Tafsir Surat Ar Rum Ayat 41: Orang Beriman tidak Mencemari Alam

Surat Ar Rum ayat 41 jelaskan kerusakan alam terjadi akibat perbuatan manusia.

Republika/Putra M. Akbar
Surat Ar Rum ayat 41 jelaskan kerusakan alam terjadi akibat perbuatan manusia. Foto: Polusi Jakarta (Ilustrasi).
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Islam adalah agama sempurna yang mengajarkan cinta dan kasih serta menyukai perdamaian. Islam juga memberi petunjuk bagi manusia agar selamat di dunia dan akhirat.

Baca Juga


Salah satu jalan keselamatan di dunia adalah dengan hidup harmonis bersama alam atau lingkungan. Caranya dengan merawat dan menjaga alam, bukan dengan mengeksploitasi berlebihan hingga mencemari alam bahkan merusak alam.

Di dalam Alquran, pada Surah Ar-Rum Ayat 41 dijelaskan bahwa kerusakan alam terjadi akibat perbuatan manusia. Allah membuat manusia merasakan sebagian akibat kerusakan alam, misalnya merasakan akibat tercemarnya udara, lautan, sungai dan air tanah.

Dengan cara manusia dibiarkan merasakan akibat kerusakan alam, atas cinta kasih dan kelembutan-Nya, Allah berharap manusia kembali ke jalan yang benar dan hidup harmonis bersama alam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam tafsir Surah Ar-Rum Ayat 41.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar-Rum Ayat 41)

Tafsir ayat ini menerangkan bahwa telah terjadi al-fasad di daratan dan lautan. Al-Fasad adalah segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum yang dibuat Allah, yang diterjemahkan dengan “perusakan.”

Perusakan (Al-Fasad) itu bisa berupa pencemaran alam, sehingga tidak layak lagi didiami atau bahkan penghancuran alam sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan. Di daratan, misalnya, hancurnya flora dan fauna, dan di laut seperti rusaknya biota laut. Juga termasuk al-fasad adalah perampokan, perompakan, pembunuhan, pemberontakan, dan sebagainya.  

Orang Beriman Tidak Merusak Alam

Perusakan itu terjadi akibat perilaku manusia, misalnya eksploitasi alam yang berlebihan, peperangan, percobaan senjata, dan sebagainya. Perilaku itu tidak mungkin dilakukan orang yang beriman dengan keimanan yang sesungguhnya, karena ia tahu bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan nanti di depan Allah.

Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa tidak seluruh akibat buruk perusakan alam itu dirasakan oleh manusia, tetapi sebagiannya saja. Sebagian akibat buruk lainnya telah diatasi Allah, di antaranya dengan menyediakan sistem dalam alam yang dapat menetralisir atau memulihkan kerusakan alam. Hal ini berarti bahwa Allah sayang kepada manusia.

Seandainya Allah tidak sayang kepada manusia, dan tidak menyediakan sistem alam untuk memulihkan kerusakannya, maka pastilah manusia akan merasakan seluruh akibat perbuatan jahatnya. Seluruh alam ini akan rusak dan manusia tidak akan bisa lagi menghuni dan memanfaatkannya, sehingga mereka pun akan hancur.

وَلَوْ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُوا۟ مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهْرِهَا مِن دَآبَّةٍ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِۦ بَصِيرًۢا

Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (QS Fatir Ayat 45).

Dengan penimpaan kepada mereka sebagian akibat perusakan alam yang mereka lakukan, Allah berharap manusia akan sadar. Mereka tidak lagi merusak alam, tetapi memeliharanya. Mereka tidak lagi melanggar ekosistem yang dibuat Allah, tetapi mematuhinya. Mereka juga tidak lagi mengingkari dan menyekutukan Allah, tetapi mengimani-Nya.

Memang kemusyrikan itu suatu perbuatan dosa yang luar biasa besarnya dan hebat dampaknya, sehingga sulit sekali dipertanggungjawabkan oleh pelakunya. Bahkan sulit dipanggul oleh alam, sebagaimana dinyatakan firman-Nya.

 تَكَادُ السَّمٰوٰتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْاَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا ۙ

Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu), (QS Maryam: 90)

Seluruh langit dan bumi adalah satu sistem yang bersatu di bawah perintah Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran bahwa semua yang ada dalam sistem ini diberikan untuk kepentingan hidup manusia, yang dilanjutkan dengan suatu peringatan spiritual untuk tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Amanah Menjaga Keberlanjutan Kehidupan di Bumi

Sebagai khalifah, manusia harus mengikuti dan mematuhi semua hukum Allah, termasuk tidak melakukan kerusakan terhadap sumber daya alam yang ada. Mereka juga harus bertanggung jawab terhadap keberlanjutan kehidupan di bumi ini.

Bumi ditundukkan Allah untuk menjadi tempat kediaman manusia. Akan tetapi, alih-alih bersyukur, manusia malah menjadi makhluk yang paling banyak merusak keseimbangan alam. Contoh yang merupakan peristiwa-peristiwa alam yang terjadi di Tanah Air karena ulah manusia adalah kebakaran hutan dan banjir.

Dengan ditunjuknya manusia sebagai khalifah, di samping memperoleh hak untuk menggunakan apa yang ada di bumi, mereka juga memikul tanggung jawab yang berat dalam mengelolanya.

Dari sini terlihat pandangan Islam bahwa bumi memang diperuntukkan bagi manusia. Namun demikian, manusia tidak boleh memperlakukan bumi semaunya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh kata-kata bumi (453 kali) yang lebih banyak disebutkan dalam Alquran daripada langit atau surga (320 kali). Hal ini memberi kesan kuat tentang kebaikan dan kesucian bumi.

Debu dapat menggantikan air dalam bersuci. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bumi diciptakan untukku sebagai masjid dan sebagai alat untuk bersuci." (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Ada semacam kesakralan dan kesucian dari bumi. Sehingga merupakan tempat yang baik untuk memuja Tuhan, baik dalam upacara formal maupun dalam perikehidupan sehari-hari.

Tafsir Surah Ar-Rum Ayat 41 ini dilansir dari Tafsir Kementerian Agama RI.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler