PBB: Pembatasan Gender Taliban Harus Dituntut Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Taliban menerbitkan larangan tambahan partisipasi perempuan dalam ujian universitas

EPA-EFE/STRINGER
Pelajar perempuan Afghanistan meninggalkan Kabul University di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan menghadiri universitas di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022.
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada Selasa (15/8/2023), bahwa Pengadilan Kriminal Internasional harus mengakui diskriminasi gender di Afghanistan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Taliban baru-baru ini mengeluarkan larangan tambahan atas partisipasi perempuan dan anak perempuan dalam ujian universitas dan kunjungan ke tempat-tempat umum, termasuk kuburan dan kegiatan lainnya. 

Baca Juga


"Pendapat hukum yang kami terima menunjukkan bahwa penolakan pendidikan untuk anak perempuan Afghanistan dan pekerjaan untuk perempuan Afghanistan adalah diskriminasi gender," ujar Utusan Khusus PBB untuk Pendidikan Global dan mantan perdana menteri Inggris Gordon Brown dikutip dari Anadolu Agency.

Brown menegaskan, tindakan pelarangan dan pembatasan kegiatan terhadap perempuan sudah seharusnya  dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. "Harus dituntut oleh Pengadilan Kriminal Internasional," kata Brown saat membahas keadaan terkini dari masalah pendidikan anak perempuan di Afghanistan.

Menurut Brown, terdapat 54 dari 80 dekrit yang dikeluarkan oleh Taliban secara eksplisit menargetkan perempuan dan anak perempuan. Aturan-aturan tersebut pun merampas hak-hak mereka.

Kementerian Urusan Perempuan telah menjadi lembaga yang ditakuti untuk penyebaran kebajikan dan pencegahan kejahatan dan Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan telah dibubarkan. "Pengadilan Pidana Internasional harus mengakui diskriminasi gender ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan menyelidikinya dengan maksud untuk menuntut dan menuntut mereka yang bertanggung jawab," kata Brown.

Brown menyerukan pembebasan para pemimpin lembaga masyarakat di penjara karena membela hak-hak perempuan dan anak perempuan. Dia mendesak masyarakat internasional untuk menunjukkan bahwa pendidikan dapat menjangkau rakyat Afghanistan.

Menurut Brown, negara-negara Muslim perlu menunjukkan bahwa Islam mendukung pendidikan anak perempuan. Dia mendesak negara dengan warga mayoritas Muslim untuk mendukung delegasi ulama Kandahar untuk membujuk menghapus larangan pendidikan anak perempuan dan pekerjaan perempuan. Dia mengatakan, tindakan itu tidak memiliki dasar dalam Alquran atau agama Islam.

"Ini bukan tentang satu agama melawan yang lain tetapi tentang bersatu untuk mengatakan bahwa para ulama di Kandahar telah salah memahami ajaran agama Islam tentang masalah pendidikan anak perempuan ini," kata Brown.

Kemajuan dapat terlihat, menurut  Brown, jika para pemuka agama mampu menunjukkan bahwa Islam benar-benar mendukung pendidikan anak perempuan. Pemerintah internasional pun perlu menunjukan Afghanistan tidak dapat berhasil sebagai sebuah negara jika menolak hak setengah dari warga negaranya atas pendidikan.

Taliban telah melarang perempuan Afghanistan dari pendidikan tinggi dan bekerja di banyak bidang sektor publik. Bahkan juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid menyatakan pada hari peringatan penaklukan Afghanistan pada Selasa, bahwa perubahan tidak mungkin. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler