Kelompok Kiri Yakin Pelarangan Abaya Bagian dari Obsesi Menolak Muslim di Prancis

Kurangnya jumlah guru, isu yang lebih besar dibandingkan pelarangan abaya.

AP/Daniel Cole
Siswa tiba di sekolah di Arles, Prancis selatan, Senin, 3 Mei 2021.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID,PARIS – Pelarangan abaya di sekolah-sekolah publik Prancis dipandang sebagian pihak sesuatu yang berlebihan. Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal mengumumkan pelarangan ini, menganggap abaya bagian dari pakaian keagamaan, khususnya Islam. 

Baca Juga


Sebaliknya, kelompok sayap kiri menyebutnya sebagai upaya pemerintah menjadi ‘polisi’ atas pakaian yang dikenakan warganya. Bahkan lebih jauh dari itu, kebijakan tersebut merupakan langkah pemerintah menolak keberadaan Muslim di Prancis. 

’’ Pelarangan ini merupakan karakteristik dari obsesi penolakan terhadap Muslim di Prancis,’’ kata Clementine Autain, anggota parlemen dari partai La France Insoumise, seperti dilansir laman berita Deustche Welle, Senin (28/8/2023). 

Ketua La France Insoumise,  Jean-Luc Melenchon menguatkan pendapat rekan satu partainya itu. Ia menyatakan, kembalinya anak-anak ke sekolah pada September ini malah dipolarisasi secara politik melalui perang agama dalam bentuk yang absurd. 

Pada 2004, Prancis melarang pemakaian jilbab di sekolah dan cadar di ruang publik pada 2010. Rangkaian pelarangan ini memicu kemarahan lima juta Muslim di negara tersebut. Lagi pula, komunitas Muslim tak menganggap abaya sebagai pakaian religius seperti hijab. 

Abdallah Zekri, wakil ketua French Council of the Muslim Faith (CFCM), mengatakan keputusan Attal melarang abaya tak tepat. ‘’Abaya itu bukan busana keagamaan, ini merupakan mode fesyen,’’ katanya kepada BFM TV. 

Kurang dari setahun, pendahulu Attal, Pap Ndiaye, memutuskan tak melangkah lebih jauh dan secara khusus melarang abaya. Ia menyatakan kepada Senat,’’Abaya sulit didefinisikan, secara hukum, ini akan membawa kita ke pengadilan administratif dan kita akan kalah.’’

 

Prancis menerapkan pelarangan simbol-simbol agama di sekolah negeri sejak undang-undang yang dibuat pada abad 19, menghapuskan tradisi Katolik dari ranah edukasi publik. Mereka juga melakukan perubahan-perubahan panduan terkait komunitas Muslim yang terus berkembang. 

Juru bicara pemerintah, Olivier Veran menegaskan, abaya jelas-jelas merupakan pakaian keagamaan, sebuah serangan dan simbol politik. Ia juga melihat memakai abaya merupakan tindakan yang mencoba untuk mengalihkan orang ke Islam. 

 ‘’Sekolah kita terus menghadapi ujian dan beberapa bulan belakangan siswa tertentu memakai pakaian keagamaan seperti abaya dan kameez,’’ kata Attal dalam konferensi pers menjelaskan mengenai pelarangan abaya, Senin (28/8/2023). 

Karena itu,’’Saya putuskan abaya tak bisa lagi dikenakan di sekolah,’’ ujar Attal. Ia menambahkan, ketika berjalan memasuki kelas mestinya setiap orang tak bisa mengidentifikasi agama siswa dengan melihat pakaian yang mereka kenakan. 

Ketua partai konservatif, Les Republicains, Eric Ciotti, dengan cepat menyambut langkah pemerintah ini. Ia menekankan, pihaknya telah berulang kali memintanya. 

Sophie Venetitay, dari SNES-FSU, serikat guru, menegaskan hal penting yang perlu diperhatikan adalah dialog dengan siswa dan keluarga untuk menjamin pelarangan abaya ini tak berarti siswa akhirnya pindah dari sekolah negeri ke sekolah agama. 

‘’Hal yang pasti, abaya bukanlah masalah utama dari sekolah-sekolah di Prancis. Kurangnya jumlah guru, isu yang lebih besar dibandingkan pelarangan abaya,’’ ujar Venetitay. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler