Jenderal dari Kemenko Polhukam Bersaksi di Sidang Haris dan Fatia

Mayjen Heri Wiranto hadir sebagai saksi dalam kasus Haris dan Fatia di PN Jaktim.

Dispenad
Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Mayjen Heri Wiranto.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Mayjen Heri Wiranto menghadiri sidang kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada Senin (7/8/2023).

Heri yang baru menduduki jabatan itu, dan sebelumnya menjabat Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kemenko Polhukam, hadir dalam kapasitasnya sebagai ahli pertahanan. Kasus di PN Jaktim menjerat Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty. Kehadiran Herry sempat tertunda dalam sidang sebelumnya.

Heri baru bisa didatangkan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang kali ini. "Saya deputi IV bidang koordinasi pertahanan negara sehingga barangkali saya dibutuhkan sebagai saksi," kata eks panglima Kodam VI/Mulawarman dalam sidang tersebut.

Baca: Mayjen Heri Wiranto Jadi Deputi Kemenko Polhukam, Mayjen Yudhy Chandra Jaya Jabat Danpussenarmed



Heri menyebut kehadirannya dalam sidang kali ini merupakan perintah dari pimpinan Kemenko Polhukam. Dia diminta memberi penjelasan sebagai ahli pertahanan di kasus yang melibatkan Haris dan Fatia.

"Saya sesuai dengan surat perintah yang diberikan oleh Kemenko Polhukam, saya diperintahkan sebagai saksi jadi saya melaksanakan perintah," ujar Heri.

Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.

Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.

Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE, Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan.

Kasus itu bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar. Tidak terima, Luhut melaporkan keduanya ke Polda Metro Jaya hingga kasus itu sampai ke persidangan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler