Suami Istri tidak Pernah Cekcok, Menikah atau Sobatan?
Pertengkaran suami istri lazim terjadi asalkan bisa ditemukan solusinya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Dalam mengarungi mahligai rumah tangga, diperlukan ilmu agar senantiasa saling bersinergi satu sama lain. Tanpa bekal yang cukup, pasangan bisa kesulitan menghadapi konflik yang datang dari mana saja. Menurut Karina Adistiana, MPsi Psikolog, di dalam keluarga, dua hal yang sangat penting, yaitu komunikasi dan rasa saling menghormati.
Dalam kesetaraan komunikasi, ada yang namanya pembagian peran. Sering kali penyebab berantem-berantem kecil yang menjadi konflik dikarenakan pembagian peran yang tidak dibahas.
Ada persepsi bahwa terjadi komunikasi yang buruk dari satu pihak yang mendapat kekerasan verbal. Padahal, kemungkinan si istri atau korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanya mencoba mengeluarkan keresahannya.
Jadi, Karina selalu menekankan jangan meremehkan persiapan sebelum menuju pernikahan. Pasangan harus saling mengenal satu sama lain dan menentukan tujuan serta berbagi pemikiran-pemikiran untuk rumah tangga ke depannya.
Saat ini semakin sering terdengar istilah hubungan 'beracun' alias toxic relationship. Menurut Karina, memang ada tanda yang bisa dikenali dari situasi tersebut.
''Jika ada pemukulan, misalnya, itu berarti ada ketidaksetaraan. Tetapi pada dasarnya tanda yang perlu diperhatikan yaitu seberapa lancar komunikasi yang dilakukan. Apakah pendapat kedua belah pihak, suami istri dalam pernikahan didengar?'' kata Karina yang akrab disapa Anyi dalam satu kesempatan.
Karina melanjutkan bahwa di dalam rumah tangga, tentu akan selalu ada sepakat dan tidak sepakat. Tidak selamanya dua kepala yang berbeda ini ada dalam satu pemikiran yang sama. Tetapi yang terpenting adalah menghargai pasangan walaupun belum tentu sepakat. Pasangan perlu diberi kesempatan untuk bicara.
Cara komunikasi perlu menjadi refleksi bagi kedua belah pihak. Kendati tidak sependapat, penting memberikan apresiasi terhadap pasangan. ''Terkadang ada yang dianggap tidak bisa romantis, padahal cara dirinya mengapresiasi pasangan adalah lewat tindakan. Ada yang tidak bisa mengungkapkan lewat kata-kata tapi sangat menghormati pasangannya. Ada tidak hal itu? Tidak romantis tapi respect dan kesetaraan adalah yang harus dimiliki. Komunikasi dan hormat adalah dua hal yang sangat penting,'' lanjut dia.
Jadi, lanjut Karina, ketika mulai melihat ada ketidaksetaraan, lakukan evaluasi komunikasi. ''Apakah sering tidak nyambung? Jangan sampai terlambat, sudah babak belur, baru melihat rumah tangga sebagai toxic,'' ujarnya.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) biasanya tidak tiba-tiba muncul, melainkan ada tanda-tandanya. KDRT disebabkan karena ada relasi kuasa, tidak ada rasa hormat dari satu pihak, merasa lebih berhak melakukan sesuatu, atau merasa lebih punya otoritas.
Karena seorang yang toxic merasa memiliki pasangan sehingga harus mengikuti apa pun keinginannya. Dari penelitian, terjadinya KDRT dikarenakan ada relasi kuasa tersebut, di mana satu pihak tidak lagi menghormati pihak yang lain.
Alasan kemudian muncul rasa tidak hormat itu bisa disebabkan banyak hal. Misalnya, terjadi konflik yang disebabkan adanya perbedaan nilai. Konflik bukan hanya dengan pasangan tapi juga anggota keluarga lain, seperti mertua, ipar dan lainnya yang bisa ikut campur.
Karina melanjutkan bahwa pemikiran seperti 'pasangan adalah milik kita' itu adalah konsep yang keliru. Sebab keluarga adalah organisasi terkecil, jadi harus ada komunikasi yang setara.
Akan tetapi, di saat bersamaan, tidak mungkin ada keluarga tanpa konflik. Jika ini terjadi, justru berbahaya. ''Tidak pernah berantem, menikah apa sobatan? Kadang munculnya perbedaan nilai ditumpuk, tidak pernah dikomunikasikan lalu meledak,'' lanjut Karina.