahwa belum ada obat yang bisa menyembuhkan sindrom alpha-gal. Dengan kata lain, kondisi ini bisa dialami oleh penderita dalam jangka panjang. Meski begitu, penderita bisa berkonsultasi dengan dokter untuk menyusun rencana makan yang sesuai agar terhindar dari pemicu alergi.

Baca Juga


Menurut studi terbaru, kasus sindrom alpha-gal saat ini sedang meningkat di AS. Selama periode 2017-2021, ada sekitar 90 ribu kasus sindrom alpha-gal yang tercatat.

Diagnosis sindrom alpha-gal juga bertambah sekitar 15.000 kasus per tahun. Namun, CDC menilai ada lebih banyak kasus sindrom alpha-gal yang belum terdiagnosis di AS.

Kasus-kasus ini belum terdiagnosis karena penegakkan diagnosis sindrom alpha-gal memerlukan serangkaian tes dan pemeriksaan klinis. Di sisi lain, banyak dokter yang juga tak mempertimbangkan kemungkinan sindrom alpha-gal saat memeriksa pasien, seperti dilansir Metro pada Ahad (30/7/2023).

Selain itu, jumlah dokter yang merasa percaya diri bisa menegakkan diagnosis sindrom alpha-gal masih terbatas. Angkanya masih di bawah lima persen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler