Nakes RS Sentosa Kembali Diperiksa Polisi, Tindak Lanjut Laporan Ibu Bayi Tertukar

Lima nakes RS Sentosa disebut masih dinonaktifkan dari tugasnya.

Republika/ Shabrina Zakaria
Para kuasa hukum ibu bayi tertukar mendatangi Polres Bogor untuk melaporkan RS Sentosa pada Jumat (1/9/2023).
Rep: Shabrina Zakaria Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sejumlah tenaga kesehatan (nakes) RS Sentosa kembali diperiksa Polres Bogor, Jawa Barat. Pemeriksaan ini berkaitan dengan laporan dua ibu bayi tertukar.

Baca Juga


Menurut Juru Bicara RS Sentosa Bogor, Gregg Djako, nakes yang dimintai keterangan itu merupakan orang yang diperiksa Polres Bogor pada Agustus 2023, saat awal kasus bayi tertukar mencuat. “Iya, betul, (nakes) yang sama. Nakes saja (yang diperiksa), ada tujuh orang,” kata Gregg kepada Republika, Kamis (14/9/2023).

Gregg tidak mengetahui pertanyaan apa saja dari penyidik kepada para nakes itu. Ia memperkirakan seputar kejadian tertukarnya bayi Siti Mauliah dan Dian Prihatini pada Juli 2022. “Kalau ditanya apa saja, saya enggak tahu. Itu kan materi penyelidikan. Tapi, kayaknya sih seputar peristiwa,” ujar dia.

Terkait kasus bayi tertukar itu, manajemen RS Sentosa menonaktifkan lima nakes dari tugasnya. Menurut Gregg, hingga kini lima nakes itu masih dinonaktifkan. Hal ini juga disebut berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan polisi.

Kan sekarang masih diperiksa, (jadi) dinonaktifkan dulu. Iya (dinonaktifkan) selama proses masih berjalan. Karena kan kita benturan dengan undang-undang (UU) yang lain. UU Ketenagakerjaan tidak bisa memberhentikan orang seenaknya,” kata Gregg.

Berdasarkan hasil tes DNA silang, bayi Siti Mauliah (37 tahun) dan Dian Prihatini (33) memang tertukar. Meskipun sudah ada kepastian ibu kandungnya, kasus ini tak begitu saja berhenti. Pihak ibu bayi tertukar ini melaporkan RS Sentosa ke Polres Bogor pada Jumat (1/9/2023). 

“Dugaan tindak pidana atas tertukarnya bayi tersebut,” kata kuasa hukum Dian Prihatini, Binsar Aritonang, di Marks Polres Bogor, Jumat (1/9/2023) malam.

Kuasa hukum Siti Mauliah, Rusydiansyah Nur Ridho mengatakan, RS Sentosa dilaporkan dengan Pasal 62 Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen. “Yang akan kita sasar dalam laporan ini pelaku usahanya, bukan individu dari perawatnya,” kata Rusydi.

Jalan buntu tawaran RS Sentosa

Rusydi mengatakan, pelaporan RS Sentosa ke Polres Bogor dilakukan setelah upaya restorative justice tidak menemukan kesepakatan.

 

Upaya restorative justice itu diajukan pihak RS Sentosa. “Deadlock, tidak ada kata sepakat,” kata dia, saat melaporkan RS Sentosa ke Polres Bogor, Jumat (1/9/2023).

Rusydi pun menyebut kliennya menolak tawaran dari RS Sentosa terkait fasilitasi layanan kesehatan dan beasiswa pendidikan hingga berusia 18 tahun. Menurut dia, apa yang ditawarkan oleh RS Sentosa itu sudah difasilitasi oleh negara melalui BPJS Kesehatan dan sekolah negeri gratis. “Betul, kita tolak. Tidak masuk akal lah, itu sudah hak dasar ya, pendidikan dan kesehatan,” kata dia.

Menurut Rusydi, pihaknya ingin ibu yang bayinya tertukar ini mendapat keadilan atas apa yang sudah dialami selama setahun terakhir. Selain itu, kata dia, ada pembelajaran juga untuk pihak RS.

“Kami ingin rumah sakit, perusahaan rumah sakit tersebut, bisa menunjukkan tanggung jawab terkait hal ini, agar ke depannya tidak lagi terulang kejadian seperti ini. Ini concern kami,” ujarnya.

Kuasa hukum Dian Prihatini, Binsar Aritonang, juga menyampaikan penolakan kliennya atas tawaran RS Sentosa. Alasannya tak jauh berbeda. Proses hukum pun ditempuh. “Kami akan melakukan tuntutan pidana maupun perdata,” kata Binsar.

Juru Bicara RS Sentosa, Gregg Djako, mengatakan, manajemen RS Sentosa menyayangkan penolakan atas penawaran fasilitasi layanan kesehatan dan beasiswa pendidikan itu. “Rumah sakit mengajukan kompensasi sesuai kemampuannya. Ada kompensasi lain yang ditawarkan, itu juga ditolak,” kata Gregg kepada Republika, Rabu (6/9/2023).

Menurut Gregg, kedua ibu bayi, melalui kuasa hukumnya, mengajukan kompensasi berupa uang. Gregg tidak menyebut berapa nominalnya. Namun, ia mengatakan, RS Sentosa tidak mampu menyanggupi permintaan tersebut.

“Mereka mengajukan kompensasi yang tidak mampu dipenuhi rumah sakit. Nominal uang, tapi tidak mampu rumah sakit. Rumah sakit enggak punya duit. Rumah sakit Tipe C di kampung, pasiennya BPJS semua,” kata Gregg.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler