Gempa Politik yang Dipicu Manuver Nasdem Pasangkan Anies-Cak Imin
Guncangan tidak hanya dirasakan blok Koalisi Perubahan tapi juga koalisi Prabowo.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri
Pengamat komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menilai, manuver Partai Nasdem yang kemungkinan besar memasangkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar untuk Pilpres 2024, berpotensi memicu gempa politik yang cukup besar. Guncangan tidak hanya dirasakan dalam blok Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP), namun juga di blok koalisi partai-partai pengusung Prabowo Subijanto.
"Meski demikian, kecil kemungkinan koalisi perubahan persatuan ataupun blok-blok koalisi lainnya, khususnya blok koalisi yang dinahkodai oleh Partai Gerindra dan blok koalisi yang dinahkodai oleh PDIP akan bubar dan kemungkin terbesar yang ada di masing-masing blok koalisi tersebut, hanya perubahan komposisi partai-partai pendukungnya saja," ujar Nyarwi dalam keterangannya pada Jumat (1/9/2023).
Menurut Nyarwi, jika Partai Demokrat lepas dari KPP, ada kemungkinan akan mencari mitra koalisi lainnya yang lebih menjanjikan untuk memberikan tiket cawapres. Sementara jika Sandiaga Uno berpeluang kecil untuk mendapatkan tiket cawapres Ganjar Pranowo, bisa juga akan mendorong PPP untuk mencari mitra koalisi dari partai-partai lainnya yang bisa menawarkan tiket cawapres atau bahkan capres.
"Dan bahkan masih terbuka peluangnya untuk bersama-sama dengan Partai Demokrat membangun blok koalisi baru, meski keduanya masih belum aman memenuhi syarat presidential threshold. Namun, kemungkinan ini, masih terbuka untuk terjadi," kata Nyarwi yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS).
Terkait KPP, Nyarwi mengatakan, rakyat mengetahui Nasdem merupakan partai pertama yang menggagas koalisi ini, yang kemudian mengundang PKS dan Partai Demokrat bergabung hingga kemudian dideklarasikan bersama melalui piagam koalisi. Bergabungnya PKB ke koalisi perubahan yang diinisiasi Nasdem, sangat terbuka. Apalagi jika Cak Imin mendapatkan tawaran tiket cawapres dari Nasdem dan Anies Baswedan.
"Ini tentu membawa konsekuensi politik lanjutan. Jika Cak Imin dari PKB benar-benar gabung ke Nasdem mengusung Anies, maka sangat besar peluangnya terjadi perubahan komposisi blok koalisi partai-partai kubu Prabowo (Gerindra dkk) dan juga blok koalisi perubahan dan persatuan (KPP) sendiri," katanya.
Menurut dia, manuver Cak Imin juga mengguncang dua blok koalisi sekaligus. Pertama koalisi partai-partai pendukung Prabowo dan sekaligus partai-partai yang selama ini menominasikan Anies sebagai capres. Namun jika mengacu pada data survei yang sudah dirilis oleh lembaga-lembaga survei kredibel, elektabilitas Anies masih tertinggal cukup jauh dari Prabowo maupun Ganjar.
Mayoritas data-data survei dari lembaga-lembaga tersebut juga menunjukkan elektabilitas Cak Imin juga masih sangat rendah. Namun, kalau keduanya dipasangkan, bukan tidak mungkin, daya elevasi elektabilitas Anies meningkat cukup tajam.
PKB yang saat ini dipimpin Cak Imin, memiliki basis pendukung inti yang sangat kuat di Jawa Timur, dan cukup kuat di Jawa Tengah. "Dua provinsi itu memiliki basis Nahdlatul Ulama yang sangat kuat. Dari data-data survei yang ada, elektabilitas Anies di kedua provinsi ini sangat rendah, tertinggal jauh dibandingkan Ganjar dan Prabowo.
"Di sini, peluang Cak Imin untuk membantu akselerasi elektabilitas Anies Baswedan di kedua provinsi ini masih terbuka lebar," imbuhnya.
Baik Nasdem dan PKB, menurutnya, mampu menjalankan manuver politik yang sangat cerdik dengan memperhatikan momentum yang mereka pilih untuk bermanuver juga cukup tepat. Manuver ini pun, lanjutnya dijalankan beberapa minggu setelah PAN dan Golkar bergabung ke koalisi blok pengusung Prabowo dan setelah acara perayaan ulang tahun PAN yang ke-25 kemarin.
"Langkah Nasdem dan Cak Imin/PKB ini tidak hanya potensial mengguncang blok koalisi pengusung Prabowo maupun Anies. Namun juga sangat potensial mengguncang basis dukungan elektorat/pemilih, khususnya di Jawa Timur dan Jateng ke Prabowo maupun ke Ganjar," katanya.
"Kemungkinan-kemungkinan seperti itu bisa terjadi pada bulan ini dan beberapa bulan mendatang. Tentu kita perlu melihat efek dari manuver Cak Imin dan Nasdem ini dengan data-data survei yang lebih akurat," tutupnya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menyoroti kemungkinan PKB dan PKS dalam satu koalisi yang sama menyusul wacana bakal calon presiden Anies Baswedan yang akan menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden. PKS menyatakan tetap akan mendukung Anies Baswedan dalam Pilpres mendatang, usai rencana duet Anies-Cak Imin di Pilpres 2024.
"Cuma yang menjadi problem, yang menjadi tanda tanya publik, bagaimana cara menyatukan kepentingan politik, ideologi politik antara PKS dan PKB yang kita kenal selama ini sangat berjarak secara diameter," ujar Adi dalam keterangannya, Jumat (1/9/2023).
Adi menyampaikan, basis konstituen antara PKB dan PKS juga selama ini berhadap-hadapan. Karenanya, penyatuan basis PKB dan PKS ini salah satu yang menjadi pekerjaan rumah jika kedua tokoh ini berkoalisi.
"Dalam banyak hal basis konstituen PKB-PKS ini satu sama lain saling berhadapan, bahkan saling bermusuhan sejak lama. Disitu saja kemudian tinggal kita lihat bagaimana maintain dari kepentingan politik PKS dan PKB misalnya ketika berada di satu kolam koalisi politik," ujarnya.
Adi melanjutkan, kecenderungan PKS tetap berada di koalisi mendukung Anies karena demi kepentingan elektoral di Pileg 2024. Sebab, banyak pemilih Anies yang terafiliasi dengan konsituen pemilih PKS.
"Orang yang mengaku memilih Anies, mereka banyak juga yang kemudian akan memilih PKS sebagai pilihan politik mereka di 2024," ujarnya.
Namun demikian, Dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyebut tidak halnya dengan Partai Demokrat yang dapat dipastikan akan hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan jika duet Anies-Cak Imin terjadi. Apalagi, Demokrat saat ini secara terbuka mengaku telah dikhianati oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
"Mereka sudah terbuka menyatakan kepada publik bahwa mereka tidak akan mendukung Anies karena dianggap sudah berkhianat. Demokrat tentu tidak mungkin melihat kemesraan Anies dan Muhaimin Iskandar berpasangan dalam Pilpres 2024," katanya.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menegaskan, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) masih ada. Hal itu ditegaskan Surya Paloh di tengah ancaman hengkangnya Partai Demokrat setelah muncul kabar soal keputusan mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal calon presiden-calon wakil presiden pada Pilpres 2024.
"Sampai hari ini koalisi masih ada. Besok pagi masih ada atau setengah ada, kita belum tahu juga," kata Surya Paloh di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023) malam.
Kemudian, terkait apakah PKB akan bergabung dalam Koalisi Perubahan, Paloh mengatakan dirinya menyerahkan hal tersebut kepada rekan-rekan koalisi. "Saya serahkan kepada pembahasan dari kawan-kawan, beberapa teman-teman, ya. Apakah itu dilakukan? Kalau itu dilakukan, di mana? Kapan waktunya? Saya pikir mungkin progres ini akan berjalan cukup cepat, kita lihat perkembangan besok barangkali," ujarnya.
Paloh sebelumnya mengatakan kemungkinan untuk mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024. Namun, menurutnya, belum terformalkan.
"Kemungkinan ke arah itu bisa saja terjadi, tapi saya pikir belum terformalkan sedemikian rupa, jadi kita tunggu perkembangan satu dua hari ini," kata Paloh.
Surya Paloh menambahkan, dirinya belum secara resmi memberikan persetujuan soal pasangan duet tersebut. "Kalau persetujuan dalam arti mengangguk-angguk aja kan belum tuntas sepenuhnya, ya," ujarnya.
Adapun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan memberikan tanggapannya terkait kabar yang menyebutkan, bahwa PKB telah meneken kerja sama dengan Partai Nasdem. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar itu dikabarkan akan menjadi bakal cawapres dari Anies Rasyid Baswedan.
Jokowi menegaskan, hal itu bukan menjadi urusan dirinya sebagai Presiden. Ia pun menyerahkan masalah itu ke masing-masing ketua partai.
"Urusannya ketua-ketua partai. Urusan partai. Bukan urusannya Presiden," kata Jokowi di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Sebelumnya Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto pun menanggapi santai kabar tersebut. Menurut dia, hal itu merupakan bentuk dari demokrasi.
"Ya inilah namanya demokrasi kita ya. Demokrasi kita musyawarah, saya sendiri belum dengar rencana-rencana (pasangan Anies-Muhaimin) itu," ujar Prabowo di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (31/8/2023) malam.
"Tapi itu demokrasi, kita bernegosiasi, kita musyawarah, santai-santai saja ya," sambungnya.