Menko PMK: Belajar di Kampus Jangan Diganggu Kampanye
Menko PMK imbau sekolah-madrasah tak digunakan untuk kampanye.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengimbau agar sekolah dan madrasah tak dijadikan sebagai lokasi kampanye untuk kontestasi politik praktis.
"Karena itu supaya tidak diribeti dengan macam-macam. Saya imbau sekolah maupun madrasah tidak usah untuk kampanye," ujar Muhadjir di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Pernyataan Muhadjir tersebut menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus).
Muhadjir mengatakan saat ini kondisi belajar-mengajar di sekolah belum sepenuhnya pulih setelah dihantam pandemi COVID-19 bertahan-tahun. Proses pembelajaran masih mengalami Learning Loss atau berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis.
Untuk mengejar ketertinggalan akibat Learning Loss tersebut, Muhadjir meminta sekolah dan madrasah untuk fokus menstabilkan proses belajar-mengajar ketimbang jadi tempat kampanye Pemilu.
"Sekolah ini kondisinya belum pulih jadi kegiatan pembelajaran di sekolah itu sebetulnya belum pulih. Jadi learning loss harus dikejar oleh sekolah yang kemarin proses pembelajarannya mengalami anomali, harus ditebus sekarang ini," kata dia.
Di samping itu, kampanye di sekolah tidak akan efektif karena jumlah pemilih pemula lebih sedikit ketimbang jika di perguruan tinggi.
"Kalau kampus saya kira ada sisi baiknya, yang penting harus betul-betul dijaga kondusifitas. Dan mereka, kan, sudah (bisa) memilih, kemudian juga tingkat kesadarannya juga sudah tinggi," kata dia.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam mengingatkan perguruan tunggu untuk menjaga jarak dan netral terhadap berbagai kegiatan politik sehingga mampu menciptakan rasa aman bagi warga kampus.
Ia menyatakan kegiatan belajar dan mengajar di kampus tidak boleh terganggu dengan adanya aktivitas politik apalagi jika sampai terjadi lebih ramai kegiatan politik dibandingkan dengan kegiatan akademik.
Oleh sebab itu, ia meminta kampus tidak berafiliasi atau berhubungan secara langsung dengan seluruh kegiatan politik sehingga tujuan kampus sebagai tempat intelektual tetap dapat tercapai.
Saat ini, pihaknya masih mempelajari dan menemukan cara agar pendidikan tinggi tetap bisa menjaga integritas dan netralitas seperti yang diharapkan masyarakat.