Alasan MA Sanksi Ringan Trio Hakim Penunda Pemilu
Kesalahan trio hakim penunda pemilu dinilai hanya persoalan teknis yudisial.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) angkat bicara mengenai rendahnya hukuman terhadap trio hakim penunda Pemilu 2024. MA memandang kesalahan yang dilakukan ketiganya masih bisa diperbaiki.
Hakim Tengku Oyong, Bakrie, dan Dominggus Silaban hanya disanksi mutasi ke pengadilan dengan kelas lebih rendah akibat kesalahannya. Ketiganya bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ketika mengetok perkara penundaan Pemilu 2024.
MA memandang pelanggaran mereka hanya bersifat teknis yudisial. Sehingga MA merasa tak perlu menjatuhkan sanksi berat kepada mereka.
"Terkait hukuman disiplin terhadap hakim yang memutus penundaan Pemilu karena pelanggaran yang bersifat teknis yudisial dan kesalahannya masih dapat diperbaiki melalui upaya hukum," kata Juru Bicara MA Suharto kepada wartawan, Kamis (24/8/2023).
Suharto menyadari sanksi mutasi terhadap trio hakim penunda pemilu memang tak sesuai rekomendasi Komisi Yudisial (KY).
Peraturan yang dilanggar ketiganya yaitu SKB Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047/KMS/SK/IV/2009-No 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang pengatusan huruf C. Pengaturan angka 10 jo PB MARI dan KY Pasal 14 dan Pasal 18 ayat 4.
Semula, KY mengusulkan agar ketiga hakim disanksi nonpalu alias tak boleh menangani perkara selama dua tahun. "Hukumannya tidak seperti yang direkomendasi oleh KY," ujar Suharto.
Selanjutnya, Suharto menyerahkan kepada Badan Peradilan Umum (Badilum) MA agar menindaklanjuti sanksi mutasi tersebut. Sebab Badilum MA berwenang menerbitkan surat keputusan atas sanksi itu. "Konfirmasi ke Badilum yang berwenang meng-SK-kan mutasinya," ujar Suharto.
Di sisi lain, KY sempat mempertanyakan sanksi terhadap trio hakim penunda Pemilu. KY mensinyalir sanksi mutasi terhadap trio hakim tersebut diputuskan berdasarkan pemeriksaan Badan Pengawasan MA. Apalagi, memang ada mekanisme bagi Badan Pengawasan MA untuk melakukan pemeriksaan mandiri terlepas dari yang dilakukan KY.
"Dugaan sementara sanksi ini bukan bentuk tindak lanjut dari rekomendasi KY, melainkan hasil pemeriksaan sendiri. Namun, untuk lebih pasti bisa diminta penjelasan juga ke MA," kata Juru Bicara KY Miko Ginting.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutuskan mengabulkan banding KPU karena menganggap PN Jakpus tak punya kompetensi absolut untuk mengadili perkara yang diajukan partai Prima. PT DKI meyakini perkara tersebut mestinya dialamatkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Putusan PT DKI membatalkan putusan PN Jakpus yang sempat memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai PRIMA pada Kamis (2/3/2023). Lewat putusan itu, majelis hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.
Atas putusan PT DKI, Partai Prima menempuh jalur kasasi. Mahkamah Agung (MA) sudah menerima berkas permohonan kasasi Partai Prima melawan KPU RI pada 26 Mei 2023.