Warga Jabodetabek Perlu Waspada, Kelompok Ini Paling Rentan Ketika Terpapar Polusi Udara

Orang yang tinggal di wilayah dengan polusi udara tinggi, imunitasnya bisa turun.

Republika/Thoudy Badai
Kondisi polusi di langit Jakarta terlihat dari Gedung Perpustaakan Nasional, Jakarta, Senin (14/8/2023). Polusi udara berdampak besar pada kesehatan masyarakat.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis paru Feni Fitriani Taufik memaparkan ibu hamil, balita, lansia dan penderita penyakit paru adalah kelompok yang paling rentan ketika terpapar polusi udara. Pada ibu hamil, polusi udara dapat menyebabkan risiko bayi lahir dengan tinggi dan berat badan kurang, yang akhirnya akan menimbulkan stunting, sehingga mempengaruhi pertumbuhan organ-organ tubuhnya saat dewasa.
 
“Sedangkan pada anak terjadi gangguan pertumbuhan pada paru, pertumbuhan tubuhnya, bahkan stunting. Kemudian mudah terjadi gejala batuk-batuk dan keluhan asma, dan mulailah terjadi pengerasan pembuluh darah, karena sejak kecil, bahan-bahan polutan sudah mempengaruhi anak tersebut," ujar dr Feni dalam diskusi secara daring di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
 
Karena dari kecil sudah terpengaruh polusi udara, lanjut dr Feni, maka ketika dewasa risiko penyakit jantung dan asma bisa semakin tinggi. Demikian juga dengan risiko terjadi strok usia dini, kanker paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), dan diabetes.

Baca Juga


Puluhan warga Rusunawa Marunda alami sakit kulit dan gatal-gatal diduga imbas dari polusi udara dan debu batubara, Selasa (15/8/2023) - (Republika/Fergi Nadira)

Selain itu, ada ancaman menurunnya kondisi organ pernapasan, seperti paru, kemudian demensia atau pikun, gagal jantung, dan strok. Dokter Feni menjelaskan dari segi jenis, polutan terbagi atas gas dan partikel.

Gas ada yang bersifat iritasi dan peradangan, serta gas yang menyebabkan sesak napfas karena kekurangan oksigen, misalnya CO2 dan gas CO. Sementara partikel yang menyebabkan iritasi, peradangan, bahkan penyebab kanker dan kerusakan pernapasan, yakni volatile organic compound (VOC) dan particulate matter (PM) 2.5.

PM 2.5 inilah yang diduga menjadi partikel penyebab meningkatnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kota-kota besar, termasuk Jabodetabek.
 
“Karena sifatnya iritasi, ada keluhan akut baik oleh gas maupun partikel, itu mata jadi sering berair, hidung mampet dan tersumbat, sakit tenggorokan, gatal dan batuk-batuk, dan mudah terjadi ISPA," tutur dr Feni yang praktik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur.

Mobil kepolisian menyemprotkan air di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Penyemprotan di sekitar jalan protokol tersebut sebagai upaya untuk membersihkan debu-debu yang bertebaran di jalanan akibat polusi udara. - (Republika/Putra M. Akbar)


Apabila partikel polusi masih berukuran puluhan mikrometer, menurut dr Feni, maka masih bisa disaring oleh bulu-bulu hidung. Tetapi apabila ukurannya semakin kecil, bisa masuk ke kantong udara yang paling kecil atau alveolus, kemudian masuk ke aliran darah dan berbahaya bagi kesehatan.
 
Dokter Feni menyebutkan orang yang tinggal di wilayah dengan polusi tinggi, maka sistem pertahanan tubuhnya akan menurun. Meskipun sudah sembuh dari penyakit tertentu, tidak akan sempurna, bahkan berlanjut ke penyakit kronis lainnya.
 
Untuk itu, dr Feni mengimbau kepada masyarakat agar ikut berperan aktif mengurangi sumber polusi udara. Caranya ialah dengan tidak membakar sampah dan mulai menggunakan transportasi umum, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta tidak merokok.
 
"Para pemangku kebijakan juga agar segera membuat undang-undang dan peraturan terkait pengurangan polusi udara serta melakukan koordinasi lintas sektoral bersama akademisi dan profesi untuk memperbaiki kualitas udara," tuturnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler