Minim Kemajuan, Krisis Myanmar Coreng Wajah ASEAN
Krisis demi krisis menguji kekuatan ASEAN.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memimpin 27th ASEAN Political Security Community (APSC) Council Meeting yang digelar di gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Senin (4/9/2023). Pada kesempatan itu, salah satu isu yang dia sorot adalah tentang penanganan krisis Myanmar.
Mahfud mengungkapkan, ASEAN terus menghadapi ketidakpastian. Krisis demi krisis menguji kekuatan ASEAN. “Secara internal, kemajuan yang tidak signifikan di Myanmar meninggalkan tanda negatif bagi ASEAN. Pencapaian kita dalam mengimplementasikan APSC Blueprint 2025 dibayangi oleh belum adanya kemajuan dalam penyelesaian permasalahan Myanmar,” katanya.
Sementara itu, secara eksternal, ASEAN, ujar Mahfud, menghadapi ketegangan dan persaingan geopolitik yang semakin meningkat. Menurutnya, hal itu berpotensi memicu konflik terbuka. “Dampak kemanusiaan dan sosial-ekonomi dari perang antara Rusia dan Ukraina patut menjadi peringatan,” ujarnya.
“Kita tidak boleh membiarkan situasi yang sama terjadi di kawasan kita dan menghambat kemajuan yang telah dicapai ASEAN sejak 1967. Jika kita tidak mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan ini, relevansi kita bisa terganggu,” kata Mahfud.
Terkait krisis Myanmar, para menteri luar negeri (menlu) ASEAN melakukan tinjauan terhadap penerapan Lima Poin Konsensus (Five Points of Consensus) dalam penanganan krisis Myanmar. “ASEAN hanya bisa maju dengan kekuatan penuh jika kita bisa memastikan solusi damai dan langgeng di Myanmar. Sebagaimana diamanatkan oleh para pemimpin (negara anggota ASEAN), kita akan melakukan tinjauan komprehensif terhadap penerapan 5PC (Five Points of Consensus ) dan menyiapkan rekomendasi untuk pertimbangan para pemimpin kita,” kata Menlu RI Retno Marsudi saat membuka ASEAN Foreign Ministers’ Meeting (AMM) yang digelar sebelum APSC Council Meeting.
Sejauh ini memang belum ada kemajuan dalam penerapan 5PC. Aksi kekerasan masih terus berlangsung di Myanmar. Pada Juli lalu, organisasi Human Rights Watch bahkan sempat menyatakan bahwa pelanggaran terhadap 5PC dilakukan junta Myanmar setiap hari. Seperti yang sudah dilakukan sejak 2021, tahun ini perwakilan junta Myanmar kembali tak diundang ke KTT ASEAN.
Dalam pembukaan AMM, Retno menyampaikan, saat ini kawasan banyak menghadapi keadaan sulit. Namun dia mengingatkan, hal itu tak boleh dibiarkan mempengaruhi kerja keras mereka di KTT. “Mata masyarakat tertuju pada kita untuk membuktikan bahwa ASEAN masih penting dan dapat berkontribusi terhadap perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan,” ujarnya.