Produk Halal, Industri Kecantikan, dan Potensi Cuan
Indonesia dan Thailand bisa bekerja sama di bidang industri kecantikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Dalam pertemuan G20 beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo mengemukakan di tahun 2024, Indonesia berpotensi menjadi global hub bagi produk-produk halal, mengingat besarnya dukungan ekosistem dan industri yang menjadi mesin penggerak bangkitnya ekonomi nasional menuju Indonesia maju.
Sejalan dengan hal tersebut Kementerian Perindustrian memperkirakan potensi nilai dari produk-produk halal beserta peluang pasar dan kegiatan ekonominya akan mencapai 303 miliar dolar AS pada 2022. Saat ini konsumsi masyarakat Muslim terhadap produk-produk halal sendiri mencapai 3,1 persen menjadi 2,3 triliun dolar AS nantinya sampai 2024.
Peluang itu pun hadir lewat industri kecantikan yang datang dari sesama anggota ASEAN, yaitu Thailand dan Indonesia. Keduanya menyadari bahwa industri kecantikan berkembang positif ketika sektor lain menurun, bahkan mampu pula melebihi.
Beranjak dari potensi itulah, kedua negara menyelenggarakan ajang "Thailand Cosmetics & Personal Care Business Matching" yang diadakan di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta pada akhir Juli lalu. Ajang ini merupakan peluang emas untuk Indonesia dan Thailand berkolaborasi dan menjalin kerja sama di bidang industri kecantikan.
Direktur Thai Trade Center Jakarta, Hataichanok Sivara, berharap bahwa acara "Thailand Cosmetics & Personal Care Business Matching" dapat menghasilkan terjadinya jalinan koneksi bisnis antara Indonesia dan Thailand, yang diharapkan akan berkembang lebih kuat dengan diadakannya ajang ini.
Namun, tentu ada syarat yang perlu dipenuhi dulu. Dra Dwiana Andayani, Apt selaku Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengemukakan bahwa untuk melindungi kepentingan konsumen terkait dengan produk-produk kosmetik, maka pemerintah mengharuskan industri dan importir melakukan proses notifikasi.
“Maka terhitung mulai 1 Januari 2011 sejak diterapkannya harmonisasi di negara-negara ASEAN, saat itulah mulai berlakunya proses notifikasi untuk produk-produk kosmetik. Artinya perusahaan bertanggung jawab menghasilkan produk-produk kosmetik yang diyakini memenuhi standar keamanan (safety), memenuhi kualitas mutu produk (quality), menghasilkan keuntungan (benefit), dan memenuhi ketentuan label,” papar Dwiana dalam siaran pers, Kamis (3/8/2023).
Sejalan dengan berkembangnya pasar kosmetika di Indonesia, maka jumlah produk yang dinotifikasi ke BPOM selalu bertambah selama tiga tahun terakhir. Jika di tahun 2021 notifikasinya mencapai 96.611 produk maka di tahun 2022 meningkat menjadi 98.310 produk. Selama tahun 2023 hingga bulan Juni 2023 notifikasi sudah mencapai 51.390.
Adapun notifkasi untuk produk kosmetika Thailand yang berasal dari 78 industri di Thailand dan 72 importirnya di Indonesia juga sudah mencapai 3.186 notifkasi produk di BPOM. “Indonesia amat terbuka akan masuknya produk kosmetik dari luar dan juga dari Thailand,” ujarnya.