KPAI Desak Polri Usut Penembakan Gas Air Mata Saat Bentrok di Pulau Rempang

Aris merasa, polisi tak layak menembakkan gas air mata di wilayah banyak anak-anak.

Antara/Teguh Prihatna
Sejumlah warga melakukan aksi pemblokiran jalan di jembatan empat Rempang, Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin (21/8/2023).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Mabes Polri mengusut aksi penembakan gas air mata dalam bentrok yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023). Aksi tersebut menyebabkan sejumlah siswa menjadi korban keganasan gas air mata.

Baca Juga


Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyesalkan penembakan gas air mata terhadap anak sekolah di sekitar Pulau Rempang terkait penertiban lahan demi kepentingan investasi. Adi menyatakan, tindakan itu bisa berakibat fatal. 

"Ini sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan Pemda dan polisi karena implikasinya berdampak buruk pada anak di sekolah sekitar," kata Aris dalam keterangannya di Jakarta pada Jumat (8/9/2023).

Aris menyampaikan, tindakan kepolisian seharusnya disesuaikan kondisi lingkungan sekitarnya. Dia merasa, polisi tak layak menembakkan gas air mata di wilayah yang banyak anak-anak.

"Mestinya pemda dan polisi bisa penuhi protapnya yang mempertimbangkan anak sehingga anak sekolah tidak menjadi korban," ujar Aris.

Dia menegaskan, aksi aparat sudah menimbulkan rasa trauma kepada diri anak yang menjadi korban. Perasaan trauma itu bahkan bisa saja berlangsung panjang.

"Dari video terlihat anak-anak lari kesana kemari yang tentu membuat situasi trauma luar biasa. Ini tidak dibenarkan dalam perspektif perlindungan anak," lanjut Aris.

Oleh karena itu, Aris mendorong polisi mendalami kemungkinan adanya oknum yang melanggar prosedur pengamanan dengan menembak gas air mata. Oknum polisi tersebut, lanjut Aris, pantas disanksi dengan hukuman setimpal atas ulahnya.

"Perlu ditindak kalau langgar protap. Ini bentuk kekerasan anak, apalagi dilakukan saat jam belajar di satuan pendidikan. Ini mengecewakan," ucap Aris.

Selanjutnya, Aris mendorong Pemda dan polisi merawat anak yang menjadi korban sekaligus memulihkan rasa trauma mereka.  Aris tak ingin korban dipungut biaya atas biaya perawatan yang timbul akibat ulah polisi.

"Polda Kepri dan pemda, BP Batam harus tanggungjawab beri pemulihan karena korban anak pasti alami trauma, dan perlu pendampingan pada sekolah terdampak," ujar Aris.

Sebelumnya, Ggbungan 78 lembaga swadaya masyarakat, mengecam keras sikap brutal polisi bersama militer dari Angkatan Laut (AL) dalam mengatasi krisis keamanan di Pulau Rempang. Pada Kamis (7/9/2023) dilaporkan, aksi penolakan penggusuran warga Pulau Rempang oleh BP Batam dengan memanfaatkan Polri dan TNI sebagai ‘tukang pukul’, berujung pada bentrokan.

Warga ditangkap...

Enam warga dilaporkan ditangkap, dan puluhan masyarakat setempat, mengalami luka-luka akibat serbuan gas air mata. Anak-anak sekolah, yang sedang berada di kelas-kelas belajar, pun terpaksa dibubarkan paksa lantaran serbuan gas air mata petugas gabungan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler