Orang yang Hilang Kesadaran Wajibkah untuk Sholat?
Orang yang kehilangan kesadarannya dapat kehilangan kemampuan rasionalnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang yang kehilangan kesadarannya dapat kehilangan kemampuan rasionalnya. Kadang ia juga tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, layaknya seorang anak kecil. Lantas bagi orang dengan kondisi demikian, masihkah diwajibkan sholat baginya?
Endy Astiwara dalam buku Fikih Kedokteran Kontemporer menjelaskan dalam kondisi tertentu orang dapat kehilangan kesadaran akibat berbagai sebab. Kadang juga terjadi pada penderita penyakit gula (psikosa) yang kehilangan orientasi diri, tempat, dan waktu.
Masing-masing dari kasus tersebut tidak memiliki akal pikiran, sehingga ia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan sengaja dan tidak terkena tanggung jawab syariah (pahala dan dosa) pada ucapan ataupun perbuatannya.
Juga dalam pandangan hukum fikih dan hukum positif, yang bersangkutan tidaklah termasuk mukallaf (cakap hukum). Terkait hal tersebut, Nabi Muhammad bersabda, "Rufia'al qolamu an tsalatsin; aninna-imi hatta yastaiqizho, wa anil mubtala hatta yabra-a, wa anishobiyyi hatta yakburo."
Yang artinya, "Pena (hukum) diangkat dari tiga orang; dari orang yang tidur hingga terjaga, dari orang yang terkena musibah hingga sembuh, dan dari anak kecil hingga ia dewasa."
Abu Dawud juga meriwayatkan...
Abu Dawud juga meriwayatkan dari hadits Ali dan Umar dengan redaksi, ".... Anil majnuni hatta yabro-u wa aninna-imi hatta ya'qilu." Yang artinya, "... Dari yang gila hingga ia sembuh, dan dari orang yang tidur hingga ia sadar."
Oleh karena itu, orang gila tidak wajib sholat, puasa, dan haji. Jika ia melakukannya, maka amalnya tidak diterima. Ketika ia sembuh, maka ia perlu mengganti sholat dan puasa yang luput darinya.
Selain ia tidak dibebani hukum syariah dalam hal ibadah dan berbagai transaksi (akad), perbuatannya juga dianggap batal. Paling jauh adalah apabila orang gila atau anak kecil melakukan pelanggaran terhadap jiwa atau harta, maka ia dikenai sanksi harta (materi), namun ia tidak terkena sanksi fisik.
Jika ia membunuh dan merusak harta orang lain, maka ia dikenai diyat (denda material), bukan qishash dan ia wajib mengganti harta yang dirusaknya itu.
Inilah makna ucapan ahli fikih, "Amdusshobiy wal majnuni wal ma'tuwwati kal khotho." Yang artinya, "Kesengajaan anak kecil atau orang gila atau orang idiot merupakan kekeliruan (ketidaksengajaan). Sebab selama in tidak ada akal pikiran maka tidak terdapat niat, sehingga tidak ada kesengajaan."