Pengamat: Peluang Demokrat Bentuk Koalisi Baru Dinilai tidak Menarik Bagi PKS

Dibentuknya koalisi baru justru bisa menjadi pertanyaan bagi PKS.  

Republika/ Nawir Arsyad Akbar
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan pengarahan sebelum rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat dalam menyikapi kesepakatan sepihak antara Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), di kediamannya, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jumat (1/9/2023).
Rep: Fauziah Mursid Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menakar, peluang koalisi baru antara Partai Demokrat dengan Partai Keadilan Sejahters (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) seusai ditinggal deklarasi Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar. Dedi menilai, dari struktur kursi di parlemen memang memungkinkan bagi ketiga partai ini berkoalisi.


Meski demikian, koalisi baru ini akan tidak menarik bagi PKS yang sejak awal mengasosiasikan dirinya dengan figur Anies Baswedan. "Dari sisi struktur kursi di parlemen, Demokrat bisa saja bangun koalisi baru dengan PKS dan PPP, lalu usung AHY-Sandiaga, tetapi koalisi semacam ini jelas tidak menarik bagi PKS," ujar Dedi dalam keterangannya, Senin (4/9/2023).

PKS, menurut Dedi, memahami jika soliditas partai serta kadernya telanjur kuat dengan Anies. Selain itu, sejak awal juga PKS telah berkomitmen menyerahkan pilihan cawapres kepada Anies Baswedan.

"Mereka memahami jika soliditad PKS serta kadernya sudah telanjur kuat dengan Anies dan PKS menyadari komitmen koalisi sejak awal menyerahkan pilihan cawapres pada Anies Baswedan," ujarnya.

Karena itu, dengan kemudian Demokrat mendorong dibentuknya koalisi baru justru bisa menjadi pertanyaan bagi PKS. Apalagi, sejak awal dua partai ini menyerahkan kepada Anies untuk memilih cawapresnya sendiri. Karena itu, Dedi menilai, kecil kemungkinan PKS berkoalisi mendukung pasangan lain. 

"Justru, Demokrat bisa saja dianggap oleh PKS sebagai partai kekanak-kanakan, karena membangun opini seolah dikhianati dan keluar dari koalisi, padahal PKS sendiri apa yang terjadi masih sesuai dengan komitmen, sikap PKS ini bisa menguatkan pemilihnya," ujarnya.

Sementara, jika tidak membentuk koalisi baru, Demokrat punya kemungkinan bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto. Meski demikian, hal ini tidak akan menaikkan daya tawar Demokrat.

"Demokrat hanya akan menjadi periuh koalisi, tidak miliki bargaining yang kuat, karena sudah ada mitra lebih awal yang cukup kuat, yakni Golkar dan PAN," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler