Penjelasan Kepala BNPT Seusai Gaduh Usulan Rumah Ibadah Dikontrol Pemerintah

Usulan disampaikan Rycko dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada Senin (4/9/2023).

Republika/Edwin Dwi Putranto
Kepala BNPT Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel. Belakangan Rycko mengusulkan wacana pengontrolan rumah ibadah yang menuai polemik. (ilustrasi)
Rep: Flori Sidebang, Wahyu Suryana, Febrianto Adi Saputro, Mabruroh, Muhyiddin Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia, Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel menjelaskan pandangan utuhnya mengenai usulan mekanisme kontrol rumah ibadah sebagai upaya mencegah radikalisasi. Dia menjelaskan, upaya ini diusulkan dengan menekankan pentingnya melibatkan masyarakat setempat dalam pengawasan, bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah. 

Baca Juga


“Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat,” kata Rycko siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Rycko mengungkapkan, mekanisme kontrol ini tidak mengharuskan pemerintah mengambil kendali langsung, melainkan mekanisme yang dapat tumbuh dari pemerintah dan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa pengurus masjid dan tokoh agama setempat bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran yang berpotensi radikal.

Pendekatan yang diusulkan adalah melibatkan tokoh agama dan masyarakat setempat dalam memantau dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat dalam penyebaran pesan kebencian dan kekerasan. "Dari tokoh-tokoh agama setempat, atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasaan, itu harus disetop," jelas dia. 

Selanjutnya, kata Rycko, mereka yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan anti moderasi beragama dapat dipanggil, diberikan edukasi maupun pemahaman, hingga ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat. Apabila terjadi perlawanan atau mengulangi hal yang sama, maka masyarakat dapat menindaklanjuti dengan menghubungi aparat. 

Rycko juga menekankan bahwa pemerintah sendiri tidak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah. “Kalau pemerintah yang mengontrol tak akan sanggup,” ungkap dia.

Rycko mengungkapkan, BNPT pun telah melakukan studi banding ke beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah. Namun, ia menyadari bahwa situasi di Indonesia berbeda.

Oleh karena itu, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat. Di antaranya, yakni tokoh agama, tokoh adat dan tokoh budaya sebagai alternatif yang lebih cocok untuk konteks Indonesia.

Sebelumnya, usulan ini Rycko sampaikan dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada Senin (4/9/2023). Ia menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR, Safaruddin yang menyinggung adanya karyawan PT KAI yang terpapar paham radikalisme beberapa waktu lalu. Namun, belakangan, usulan tersebut menuai polemik di tengah masyarakat.

 

 

Anggota Komisi III DPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengkritik usulan Kepala BNPT agar semua rumah ibadah dikontrol pemerintah. Ia merasa, usulan itu bisa malah bisa membahayakan keakraban masyarakat.

Ia merasa, itu tidak sesuai prinsip konstitusi yang berlaku di Indonesia sebagai negara hukum yang berdaulat. Apalagi, konstitusi yang berlaku di Indonesia menghormati pelaksanaan ajaran agama sebagai bagian dari HAM.

"Selain berbahaya bagi pelaksanaan HAM terkait kebebasan beragama, bisa menghilangkan harmoni karena bisa memicu tumbuhnya sikap saling curiga sesama anak bangsa yang selama ini harmoni beribadah di rumah ibadah," kata HNW, Rabu (6/9/2023).

HNW menilai, BNPT seharusnya memahami dengan baik dan benar banyaknya ketentuan dalam UUD NRI 1945. Yang mana, memberi jaminan dan kebebasan bagi rakyat untuk memeluk agama dan melaksanakan peribadahan agamanya.

Bila ada indikasi penyebaran kebencian dan laku radikalisme di rumah ibadah, penegak hukum dapat melakukan tindakan preventif dan persuasif. Bahkan, bisa memaksimalkan kewenangan ormas keagamaan untuk mengelola.

Ia sepakat menolak segala bentuk tindakan yang tidak sesuai Pancasila dan UUD NRI 1945 seperti separatisme, komunisme dan radikalisme. Tapi, BNPT harusnya tampilkan bukti menyebutkan tempat ibadah yang dicurigai.

"Itu harus jelas terlebih dulu pelanggaran hukumnya. Jangan hanya karena ada laporan dari satu pihak lalu digeneralisasi dikontrol semuanya, itu bisa memunculkan ketakutan, saling curiga dan membuat ketidaknyamanan," ujar HNW.

HNW berharap, usulan mengontrol tempat ibadah dibatalkan. Ia menegaskan, Indonesia sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 negara hukum yang bertujuan memberi kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat dengan kedaulatan hukum.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Alhabsyi juga menilai soal usulan  BNPT agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia sebagai pemikiran sesat.

"Usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia adalah pemikiran yang sesat,"  kata Aboe Bakar dalam keterangannya, Selasa (5/9/2023).

Apalagi menurutnya jika usulan tersebut bertujuan agar tempat ibadah tidak menjadi sarang radikalisme. Usulan tersebut dinilai seolah menuduh bahwa tempat ibadah adalah sarang terorisme. 

"Pasti ini akan menyinggung kalangan umat beragama," ucapnya. 

Politikus PKS itu meminta agar tidak menggeneralisasi semua tempat ibadah jika ada oknum yang memang terlibat. Ia pun mencontohkan adanya tiga anggota polisi yang ditangkap lantaran diduga terlibat jaringan teroris di Bekasi. 

"Apakah kemudian BNPT akan mengawasi semua kantor Polisi yang ada di Indonesia. Kalau pemikiran pakai pukul rata, logika kita akan rusak. Oleh karenanya, atas persoalan terorisme harus dikelola secara proporsional dan profesional," ungkapnya.


 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat menyesalkan usulan yang disampaikan oleh Kepala BNPT. BNPT ingin semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah. Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas menilai, itu jelas-jelas bertentangan jiwa dan semangat dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Menyatakan, negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing.

"Dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya," kata Abbas, Selasa (5/9/2023).

Ia melihat, usulan itu turut bertentangan jiwa dan semangatnya dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Yang mana, menyatakan kalau setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Jadi, kebebasan beribadah dan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi. Karenanya, keinginan BNPT agar rumah ibadah diawasi dan dikontrol pemerintah jelas langkah mundur.

"Mencerminkan cara berfikir dan bersikap yang tidak sesuai prinsip-prinsip demokrasi yang sudah kita bangun dan kembangkan selama ini secara bersusah payah," ujar Abbas.

Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom pun merespons usulan Kepala BNPT, Rycko Amelza Dahniel, yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah. Menurut dia, usulan tersebut merupakan langkah mundur dari proses demokrasi di Indonesia. 

"Merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama pasca reformasi 1998," ujar Gomar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (5/9/2023).

Menurut dia, semua elemen bangsa sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi masyarakat Indonesia sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. "Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah," ucap dia. 

Terorisme (ilustrasi) - (republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler