Memo ‘Sesat’ Jaksa Agung Tunda Pengusutan Kasus Korupsi Peserta Pemilu 2024
Penundaan pengusutan untuk menghindari black campaign, atau kampanye hitam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memorandum dan instruksi Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait penundaan sementara pengusutan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, menuai kritik. Pasalnya, memorandum tersebut ‘langkah sesat’ Jaksa Agung dalam membawa Kejaksaan Agung (Kejakgung) dalam misi mencegah para koruptor untuk masuk ke lingkaran penyelenggara negara.
“Kalau menurut saya, memorandum, atau instruksi Jaksa Agung itu nggak bisa dibenarkan. Tidak ada hubungannya antara pemilu, dengan penegakan hukum, apalagi ini terkait korupsi. Tidak peduli mau pemilu, atau tidak, kalau cukup bukti, tindak pidana korupsi yang melibatkan siapapun juga harus tetap diproses. Bukannya ditunda,” kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Senin (21/8/2023).
Boyamin mengkritisi banyak hal terkait memorandum Jaksa Agung yang meminta penanganan hukum pelaporan kasus-kasus korupsi yang melibatkan peserta pemilu ditunda sampai tuntas Pemilu 2024.
Menurut dia, memorandum tersebut, dikatakan Jaksa Agung agar penanganan hukum kasus-kasus korupsi oleh Kejakgung, tak dijadikan alat kampanye hitam atau black campaign oleh pihak-pihak yang melaporkan dugaan korupsi para peserta pemilu.
Dikatakan Boyamin, Jaksa Agung dalam memorandumnya tersebut, juga menyatakan penundaan penanganan hukum perkara-perkara korupsi yang melibatkan para peserta pemilu itu, demi menjaga agar Korps Adhyaksa terlepas dari stigma negatif lantaran kerap dituding turut berpolitik dalam setiap penanganan kasus korupsi yang sedang ditangani. Kata dia, alasan-alasan untuk apolitis tersebut, justeru menjadikan Kejakgung tampak berpolitik.
“Justru kalau penanganan kasusnya ditunda sampai pemilu selesai, memperlihatkan bahwa Kejaksaan Agung itu seperti berpolitik dalam penanganan kasus korupsi,” kata Boyamin.
Padahal selama ini, penyidikan korupsi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)-Kejakgung selama ini, kerap membantah, bahkan tak peduli tentang risiko, maupun dampak politik dari setiap penanganan kasus-kasus korupsi. Begitu juga jika penyidikan tersebut, turut menyeret nama-nama besar dari barisan partai-partai politik peserta Pemilu 2024 mendatang.
Selain itu, kata Boyamin, memorandum Jaksa Agung tersebut, juga cacat dalam acuan. Memorandum tersebut bertentangan dengan dasar hukum pemberantasan korupsi yang mengacu pada Undang-undang (UU) 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam Pasal 25 UU Tipikor itu, terang disebutkan penanganan kasus tindak pidana korupsi, mengharuskan percepatan proses untuk mendapatkan kepastian hukum. Bahkan disebutkan dalam pasal tersebut, penanganan tindak pidana korupsi harus lebih didahulukan ketimbang proses hukum yang terkait dengan tindak pidana lainnya.
“Jadi keliru kalau penanganan kasus korupsinya itu, walaupun dia peserta pemilu, kok malah ditunda sampai pemilunya selesai. Justeru seharusnya dipercepat (penanganan kasusnya). Secara prinsip, (memorandum) Jaksa Agung ini mematahkan dalil keadilan yang ditunda, bukanlah keadilan,” ujar Boyamin.
Koruptor bergembiraria
Selain itu, memorandum Jaksa Agung itu pun membikin para peserta Pemilu 2024 yang diduga terlibat korupsi, bergembira ria. Sebab dikatakan dia, memorandum tersebut memberikan waktu sementara bagi para terduga korupsi yang ambil bagian dalam Pemilu 2024 untuk menghilangkan alat, maupun barang bukti.
Atau, kata Boyamin, penundaan tersebut, memberikan waktu bagi para terlibat korupsi, dalam memengaruhi, bahkan pengancaman saksi-saksi. “Kalau peserta pemilu ini memang terlibat korupsi, ya seharusnya memang ditangani saja. Tanpa perlu menunggu sampai hajatan politiknya (pemilu) selesai. Malah jadi sangat berbahaya kalau Kejaksaan Agung menunda penanganan hukumnya sampai pemilu selesai,” ucap dia.
Boyamin, pun balik bertanya kepada Jaksa Agung, tentang bagaimana kalau peserta pemilu yang terlibat korupsi tersebut, justeru berhasil mendapatkan kuasa dari memenangkan pesta demokrasi serempak tersebut?
Jaksa Agung ST Burhanuddin menerbitkan instruksi dan memorandum agar pengaduan, pelaporan, dan proses hukum pengungkapan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditunda penanganan hukumnya sampai pesta demokrasi serempak tahun mendatang tuntas digelar. Instruksi tersebut ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), serta kejaksaan di seluruh Indonesia.
Burhanuddin dalam instruksi dan memorandum tersebut mengatakan, penundaan sementara pelaporan, dan penanganan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para peserta pemilu itu, untuk menghindari black campaign, atau kampanye hitam. Jaksa Agung tak ingin, proses penegakan hukum yang dilakukan Korps Kejaksaan menjadi sarana penggiringan opini yang buruk, dan menjadi alat politik bagi pihak-pihak tertentu.
Oleh karenanya, kepada seluruh jajaran insan Adhyaksa, khususnya jajaran Tindak Pidana Khusus (Pidsus), dan jajaran intelijen di seluruh penjuru Tanah Air, agar (1) penanganan laporan pengaduan dugaan tindak piana korupsi yang melibatkan Calon Presiden, Calon Wakil Presiden, Calon Anggota Legislatif, serta Calon Kepala Daerah perlu dilakukan secara cermat dan sangat hati-hati.
“Selain itu, perlunya mengantisipasi adanya indikasi yang terselubung yang bersifat ‘Black Campaign’, yang dapat menjadi hambatan-hambatan terciptanya pemilu yang sesuai dengan prinsip serta ketentuan perundang-undangan,” kata Jaksa Agung dalam instruksi yang diterbitkan, pada Ahad (20/8/2023).
Pada angka dua instruksi dan memorandum tersebut, Burhanuddin menegaskan, agar bidang pidana khusu, dan intelijen kejaksaan di semua level, untuk tetap menerima pelaporan, tetapi dengan menunda proses penyelidikan, dan penyidikan sampai seluruh tahapan Pemilu 2024 tuntas.
“(2) Guna menindaklanjuti instruksi (1) tersebut, agar bidang Tindak Pidana Khusus dan bidang intelijen menunda proses pemeriksaan terhadap pihak-pihak sebagaimana yang dimaksud. Baik dalam tahapan penyelidikan, maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian proses dan tahapan Pemilu 2024. Hal ini perlu dilakukan guna mengantisipasi dipergunakannya proses penegakan hukum alat politik praktis oleh pihak-pihak tertentu,” begitu instruksi dan memorandum lanjutan Jaksa Agung.