Mengapa Perlawanan Ulama Betawi Terhadap Penjajah Dikaitkan Sultan Agung dan Pasukannya?
Ulama Betawi juga sangat gigih mengusir penjajah dari Batavia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perlawanan ulama, santri dan pondok pesantren ini merata di setiap wilayah. Begitupun di ibu kota, para ulama Betawi berada di baris terdepan melawan para penjajah.
Pakar sejarah yang juga Ketua Lembaga Peradaban Luhur, KH Rakhmad Zailani Kiki, mengatakan pergerakan ulama-ulama ulama Betawi melawan penjajah bisa ditelusuri dari serangan kedua Sultan Agung dari Mataram ke Batavia pada 1629. Sebelumnya pada 1628, Sultan Agung juga telah menyerang Belanda di Batavia.
Namun, yang paling berpengaruh menurutnya saat serangan kedua, sebab banyak korban dari pihak Belanda, bahkan menewaskan Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), yaitu JP Coen.
Setelah penyerangan tersebut, sebagian dari pasukan Sultan Agung tidak kembali ke Mataram, tetapi tinggal di Batavia. Misalnya, Tumenggung Mataram Pangeran Cakrajaya yang tinggal di Jembatan Lima di daerah pesisir Sunda Kelapa. Keturunannya yaitu Guru Mansur Jembatan Lima.
Ada pula yang menetap di Paseban, lalu keturunannya, yakni KH Fathullah Harun. Alhasil menurutnya, para pasukan Sultan Agung yang tidak kembali ke Mataram itu merupakan nenek moyang para ulama terkemuka Betawi.
"Dengan begitu, perlawanan dari ulama Betawi terhadap penjajah sudah ada sejak zaman Sultan Agung. Itu sudah menjadi satu yang menggelorakan semangat ulama Betawi yang memang keturunan pasukan Sultan Agung. Ketika zaman mendekati kemerdekaan, Guru Mansur Jembatan Lima dengan majelis taklimnya misalnya, tetap tidak mau kooperatif dengan tindakan Belanda. Dia selalu berjarak dengan pemerintah Belanda," katanya.
Setelah kemerdekaan, yakni saat Belanda datang dengan sekutu melakukan agresi militer, perlawanan ulama Betawi untuk mempertahankan kemerdekaan secara fisik lebih kencang lagi.
Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar
Kiai Kiki mengatakan muncul pahlawan di kalangan ulama, seperti KH Noer Alie di Bekasi, KH Hasbiyallah di Klender, dan lainnya. Keduanya ini adalah alumni dari Pondok Pesantren Guru Marzuqi Cipinang Muara.
"Jadi, semangat melawan penjajah di Jakarta sudah ada sejak lama yang dilakukan oleh ulama Betawi dengan majelis taklimnya dan juga ulama Betawi yang merupakan lulusan pondok pesantren. Tepatnya sejak VOC melakukan tindak merugikan bagi bangsa Indonesia di Jawa serta Batavia," kiai Kiki yang juga ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) DKI Jakarta kepada Republika.co.id pada Kamis (17/08/2023).