Ahli Waris Lahan Jatikarya Bantah Kepala BPN Kota Bekasi Terkait Kemenhan

Ahli waris lahan Jatikarya merasa tidak ada lagi sengketa kosinyasi dengan Kemenhan.

Republika/Putra M. Akbar
Warga membakar ban saat aksi penutupan akses jalan menuju Gerbang Tol Jatikarya 2 di Jalan Tol Cimanggis-Cibitung, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (8/2/2023).
Rep: Ali Yusuf Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kuasa hukum almarhum Nyai Dewi Binti Botak, pemilik tanah yang digunakannsebagai lokasi Tol Cimanggis-Cibitung (Cimaci) menyesalkan pernyataan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi Amir Sofwan. Kepada wartawan Amir Sofwan mengatakan, semua masalah sengketa tanah Jatikarya terkait Tol Cimaci telah diambil alih Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebagai pihak yang merasa pemilik aset, yang sedang disengketakan. 

Baca Juga


"Kuasa hukum alm Ibu Nyai Dewi Binti Botak ingin menegaskan bahwa tidak ada lagi proses litigasi terhadap tanah klien kami yang sudah digunakan negara menjadi Toll Cimanggis-Cibitung," kata Alfian Kristiyono, sebagai kuasa hukum ahli waris pemilik lahan Jatikarya, Kota Bekasi, Jawa Barat saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/9/2023).

Alfian menegaskan, dalam perkara itu sudah tidak ada lagi sengketa kosinyasi dengan Kemenhan. Pasalnya, Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR RI) telah membayar uang konsinyasi kepada Kemenhan pada 2016 yang nilainya kurang lebih Rp 18 miliar.

"Jadi, apa yang disampaikan kepala BPN seakan mengingkari Kementerian PUPR sudah membayar ganti rugi kepada Kemenhan Dephan," kata Alfian.

Bahkan, kata Alfian, pembayaran uang ganti rugi lahan kepada Kemenhan sudah dibayar langsung secara tunai. Sementara pembayaran konsinyasi kepada ahli waris warga Jatikarya, Kota Bekasi belum dilakukan hingga kini. Padahal, Tol Cimaci sudah diresmikan oleh Presideh Jokowi dan dibuka untuk umum.

"Klien kami sampai sekarang belum menerima pembayaran ganti rugi atau konsinyasi. Karena BPN sampai saat belum menerbitkan surat pengantar ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi," ujarnya.

Alfian menerangkan, surat rekomendasi itu diperlukan sebagai syarat mutlak pencarian uang kosinyasi untuk ahli waris. Menurut dia, uang konsinyasi yang harus dibayar kepada ahli waris Nyai Dewi Binti Botak sekitar Rp 218 miliar terkait lahan sekitar 4,2 hektare yang disengketakan.

"Padahal Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung telah menyampaikan surat ke Presiden agar Presiden memerintahkan eksekusi termasuk membayar uang konsinyasi kepada ahli waris atau inkrah aamaning," ujar Alfian.

 

Dia memastikan, ahli waris sudah menyelesaikan semua persyaratan pencairan uang konsinyasi. Seperti pertama kesepakatan penyelesaian atau musyawarah dari para termohon, keduA salah satu pihak sudah memenangkan perkara dan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, ketiga surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Kota Bekasi, yaitu Kepala Kantor ATR BPN Kota Bekasi, dalam hal ini Amir Sofwan.

"Jika semua syarat sudah dipenuhi, lalu apa yang menjadi dasar BPN tidak mengeluarkan surat pengantar pencarian uang kosinyasi untuk ahli waris," ucap Alfian.

Menurut Alfian, apa yang dilakukan BPN melanggar hak dasar ahli waris sebagai warga negara. BPN sebagai perwakilan negara dalam masalah pertanahan seharusnya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. "Bukan malah menyulitkan," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler