Daripada Rugi, Generasi Muda Jangan FOMO dan Asal Investasi

Investasi harus cerdas, harus mengerti betul apa yang Anda investasikan.

Istimewa
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/6).
Rep: Rahayu Subekti Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungungkapkan saat ini sudah banyak generasi muda berani berinvestasi di pasar modal maupun pasar keuangan lainnya. Meskipun begitu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan generasi muda tidak boleh asal investasi tanpa literasi yang baik.

Baca Juga


"Nanti Anda FOMO (fear of missing out) ikut-ikutan akhirnya ketipu. Ada produk macam-macam seperti ada robot trading dan lain-lain yang membuat Anda rugi," kata Purbaya dalam Acara LIKE IT Generasi Muda Pelaku Usaha di Jakarta, Senin (14/8/2023).

Terlebih, Purbaya mengungkapkan, saat ini juga banyak produk investasi yang mencuat. Produk-produk investasi itu bekerja sama dengan orang terkenal mengajak orang lain ikut berinvestasi tapi pada akhirnya rugi besar.

Untuk itu, Purbaya menegaskan, generasi muda yang sudah berani berinvestasi harus melengkapinya dengan pemahaman yang memadai. Hal itu dapat membantu dalam menghindari potensi kerugian.

"Jadi saya selalu bilang, investasi harus cerdas. Anda kalau investasi harus mengerti betul apa yang Anda investasikan. Jangan ikut ke sana, orang bilang untung lalu ikut investasi," ujar Purbaya.

Jika hanya ikut-ikutan orang lain untuk berinvestasi lalu mengalami kerugian, Purbaya menegaskan kesalahan berada pada investor sendiri. Purbaya menuturkan, regulator juga perlu memberikan informasi mana produk investasi yang baik dan tidak baik.

Purbaya menambahkan, saat ini indeks literasi keuangan pada 2022 baru mencapai 49,68 persen. Sementara indeks inklusi keuangan sudah mencapai 85,10 persen.

"Dari data itu terlihat jadi banyak yang tahu tapi yang mengerti masih sedikit," ucap Purbaya.

Sementara pada 2023 ditargetkan indeks literasi keuangan dapat meningkat mencapai menjadi 53 persen dan inklusi keuangan sebesar 88 persen. Purbaya mengatakan dari angka pada 2022 dan 2003 tersebut masih ada kesenjangan yang perlu diseimbabangkan antara inklusi dan literasi keuangan.

Dia menuturkan, di satu sisi penetrasi produk dan jasa keuangan telah berkembang cukup pesat. Hanya saja di sisi lain pemahaman atas risiko-risiko yang menyertainya belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat.

"Jadi nanti investor harus lebih aktif. Kalau tidak mengerti tanya ke regulator, minta regulator membuat sarana bagi Anda untuk belajar supaya mengerti betul apa yang Anda investasikan," jelas Purbaya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler