Disebut tak Terkait LGBT, Nama Kegiatan Orasi Pelangi OSKM ITB Diubah

Ihwal kuesioner yang menjadi sorotan, ITB menyebut itu dari pihak ketiga.

Republika/Dea Alvi Soraya
Pihak ITB menggelar konferensi pers untuk mengklarifikasi isu kampanye LGBT dalam kegiatan Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM) ITB, Selasa (22/8/2023).
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Institut Teknologi Bandung (ITB) menepis isu adanya unsur kampanye LGBT dalam pelaksanaan Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM) ITB 2023. Termasuk soal kegiatan “Orasi Pelangi”.

Baca Juga


Direktur Kemahasiswaan ITB Prasetyo Adhitama menyatakan penamaan Pelangi itu tak ada hubungannya sama sekali dengan simbol LGBT. Ia menjelaskan, Pelangi itu menggambarkan makna kebinekaan atau keragaman program studi di ITB.

“Bahkan itu tradisi yang sudah lama digunakan untuk menggambarkan keragaman, jauh sebelum pelangi menjadi simbol LGBT,” kata Prasetyo, saat konferensi pers di Gedung Rektorat ITB, Kota Bandung, Selasa (22/8/2023).

Namun, karena adanya respons dari masyarakat, Prasetyo mengatakan, ITB dan panitia OSKM segera melakukan evaluasi. Nama kegiatan Orasi Pelangi akhirnya diubah. “Panitia menyadari itu dan akhirnya kami mengubah rundown nama kegiatannya itu menjadi Orasi Warna-Warni, yang sebelumnya diberi nama Orasi Pelangi,” kata dia.

Prasetyo menegaskan tak ada unsur seperti dalam isu yang beredar. “Jadi, tidak ada hubungannya sama sekali dengan lambang LGBT, dan kami juga tidak menemukan bukti-bukti ada usaha yang diisukan oleh masyarakat,” kata Prasetyo. 

Kuesioner gender

OSKM merupakan bagian dari kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB) ITB. Di media sosial menjadi bahan perbincangan terkait dugaan penyebaran kuesioner yang diduga kampanye LGBT. Salah satu kolom pada kuesioner ihwal gender, dengan pilihan perempuan, laki-laki, non-biner, dan lainnya. Non-biner adalah istilah identitas gender yang tidak secara spesifik merujuk pada perempuan atau laki-laki.

Kuesioner itu disebut dibuat oleh pihak ketiga, yang merupakan mitra pada kegiatan sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang digelar ITB dalam PMB. “Form kuesioner itu benar dari pihak ketiga atau mitra, artinya bukan dari ITB,” kata Prasetyo.

 

Ralat berita:

Republika.co.id pada Jumat (25/8/2023) mengoreksi berita ini, karena ada penyebutan nama perusahaan pihak ketiga yang tidak tepat, sebagai pihak pembuat survei.

Prasetyo menjelaskan, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) ITB membuat kuesioner resmi yang disebarkan kepada seluruh mahasiswa baru. Menurut dia, kuesioner ini merujuk pada peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Ia menyebut pihaknya baru mengetahui ada kuesioner tambahan dari pihak ketiga. “Jadi, kita sendiri juga tidak tahu bagaimana angket itu bisa tersebar karena di acara juga tidak ada info penyebaran angket (tambahan), selain angket yang dibuat oleh Satgas PPKS,” kata dia. 

Menurut Prasetyo, ITB sudah meminta pihak terkait untuk menutup akses kuesioner atau angket itu, setelah menjadi sorotan di media sosial (medsos). “Yang tersebar di medsos itu kan sebenarnya angket minor. Yang banyak diisi oleh mahasiswa tetap angket resmi dari satgas. Di mana angket resmi itu sudah mengikuti panduan PPKS yang disusun oleh Kemendikbud, dan tidak ada poin-poin (LGBT) seperti yang ramai di media sosial,” katanya.

Meski demikian, Prasetyo menyampaikan permohonan maaf ITB atas kegaduhan yang muncul. Ia mengatakan, ITB akan berupaya melakukan pengecekan ulang materi atau poin-poin dalam kuesioner yang akan disebarkan kepada mahasiswa. “Kami akan melakukan introspeksi dan kami berterima kasih atas perhatian yang begitu besar dari masyarakat,” ujarnya.

Prasetyo mengatakan, pihak ketiga pun sudah menyampaikan permohonan maaf terkait masalah tersebut. “Jadi memang pihak ketiga tersebut sudah menyampaikan permohonan maaf juga bahwa ini bisa menyebabkan suatu kegaduhan,” kata dia.

Menurut Prasetyo, hal itu bisa menjadi perhatian dan pembelajaran bagi mitra ke depan. “Mitra kami juga sebenarnya sudah menyampaikan bahwa ketidaknyamanan ini akan menjadi perhatian mereka. Jadi, momen ini menjadi positif bagi mitra kita karena menjadi pembelajaran untuk ke depannya dan lebih hati-hati terhadap kondisi sosial yang ada di lokasi setempat,” kata Prasetyo.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler