BMKG Catat Kemarau Saat Ini yang Paling Kering Sepanjang Tiga Tahun Terakhir
Kondisi El Nino yang menyebabkan kondisi Indonesia lebih kering perlu diwaspadai
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan, kondisi El Nino yang disertai Indian Ocean Dipole (IOD) positif di musim kemarau kali ini, cenderung di situasi moderat ke lemah. Alhasil, kata dia, pengaruh ke Indonesia dibanding wilayah lain yang terdampak cenderung paling lemah mengingat kepemilikan lautan yang lebih luas.
“Tapi, karena dua-duanya (EL Nino-IOD) berperan bersama, maka dikhawatirkan kemarau ini relatif lebih kering dibanding kemarau tahun lalu 2022, kemarau 2021 dan kemarau 2020,” kata Dwikorita di Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).
Dia menegaskan, kondisi El Nino yang menyebabkan kondisi Indonesia lebih kering perlu diwaspadai. Apalagi, sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki dampak El Nino di Juli dan lebih semakin parah hingga Oktober.
“Saat ini 63 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Jadi kalau di Kalimantan masih hijau, masih hujan, ini mohon berkah ini, jadi kalimantan ini sebagian beberapa provinsi beberapa provinsi ini masih hujan, mohon dilakukan pemanenan hujan,” tuturnya.
Terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan, pihaknya berencana menggelar operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Menurut dia, hal itu dilakukan guna mitigasi bencana dampak kekeringan yang diperparah dengan El Nino dan menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“BNPB bekerjasama dengan BMKG, BRIN, BRGM menggelar modifikasi cuaca. Di 2023 ini jangan sampai terjadi Karhutla seperti 2015 dan 2019, maka kami siapkan mitigasi karhutla dengan beberapa langkah,” kata Suharyanto dalam diskusi daring FMB9, Senin (31/7/2023).
Dia menjelaskan, sejauh ini ada enam provinsi prioritas karhutla berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2020 yang meliputi Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Selatan. Alasan modifikasi cuaca dan prioritas enam provinsi tersebut, kata dia, karena didapati lahan gambut yang sulit padam saat kebakaran terjadi.
Suharyanto menuturkan, modifikasi cuaca dengan mendatangkan hujan itu, ditujukan agar lahan gambut bisa dibasahi secara merata jelang musim kemarau ekstrem disertai El Nino. Namun demikian, jika nyatanya tetap ada titik panas yang muncul, pihaknya berencana menyiapkan operasi darat dan udara. Khusus operasi udara dengan menggunakan helikopter untuk water bombing, hanya akan menjadi pilihan terakhir mengingat operasional yang mahal.
“Di enam provinsi prioritas itu sudah ada 31 unit helikopter yang jika nanti ada kebakaran lebih besar yang tidak bisa dipadamkan lewat darat, maka heli akan memadamkan,” tuturnya.