Penyakit Kulit Warga Marunda, Dokter Jebolan Harvard Sebut Polusi Bisa Jadi Penyebabnya

Greenpeace sebut 63 warga Marunda kena penyakit kulit akibat paparan debu batu bara.

Dok GreenpeaceID/Twitter
Laporan terbaru Greenpeace mengungkap 63 warga Marunda, Jakarta Utara alami penyakit kulit. Mereka hidup berdampingan dengan polusi batu bara.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kualitas udara Jakarta yang buruk telah memicu berbagai masalah kesehatan, terutama infeksi saluran napas akut (ISPA). Apakah polusi juga dapat membuat masyarakat sakit kulit, seperti yang dialami warga Marunda, Jakarta Utara?

Greenpeace Indonesia melaporkan munculnya penyakit kulit pada warga Rusunawa Marunda yang tinggal dekat dengan pelabuhan tempat hilir mudik kapal batubara. Organisasi lingkungan hidup itu meyakini bahwa polusi udara dan pencemaran batubara (dari PT KCN), turut menjadi penyebab utama penyakit kulit pada warga di sekitar Pelabuhan Marunda.

Baca Juga



Namun demikian, Ketua Rukun Warga (RW) 012, Cluster C dan D Rusunawa Marunda, Janadidi, saat ditemui reporter Republika.co.id, membantah laporan tersebut dan menyebutnya hoaks. Menurut dia, itu bisa saja karena sebagian kecil individu tidak menjaga kebersihan diri.

"PT KCN yang ada di sana sudah beku dua tahun ini, nggak jalan dan nggak operasi. Nah kalau untuk polusi udara itu jadi masalah kita bersama, Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara juga setiap sepekan sekali mengecek kualitas udara di sini," kata Janadidi.

Bagaimana dari sisi medis? Polusi udara akibat aktivitas bongkar muatan kapal batubara maupun pencemaran air ternyata memang dapat menimbulkan efek penyakit pada kulit.

"Dalam konteks batubara, partikel-partikel debu dan zat kimia, baik yang terkandung dalam asap pembakaran batubara maupun air yang tercemar, keduanya dapat memiliki dampak negatif pada kulit," kata dokter spesialis kulit, kelamin, dan estetik Arini Astasari Widodo kepada Republika.co.id, Selasa (15/8/2023).

Dokter Arini menjelaskan tentunya apabila seseorang memiliki gejala atau gangguan kulit tertentu, harus diperiksa penyebab dan pemicunya. Menurut dia, mencari dan menghentikan pemicu merupakan langkah utama dalam memperbaiki gangguan kulit yang ada.

Dokter Arini menjelaskan air yang mengandung kontaminan tertentu, seperti bahan kimia atau mikroorganisme, dapat menyebabkan reaksi alergi atau iritasi pada kulit. Seseorang yang memiliki sensitivitas kulit tinggi mungkin akan merasakan gatal-gatal, kemerahan, dan iritasi ketika terpapar air yang mengandung kontaminan tersebut.

"Polusi udara dari pabrik batubara mengandung partikel-partikel yang sangat kecil dan bisa merusak skin barrier, lapisan perlindungan alami kulit. Hal ini dapat memicu peradangan, kemerahan, dan gatal-gatal pada kulit," kata lulusan Harvard University itu.

Beberapa warga Rusunawa Marunda mengaku bahwa debu batubara di wilayah mereka terbilang sudah berkurang, berbeda dengan tahun sebelumnya. Namun, ada yang tidak memungkiri imbas polusi udara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU).

Sementara itu, petugas puskesmas Rusunawa Marunda, Ichsan, mengatakan belum menerima laporan adanya penyakit kulit parah imbas dari polusi udara maupun debu batubara. Menurut dia, memang banyak warga yang daftar karena gatal-gatal, namun belum dipastikan penyebabnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler