Sidang AIPA Ke-44 Ditutup, 30 Resolusi untuk Asia Tenggara Disepakati
Resolusi yang disepakati diharapkan memberikan kesejahteraan di Asia Tenggara.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI sekaligus Presiden ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) 2023 Puan Maharani, resmi menutup rangkaian Sidang Umum AIPA Ke-44, yang telah menyepakati 30 Resolusi demi kesejahteraan masyarakat di Asia Tenggara. Ia menekankan pentingnya hasil kerja nyata komunitas ASEAN karena suara rakyat adalah suara parlemen.
Sidang Umum AIPA Ke-44 yang dipimpin Puan diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 5-11 Agustus 2023. AIPA General Assembly merupakan salah satu puncak keketuaan DPR RI di AIPA, sejalan dengan keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023.
Bertindak sebagai tuan rumah, DPR RI mengusung tema Responsive Parliaments for a Stable and Prosperous ASEAN yang merupakan komitmen parlemen ASEAN untuk ikut menciptakan perdamaian dan kesejahteraan di Asia Tenggara.
Selain Indonesia sebagai tuan rumah, event bergengsi di ASEAN tersebut dihadiri oleh Ketua Parlemen dan delegasi negara Asia Tenggara minus Myanmar. Selain itu, Sidang Umum AIPA ke-44 juga dihadiri perwakilan 18 negara Observer dan Tamu, serta perwakilan dari 9 Organisasi Internasional termasuk Sekjen ASEAN dan Sekjen AIPA. Total peserta yang hadir kurang lebih sebanyak 605 orang.
"Melalui acara ini, Parlemen anggota AIPA dapat berkontribusi positif dalam mendorong koordinasi berbagai kebijakan di ASEAN. Parlemen anggota AIPA menyuarakan aspirasi dan suara rakyat di Asia Tenggara. Suara rakyat adalah Suara Parlemen," kata Puan, saat memberikan sambutan di Closing Ceremony Sidang Umum AIPA ke-44 yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Dalam rangkaian Sidang Umum AIPA, para delegasi telah melakukan pembahasan yang sejalan dengan tema AIPA Ke-44. Menurut Puan, tema ini dipilih sesuai dengan kondisi terkini di mana Parlemen perlu berkontribusi mengatasi berbagai masalah regional dan global.
"Pada pembukaan Sidang Paripurna pertama AIPA Ke-44, saya sampaikan pertanyaan apakah dunia sedang mengalami defisit perdamaian? Apakah kita mengalami defisit pembangunan? Dan apakah kita sedang mengalami defisit iklim?,” katanya.
"Pada pertemuan ini kita semua telah menjawab bahwa jika kita bekerja bersama maka. Kita dapat membantu menciptakan perdamaian, memajukan pembangunan, dan menurunkan emisi," sambung Puan.
Mantan Menko PMK ini menekankan, peran Parlemen diharapkan dapat mengatasi polarisasi antar negara yang telah menghambat kerjasama internasional. Untuk di dalam negeri, kata Puan, Parlemen dapat berperan besar dalam mempengaruhi politik domestik agar lebih mengedepankan kolaborasi antar negara.
"Kita telah melihat bahwa politik domestik dapat berdampak nyata pada stabilitas regional bahkan global. Kita melihat politik domestik bahkan dapat menyebabkan ketegangan internasional," jelasnya.
Untuk memastikan kesejahteraan masyarakat kawasan, Puan menilai AIPA perlu terus menjaga agar ASEAN tetap bersifat inklusif, people-centered, dan people oriented. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya di Asia Tenggara.
"Kita perlu memastikan hasil kerja ASEAN selalu berorientasi aksi (action-oriented), di antaranya untuk mengatasi kemiskinan, ketimpangan, menciptakan lapangan kerja, serta memberi akses pelayanan kesehatan dan pendidikan berkualitas bagi rakyat," papar Puan.
Ia menambahkan, ASEAN merupakan kekuatan kelima ekonomi dunia, dengan total GDP ASEAN mencapai 3,9 triliun dolar AS, dengan populasi 680 juta. Puan menilai hal tersebut merupakan kekuatan yang dapat dimanfaatkan bersama.
"Untuk menjadi engine of global growth, maka ASEAN perlu memperdalam integrasi ekonominya. Dan ASEAN perlu menjadi bagian lebih besar dari rantai pasok global (global supply chain). Saya percaya bahwa Asia Tenggara yang aman dan sejahtera akan berkontribusi bagi perdamaian dan kesejateraan global," katanya.
Lebih lanjut, Puan menjabarkan bahwa Parlemen terbukti relevan untuk menjaga perdamaian, membangun kepercayaan (trust building), dan menurunkan ketegangan geopolitik di kawasan.
"Kita percaya perbedaan antar negara harus diselesaikan dimeja perundingan dan bukan di medan konflik terbuka melalui diplomasi dan bukan dengan kekerasan. Kita percaya the power of dialogue, terutama karena kita sedang menghadapi tantangan yang disebabkan meruncingnya ketegangan geopolitik di kawasan Asia Tenggara," terang Puan.
Dalam isu kemanusiaan di Myanmar, seluruh delegasi Sidang Umum AIPA Ke-44 menyepakati untuk mendorong implementasi Konsensus Lima Poin penyelesaian konflik di Myanmar. Puan mengatakan, AIPA harus siap untuk mencari terobosan dalam membangun dialog dengan pihak-pihak terkait di negara yang masih berkonflik tersebut.
"Parlemen anggota AIPA juga perlu menjaga keberlangsungan demokrasi di Asia Tenggara. Sebagai satu keluarga besar, kita harus menjaga dan saling mengingatkan jangan sampai terjadi kemunduran proses demokrasi di Asia Tenggara," tegasnya.
Puan pun memberikan apresiasi kepada seluruh delegasi anggota AIPA, negara observer, dan para mitra yang telah berpartisipasi aktif dalam Sidang Umum AIPA ke-44.
Puan juga menyampaikan terima kasih kepada Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn yang berkenan hadir langsung dalam perhelatan Sidang AIPA di Jakarta. Ucapan terima kasih pun turut disampaikan untuk Sekjen AIPA Siti Rozaimeriyanty Dato Haji Abdul Rahman beserta jajarannya atas kerja samanya untuk mendukung kesuksesan Sidang Umum AIPA ke-44 hingga berlangsung meriah dan nyaman bagi seluruh delegasi yang hadir.
"Tak lupa, saya juga mengucapkan penghargaan kepada seluruh panitia atas penyelenggaraan Sidang Umum AIPA ke-44. Saya percaya pertemuan di Jakarta ini akan menambah persahabatan di antara anggota Parlemen anggota AIPA dan juga para mitra kita," ungkap Puan.