AS Evakuasi Staf Kedutaan dari Niger
Misi perwakilan masih tetap dibuka dan pemimpin kedutaan masih bekerja di sana.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memerintahkan evakuasi sejumlah staf Kedutaan Besar dan keluarga mereka dari Niger setelah perwira militer merebut kekuasaan di negara tersebut. Departemen Luar Negeri AS mengatakan misi perwakilan masih tetap dibuka dan pemimpin kedutaan masih bekerja di sana.
Niger merupakan sekutu penting Barat dalam menghadapi kelompok teroris. Kekuatan asing mengecam kudeta dan khawatir gejolak politik dapat memperkuat milisi bersenjata di lapangan.
"Mengingat perkembangan yang sedang berlangsung di Niger dan atas dasar kehati-hatian, Departemen Luar Negeri memerintahkan personel pemerintah AS non-darurat untuk pergi bersama anggota keluarga mereka dari Kedutaan Besar AS di Niamey," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller, dalam pernyataannya, Rabu (2/8/2023).
"Amerika Serikat terus berkomitmen pada hubungan kami dengan rakyat dan demokrasi Niger, kami masih terlibat secara diplomatik di tingkat tertinggi," kata Miller.
Ia mengatakan kedutaan masih dibuka untuk layanan darurat terbatas bagi warga AS.
Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan personel AS akan keluar dari Niger dengan pesawat yang disewa Departemen Luar Negeri dan pesawat militer yang tidak digunakan. Pejabat itu mengatakan staf "inti" tetap masih di kedutaan.
Departemen Luar Negeri menyarankan warga AS untuk tidak bepergian ke Niger. AS, Prancis, Jerman dan Italia menempatkan pasukan di Niger dalam operasi kontra-pemberontakan dan misi pelatihan. Mereka membantu tentara Niger melawan kelompok-kelompok yang terkait dengan al Qaeda dan ISIS.
Prancis dan Italia sudah mengevakuasi warga Eropa dari Niger. Belum ada pengumuman negara asing akan menarik pasukannya dari Niger. Sekitar 1.100 pasukan AS beroperasi di Niger di dua pangkalan.
AS dikritik dalam operasi evakuasi warga AS di Sudan setelah dua faksi militer bentrok dan memicu perang yang menyebabkan krisis kemanusiaan. Washington telah mengevakuasi semua personel pemerintah dari kedutaan besar AS di Khartoum dan menangguhkan semua operasi karena resiko keamanan. Tapi warga AS kesulitan keluar dari negara itu karena kekerasan dan menjadi korban penjarahan dan perampokan.