Khutbah Jumat Masjid Istiqlal: Kemerdekaan Nikmat Sekaligus Ujian

Kemerdekaan adalah anugerah Allah SWT untuk bangsa Indonesia

Republika/Putra M. Akbar
Shalat Jumat di Masjid Istiqlal (ilustrasi). Kemerdekaan adalah anugerah Allah SWT untuk bangsa Indonesia
Red: Nashih Nashrullah

Oleh : Prof KH Asrorun Niam Sholeh Ketua MUI Bidang Fatwa

REPUBLIKA.CO.ID, KHUTBAH I

Baca Juga


 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ

أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ 

 

Hadirin Jamaah Jumu’ah rahimakumullah

Alhamdu lillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia kepada kita semua. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan Nabi kita Muhammad Saw. beserta keluarganya, para sahabatnya serta kaum Muslimin dan Muslimat hingga akhir zaman. 

Hadirin Jamaah  Jumu’ah rahimakumullah.

Mengawali khutbah di siang yang penuh barakah ini, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Salah satu inti dari keimanan adalah kemampuan membebaskan diri dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju kepada penghambaan dan kepasrahan total kepada al-Khaliq. Spirit keimanan inilah yang mendorong setiap umat Islam untuk memerdekakan diri, merdeka dari segala belenggu perbudakan kepada sesama makhluk, menuju penghambaan hakiki, hanya kepada Sang Ilahi Rabbi.

Di tengah kesadaran tauhid tersebut, guna mewujudkan kebangsaan yang bebas kita menyatakan kemerdekaan, merdeka dari penjajahan dan dari perbudakan. Kemerdekaan yang kita peringati setiap bulan Agustus merupakan panggilan keimanan dan buah dari kesadaran ketuhanan. Karenanya, dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan secara eksplisit: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. 

Hadirin Jamaah Jumu’ah rahimakumullah

Bagi bangsa Indonesia, bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan. Dan kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah buah dari rahmat Allah Yang Maha Kuasa, serta panggilan tauhid kita. Setiap 1 Agustus, Presiden RI memulai bulan Kemerdekaan dengan Dzikir Akbar di Istana Negara. Ini sebagai bentuk kesyukuran dan kesadaran tentang hakekat kemerdekaan yang kita rayakan hari ini, tidak lain dan tidak bukan adalah karena rahmat dan karunia Allah SWT. Ini adalah kesadaran keimanan. Kesadaran keimanan yang menjelma menjadi komitmen melepaskan diri dari perbudakan; komitmen untuk menghamba kepada harta, menghamba pada kekuasaan dunia, dan menghamba kepada sesama makhluk-Nya.

Dzikir Akbar, sebagai pembuka rangkaian Bulan Kemerdekaan adalah sunnah hasanah yang perlu dilestarikan, oleh siapun Presidennya, dan oleh kita semua sebagai umat beragama. Dzikir dengan mengagungkan asma Allah SWT sebagai manifestasi tasyakkur kita atas nikmat, rahmat dan karunia Allah SWT yang diberikan kepada kita. Allah SW berfiman dalam QS Ibrahim ayat 7:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih

Tasyakkur tersebut menjadi semakin penting, ketika pasca proklamasi kemerdekaan hingga hari ini, kita dikaruniai tegaknya kepemimpinan negara yang menjamin rasa aman dan nyaman, bebas menjalankan aktifitas keagamaan, dan dapat terjaminnya rasa aman, serta dapat terpenuhinya sandang, pangan, papan. Salah satu tujuan pemerintahan adalah menjamin tegaknya agama dan terurusinya urusan dunia kita, sebagaimana disebutkan Imam al-Mawardi dalam al-Ahkam al-Sulthaniyyah:

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا 

Kepemimpinan (Imamah) itu dibangun untuk pengganti (fungsi) kenabian dalam menjaga agama serta mengurusi urusan duniawi. 

Kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai salah satu buah proklamasi Kemerdekaan adalah nikmat dan karunia yang perlu kita syukuri. Rasa aman dan tenteram yang kita alami hari ini, hingga kita memungkinkan untuk menjalankan aktifitas keagamaan dengan baik adalah kondisi yang perlu kita syukuri.

Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar

 

Cara pandang positif dan optimistik akan mengantarkan hati dan pikiran kita untuk mudah bersyukur pada rahmat dan karunia Allah SWT. Sebaliknya, jika hati dan pikiran kita diliputi oleh cara pandang negatif dan pesimistik, maka yang muncul adalah keluh kesah, serba kurang, hingga keputusasaan atas rahmat dan karunia Allah SWT yang sangat besar ini.

Banyak umat Islam dan warga bangsa di berbagai belahan dunia, yang karena kurang syukurnya, melalaikan pentingnya persatuan untuk kesejahteraan. Mereka mengekspolitasi perbedaan untuk dipertentangkan, bertikai dan berperang tak berkesudahan, hingga menjauhkan warga dari rasa aman dan ketenangan.  

 

Hadirin Jamaah Jumu’ah rahimakumullah.

Setelah penyampaian syukur secara verbal, dalam bentuk dzikir dan kesadaran kebahabesaran Allah yang Maha Besar, tasyakkur harus dimanefstasikan dalam tindakan. Para syuhada dan founding fathers kita, telah mendedikasikan dirinya sebagai pahlawan untuk kemerdekaan Indonesia. Kepahlawanan yang ditorehkan para syuhada telah tercatat dengan tintas emas dalam lembaran sejarah bangsa, sebagai sosok syuhada dan pahlawan bangsa. Mereka tetap hidup di sanubari kita, meski fisiknya telah tiada. 

Hari ini, kita dituntut untuk mencatatkan kepahlawanan itu. Kita menanam kebaikan dan kemaslahatan, yang buah manisnya akan dirasakan, puluhan hingga ratusan tahun  ke depan. Hingga pada suatu waktu, saat ruh kita terpisah dengan jasad, para anak cucu kita menikmati buah amal kebaikan kita, yang terus mengalirkan kemaslahatan. Allah SWT memerintahkan kita untuk terus memperhatikan apa yang kita akan dedikasikan untuk kebaikan di masa yang akan datang. Sebagaimana diingatkan dalam QS al-Hasyr ayat 18:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

 

Hadirin Jamaah Jumu’ah rahimakumullah.

Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan sebagai wujud tasyakkur kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan menanamkan jiwa kepahlawanan untuk kamslahatan di masa depan; menanam kebaikan di tengah tantangan masyarakat yang terus berubah.

Pertama, melaksanakan jihad digital. Perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam perang menghadapi penjajah dengan persenjataan. Kini, medan perjuangan ada di dunia digital. Karenanya kita perlu memanfaatkan teknologi digital dengan positif untuk mempercepat lahirnya peradaban. Menghindarkan diri dari penyalahgunaan media digital untuk penyebaran hoax, ujaran kebencian, terlebih menebar fitnah dan kebohongan. Jika kita memperoleh sesuatu informasi, maka kita wajib untuk klarifikasi. Allah SWT memerintahkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh informasi, sebagaimana firman-Nya dalam Surat al-Hujurat ayat 6:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جاءَكُمْ فاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلى ما فَعَلْتُمْ نادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat: 6)

Setiap kita perlu menjadi mujahid digital, untuk memastikan seluruh konten digital berisi hal yang baik dan bermanfaat. Setiap konten yang kita produksi atau kita sebar lewat jemari kita adalah konten yang mempersaudarakan, bukan memecah belah; mendatangkan manfaat, bukan mafsadat, konten yang mengajak kebaikan, bukan mengejek dan menjelekkan, menjauhi prasangka, apalagi ghibah, fitnah, dan dusta. Allah SWT kembali mewanti-wanti kita dalam Surat al-Hujurat ayat 12:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (الحجرات : ١٢)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujurat 49 : 12)

Dalam konteks ini, Nabi saw memerintahkan kita untuk bertutur kata yang baik, membuat meme yang baik, mengapload konten digital yang baik, serta menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah, sebagaimana sabdanya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:  "من كان يؤمن بالله واليوم الآخر، فليقل خيرًا أو ليصمت .... " (رواه البخاري ومسلم)

Dari Abi Hurairah ra dari Rasulullah saw beliau bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, menjaga kesepakatan nasional dengan mentaati aturan yang tidak bertentangan dengan syariat. Saat ini, era penjajahan fisik telah berlalu, tetapi agresi dalam bentuk lain tetap mengancam, seperti dalam bidang pemikiran, ekonomi, pendidikan, moral, sosial, dan budaya.

Berbagai skenario pelemahan eksistensi negara dilancarkan secara sistematis, misalnya dengan melakukan perubahan peraturan perundang-undangan yang secara jangka panjang akan memperlemah negara. Jihad konstitusi untuk memastikan tetap tegaknya NKRI dengan dasar Pancasila dan UUD 1945, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap aturan yang bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditolak, karena itu berarti membelokkan tujuan kemerdekaan Indonesia. Hal yang baik kita jaga dan kita pertahankan, sementara hal yang buruk kita koreksi dan kita perbaiki. 

Tatanan masyarakat bangsa yang semakin terbuka meniscayakan terjadinya kontestasi dan perang pengaruh, di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Munculnya kampanye LGBT, perkawinan sesama jenis, perkawinan beda agama, penodaan agama atas nama kebebasan. Di bidang ekonomi, muncul tantangan liberalisme ekonomi yang mengancam prinsip keadilan. Terkait dengan hal ini, perlu jihad konstitusi dalam upaya memperkokoh kedaulatan bangsa dan negara. 

Baca juga: Upaya Para Nabi Palsu Membuat Alquran Tandingan, Ada Ayat Gajah dan Bulu

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pada hakekatnya adalah wujud  perjanjian kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) yang berisi kesepakatan bersama bangsa Indonesia. Hal itu ditempuh melalui serangkaian perjuangan panjang yang dilakukan oleh para pejuang, terutama para ulama dan syuhada.

Perjuangan tersebut dilakukan demi mengikhtiarkan terwujudnya tata aturan yang menjamin terpeliharanya keluhuran agama serta kesejahteraan bagi penduduk negara-bangsa ini. Karenanya kita memiliki kewajiban untuk menjaga komitmen dan kesepakatan tersebut, sebagaimana tuntunan baginda Nabi Muhammad saw:

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: المسلمون على شروطهم (رواه أبو داود والحاكم)

“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: Setiap Muslim terikat atas syarat-syarat (yang telah disepakati).” (HR Abu Dawud dan Al-Hakim)   

Demikian juga, kita memiliki kewajiban untuk mentaati perintah ulil amri, sebagai hasil kesepakatan nasional, melalui pemilihan umum, sepanjang kebijakannya tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Sebagaimana sabda baginda Rasulullah SAW:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ (رواه البخاري)

“Dari Abdullah RA, nabi saw. bersabda: “seorang muslim akan mendengar dan patuh terhadap (perintah) yang dia suka atau benci selagi ia tidak diperintah terhadap kemaksiatan, jika diperintah (untuk melakukan) maksiat maka tidak (harus) mendengar dan menaati (perintah tersebut). (HR. Al-Bukhari) 

Dalam hal perkawinan, UU kita sudah secara jelas mengatur bahwa perkawinan dilaksanakan antara laki-laki dan perempuan, serta dinyatakan sah jika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama. Karenanya, tidak ada ruang praktek perkawinan sejenis dan perkawinan beda agama di wilayah negara kesatuan republik Indonesia. Atas dasar itu pula, Mahkamah Agung, pada 17 Juli 2023 menerbitkan Surat Edaran Nomor 2/2023 yang intinya Pengadilan tidak boleh mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. Dan ini sejalan dengan UU Perkawinan.  

Ketiga, komitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan terus melakukan perbaikan. Tidak lama lagi bangsa kita akan hajat politik lima tahunan, pemilihan umum untuk memilih Presiden dan anggota DPR serta DPRD. Dalam rangka meneruskan perjuangan kemerdekaan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dan mewujudkan kondisi yang harmonis serta tetap penuh persaudaraan.

Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan dalam kehidupan bersama. Sementara itu, kepemimpinan dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.

Kita memiliki kewajiban untuk menggunakan hak pilih dengan memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kemaslahatan umum. Hak pilih yang dimiliki setiap individu kita sebagai muslim adalah amanah, yang harus ditunaikan secara baik sebagai wujud tanggung jawab ketuhanan dan tanggung jawab kebangsaan. Allah SWT berfirman dalam Surat al-Nisa ayat 58:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا 

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Mahamendengar lagi Mahamelihat.”

Baca juga: Alquran Bukan Kalam Allah SWT Menurut Panji Gumilang, Ini Bantahan Tegas Prof Quraish

Semua itu adalah bagian tugas dan tanggung jawab kita sebagai muslim, untuk terus berkontribusi dalam menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sesuai dengan kedudukan dan kompetensi kita masing-masing. Sebaik-baiknya kita adalah yang paling mendatangkan manfaat bagi sesama, sebagaimana diingatkan oleh rasulullah saw dalam hadisnya:

خير الناس أنفعهم للناس Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia (HR Thabrani)

Demikian khutbah ini disampaikan, semoga uraian singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.. 

بَارَكَ اللهُ لِىْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِىْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِىْ فَاسْتَغْرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. فَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَّرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللّٰهُ اَلْوَاحِدُ الْقَهَّاُر. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلأَبْرَارِ. فَصَلَوَاتُ الِلّٰهِ وَسَلاَمُهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ. أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَ الِلّٰهِ. أُوْصِيْنِيِ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ. فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ تَعَالَى صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا حَيْثُ قَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. 

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ  اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا إِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ اَنْتَ التَّوَابُ الرَّحِيْمُ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. 

رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سبحَانَ ربِّكَ ربِّ الْعِزَّةِ عَمَّايَصفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلىَ المُرْسِلْيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنِ  

 عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ   

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler