Patung Sphinx Mesir Hidungnya Hilang, ke Mana Larinya? Ini Jawaban Sejarawan Muslim
Patung Sphinx merupakan simbol terpenting dalam peradaban Mesir kuno
REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA – Patung Sphinx menguasai gurun Mesir selama ribuan tahun, dan dianggap sebagai salah satu simbol terpenting. Para ilmuwan masih berusaha mempelajari rahasianya.
Patung Sphinx di Mesir adalah salah satu patung terbesar di dunia yang berasal dari peradaban kuno, dan berdekatan dengan piramida.
Dengan menggali dan menelusuri kembali legenda-legenda kuno yang menceritakan tentang masa dibangunnya patung ini, banyak kisah yang menguraikan sejarahnya.
Dilansir Arabic Post, asal usul nama Sphinx belum diketahui. Namun, beberapa ahli mengasosiasikannya dengan istilah Mesir kuno "shesep-ankh", yang berarti gambar hidup, yang pada zaman dahulu digunakan untuk menyebut gambar dewa atau firaun pada masa peradaban kuno.
Selama periode penggalian, para ilmuwan menemukan jari-jari berwarna biru, kuning, dan merah pada bagian-bagian patung, yang meningkatkan hipotesis bahwa patung tersebut dihiasi dengan warna-warna cerah.
Itu membawa kembali kepada buku penulis Romawi pada abad pertama Masehi, "Pliny the Elder", yang menggambarkannya sebagai wajah monster berwarna merah. Hipotesis ini membuka banyak misteri dan pertanyaan bagi para ilmuwan yang mulai mencari bukti pada peradaban kuno.
Dalam mitologi Yunani, ada Sphinx berkepala wanita dan berbadan singa yang membawa sayap burung. Karakter legenda ini berbahaya, dan dia bisa membunuh siapa saja yang tidak pandai menjawab pertanyaannya. Ini kebalikan dari patung Mesir, yang dibangun untuk menjaga raja dan negara.
Berbeda dengan patung dalam mitologi Yunani, Sphinx di masa peradaban Mesir kuno memiliki kepala manusia dan tidak memiliki sayap. Gambar lain dari patung Sphinx ini muncul di era Mesir kuno yang berbeda. Selain kepala manusia, ada juga kepala binatang, antara lain domba jantan, serigala, elang, dan buaya.
Patung-patung tersebut sering ditemukan di tempat-tempat suci Mesir kuno, yang sebagian besar berasal dari abad ketiga belas sebelum masehi (SM), seperti Sphinx berkepala elang di Kuil Ramses II di Abu Simbel.
Kemudian Jalan Sphinx di Luxor yang dibangun pada abad keempat SM yang dipagari patung sepanjang 2,5 km yang menghubungkan kuil Karnak dan Luxor.
Baca juga: Yang Dibicarakan Malaikat dengan Allah SWT Ketika Hendak Menciptakan Manusia
Pada 4.500 tahun yang lalu, patung ini memiliki status khusus, karena disembah dan dilihat sebagai bagian dari lanskap suci pemakaman Giza.
Seiring berjalannya waktu, statusnya mulai berkurang, karena pasir menyapu area tersebut, sehingga menyebabkannya tertutup sampai hanya terlihat kepalanya.
Namun, pertanyaan penting selanjutnya ialah siapa yang membangun patung Sphinx dan kapan Sphinx dibangun di Giza Mesir? Sebagian besar ahli membenarkan bahwa sphinx tersebut dibangun sekitar 4.500 tahun yang lalu, pada periode pembangunan Piramida Besar. Peneliti juga membenarkan hubungan Sphinx dengan makam besar di sekitarnya.
Sphinx yang merupakan penjaga raksasa itu berada di antara dua piramida terpenting, yang masing-masing didirikan pada periode pemerintahan Dinasti Keempat yang berbeda, pada masa Khufu, yang memerintah sekitar 2500 SM, saat membangun Piramida Besar.
Selain itu, beberapa ahli mengembalikan tanggal pembangunannya ke waktu yang jauh lebih awal, berdasarkan teks yang berasal dari 670 SM. Naskah kuno itu menggambarkan peristiwa yang terjadi ribuan tahun yang lalu, yang menunjukkan bahwa Sphinx dipulihkan pada periode tersebut.
Mengacu pada hal tersebut, para ilmuwan percaya bahwa Patung Sphinx dibangun pada masa Kerajaan Mesir Kuno, antara 2575-2150 SM, pada zaman Dinasti Keempat, di bawah pemerintahan Firaun "Khafra".
Para Raja Firaun memang memuliakan piramida, tetapi, tidak ada catatan yang menjelaskan siapa di balik pembangunan patung Sphinx. Inilah yang kemudian mendorong para arkeolog mencoba memecahkan misteri siapa yang membangun Sphinx. Sejauh ini, belum ditemukan bukti atau prasasti yang menelusuri jejaknya hingga masa Khufu dan Khafre.
Salah satu hipotesis paling populer di kalangan sarjana peradaban Mesir saat ini, seperti Mark Lehner dan Zahi Hawass, adalah bahwa Khafra menciptakan Sphinx dan menjadikannya bagian dari proyek konstruksi besar, termasuk tempat peristirahatannya dan kompleks kuil di sekitarnya. Para peneliti ini mempelajari sisa-sisa makam dan berbagai bangunan yang diminta oleh masing-masing raja pada masa itu.
Baca juga: Momika Pembakar Alquran Terungkap Terima Uang dari Tiktok, Ini Besarannya
Mereka percaya bahwa Sphinx diukir dari bongkahan batu kapur yang sangat besar. Rujukan dari hipotesis ini adalah adanya bongkahan batu besar untuk membangun kuil di dekatnya.
Sphinx dianggap sebagai salah satu karya patung tertua di dunia, dan salah satu yang terbesar. Panjangnya mencapai kurang lebih 20 meter dari pangkal hingga puncak kepalanya. Adapun panjang dari cakar depan hingga ekor mencapai kurang lebih 74 meter. Ini membuatnya menyandang predikat raksasa gurun pasir.
Kepala Sphinx memiliki tampilan kerajaan, yang memuat beberapa simbol tradisional monarki di Mesir kuno, seperti memakai nemes, yaitu hiasan kepala dari kain yang dikenakan oleh para firaun, dan sisa-sisa ular kobra kerajaan yang diukir di bagian atas kepalanya.
Namun yang paling terpengaruh oleh waktu pada patung tersebut adalah hidung dan janggutnya. Hal ini seolah menghidupkan kembali wajah maskulin dari zaman dahulu. Di depan patung terdapat cakar yang sangat besar.
Patung Sphinx ditinggalkan setelah runtuhnya Kerajaan Lama, hingga menjadi reruntuhan, sementara pasir menumpuk di atasnya selama beberapa abad. Lalu ditemukan kembali pada periode Kerajaan Baru, antara 1539-1075 SM.
Selama bertahun-tahun di zaman modern, Patung Sphinx terbengkalai dan diserbu pasir sehingga hanya memperlihatkan kepalanya. Meskipun demikian, ia tidak kehilangan statusnya. Selama abad ke-12 dan ke-13, penduduk setempat tercatat memberikan persembahan kepada Sphinx untuk membanjiri Sungai Nil dan meningkatkan hasil panen.
Adapun pada abad kesebelas, ahli geografi Afrika Utara Al-Idrisi melaporkan bahwa mereka yang ingin mendapatkan posisi di Kekhalifahan Fatimiyah, yang berbasis di Mesir, mengajukan diri ke Sphinx.
Pada 1556, monumen ini membangkitkan daya tarik besar pengunjung Eropa yang datang ke Mesir, termasuk penjelajah Perancis Andre Tefft, yang menggambarkannya dalam bukunya "Cosmography of the Levant" sebagai kepala patung raksasa.
Mengapa Dua Kalimat Sederhana Ini Berat di Timbangan Kelak? Begini Penjelasan Ulama
Selama 1890-an, dan terutama ketika melawan pasukan Inggris pimpinan Napoleon di Mesir, orang Prancis menjadi terpesona dengan sejarah Mesir kuno. Setelah para pengikut Napoleon kembali ke Prancis, mereka mulai membuat sejarah Mesir kuno yang komprehensif dan multi-volume, dengan gambaran rinci tentang segala hal yang mereka temui.
Lalu sebuah cerita fiksi muncul dari zaman Napoleon di Mesir mengenai hidung Sphinx, atau ketiadaan hidungnya. Mereka mengklaim bahwa pasukan Prancis menembak hidung tersebut, yang menyebabkan Sphinx rusak. Meskipun cerita ini kuat, hal tersebut tidak benar.
Sebuah sumber Islam menjelaskan, hidung Sphinx telah dihilangkan pada akhir abad ke-14. Sejarawan Mesir abad pertengahan "Al-Maqrizi" menulis bahwa seorang sufi Muslim bernama "Muhammad Shoim Al Zuhr" tidak senang dengan pemujaan yang dilakukan penduduk setempat terhadap patung Sphinx sehingga dia memahat hidung patung Sphinx. Namun, berbeda dengan janggut Sphinx, hingga saat ini tidak ada pecahan hidung patung yang ditemukan.
Sumber: arabicpost