Isu Sanksi Perang Rusia Perdalam Perpecahan Negara G20

Sanksi terhadap Rusia memperdalam perpecahan di antara negara-negara Kelompok 20

EPA-EFE/DIVYAKANT SOLANKI
Siswa Sekolah Seni Gurukul memperlihatkan gambar potret kepala negara G20 untuk KTT G20 mendatang, di Mumbai, India, Selasa (5/8/2023).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Janet Yellen, menghadapi skeptisisme yang semakin besar dari beberapa negara maju dan berkembang. Hal ini disebabkan sanksi terhadap Rusia memperdalam perpecahan di antara negara-negara Kelompok 20 (G20).

Ketika para pemimpin dunia dan menteri keuangan bertemu pekan ini di India untuk KTT G20, perpecahan mulai terlihat. Sementara aliansi beberapa negara yang telah lama menolak upaya pimpinan AS untuk menjatuhkan hukuman ekonomi terhadap Moskow atas perang di Ukraina, tampak makin erat.

Amerika Serikat dan sekutunya di antara negara-negara industri besar Kelompok Tujuh (G7) bersikeras bahwa, sanksi dan pembatasan harga minyak Rusia telah berhasil membatasi pendapatan bagi perekonomian Rusia. Kendati demikian, perekonomian Rusia tumbuh, sebesar 4,9 pesen pada kuartal kedua 2023.

Sementara itu, Rusia dan Cina telah mendeklarasikan kemitraan “tanpa batas”. Sementara blok ekonomi Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, yang dikenal sebagai BRICS, berupaya meningkatkan penggunaan mata uang lokal dibandingkan dolar AS.  Hal lain yang terlihat pada KTT G20 adalah meningkatnya kedekatan hubungan AS-India sehubungan dengan kekhawatiran bersama mengenai ketegasan militer dan ekonomi Cina.

Saat Presiden Joe Biden dan Yellen mengunjungi New Delhi, mereka harus menghadapi lingkungan ekonomi dan politik yang lebih terfragmentasi, selama negosiasi yang sulit mengenai pengamanan pasokan pangan dan energi untuk negara-negara berkembang. Kunjungan Yellen terjadi tak lama setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan, perjanjian penting yang memungkinkan Ukraina mengekspor gandum dengan aman melalui Laut Hitam selama perang tidak akan dilaksanakan sampai negara-negara Barat memenuhi tuntutannya terhadap permintaan Moskow untuk mengekspor pertanian sendiri.

Putin mengatakan, perjanjian paralel yang menjanjikan untuk menghilangkan hambatan terhadap ekspor pangan dan pupuk Rusia belum dipenuhi. Para pejabat Rusia juga mengeluhkan pembatasan pengiriman dan asuransi yang menghambat perdagangan pertanian mereka. Rusia berharap dapat menggunakan kekuasaannya atas ekspor Ukraina ke Laut Hitam sebagai alat tawar-menawar untuk mengurangi sanksi Barat.

“Saya pikir, kombinasi berbagai faktorlah yang menyulitkan G20 untuk bekerja sama seperti yang mereka lakukan di masa lalu,” kata Rachel Ziemba, asisten senior di Center for a New American Security.

Ziemba mengatakan, beberapa faktor tersebut antara lain perang di Ukraina, serta penggunaan mata uang dan komoditas sebagai senjata. “Hal yang saya bayangkan bisa mereka dapatkan adalah pentingnya mengalirkan energi dan pangan serta masalah ketahanan pangan lainnya bagi negara-negara berkembang,” ujar Ziemba.

AS akan menekankan konsekuensi perang...

Baca Juga


Departemen Keuangan mengatakan, perjalanan Yellen ke India selama empat hari akan menyoroti pentingnya membebankan biaya besar pada Rusia dan mengurangi dampak buruk global.  Yellen akan menekankan konsekuensi perang, termasuk melalui pembatasan harga, yang telah mencapai dua tujuan yaitu mengurangi pendapatan Rusia sekaligus menjaga harga energi global tetap stabil.

Yellen juga akan memfokuskan upaya pada penguatan ketahanan pangan melalui perubahan pada bank pembangunan multilateral dan menambah Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian.  Hal ini mungkin sulit dilakukan karena negara-negara G20 semakin tertarik untuk membentuk blok dan beberapa pemimpin, termasuk Presiden Cina Xi Jinping, tidak hadir dalam pertemuan puncak tersebut.

Josh Lipsky, direktur senior Pusat GeoEkonomi Dewan Atlantik, mengatakan, pertemuan KTT G20 harus menjadi kesempatan untuk membahas apa yang disepakati negara-negara. Termasuk masalah bank pembangunan multilateral dan perubahan pada restrukturisasi utang.

“India ingin menampilkan dirinya sebagai penyelenggara dunia pada saat terjadi fragmentasi internasional. Akan lebih sulit jika Xi tidak berada di sana," ujar Lipsky.

Terdapat risiko terhadap guncangan yang lebih besar dalam perekonomian global. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, pembatasan perdagangan internasional yang lebih besar dapat mengurangi output ekonomi global sebanyak 7 persen dalam jangka panjang, atau sekitar 7,4 triliun dolar AS.

Perdagangan antara Cina dan Rusia telah membengkak. Sebagian besar disebabkan oleh dampak sanksi Barat terhadap Rusia, serta pembatasan harga minyak Rusia, sehingga memungkinkan Cina dan India membeli energi dari Rusia dengan harga diskon.  Namun, perekonomian Cina masih menghadapi kemerosotan secara keseluruhan.

Mark Sobel, penasihat senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional, mengatakan, pengiriman minyak Rusia diorientasikan kembali ke Cina dan India. "Negara G7 mengantisipasi jika hal ini memberi Cina dan India ruang lingkup yang lebih besar untuk mencari diskon minyak Rusia, hal ini berarti lebih sedikit  pendapatan bagi Rusia dan konsisten dengan tujuan tindakan G7," ujar Sobel.

Sobel mengatakan, sanksi terhadap Rusia serta langkah-langkah lain untuk mengekang pendapatan minyak Rusia sangat tepat. Rusia dan Cina semakin banyak bertransaksi dengan mata uang lokal untuk menggantikan dolar AS. Sementara negara-negara BRICS telah sepakat untuk memperluas perdagangan dalam mata uang lokal mereka untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Kritikus di negara-negara berkembang semakin tidak nyaman dengan kemampuan AS dalam menggunakan pengaruh dolar di seluruh dunia untuk menjatuhkan sanksi terhadap negara-negara pesaingnya, termasuk Rusia. Pada  2015, negara-negara BRICS meluncurkan Bank Pembangunan Baru (New Development Bank) sebagai alternatif dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Bank Dunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dan Eropa.

“Kita harus realistis mengenai apa yang bisa dicapai oleh Kelompok 20 ini. Tapi menurut saya ada manfaatnya memiliki tempat bertemunya negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sebagai tempat untuk memahami di mana negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia bertemu," ujar Ziemba.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler