Masih Terima Santri Kalong, Pesantren Al Munawwir Krapyak: Perkuat Basis Pendidikan  

Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta masih menerima santri kalong.

Dok Republika
Masih Terima Santri Kalong, Pesantren Al Munawwir Krapyak: Perkuat Basis Pendidikan. Foto: Masjid (ilustrasi)
Rep: Silvy Dian Setiawan Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta masih menerima santri kalong untuk belajar agama, disaat sudah banyak pondok pesantren yang sudah tidak menerima santri kalong. Santri kalong sendiri merupakan santri yang belajar di pesantren, namun tidak menetap atau mondok.

Baca Juga


Berbeda dengan santri mukim yang menetap di pondok pesantren, santri kalong hanya mengikuti kegiatan di pondok kemudian pulang. Sebagian besar, santri kalong ini merupakan warga sekitar pondok pesantren.

Meski begitu, santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta berbeda dengan pondok pesantren lain. Hal ini diungkapkan Koordinator Divisi Akademik Yayasan Pondok Pesantren Al Munawwir krapyak Yogyakarta, Muhammad Yunan.

Pasalnya, santri kalong yang belajar di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta justru sebagian besarnya merupakan santri dari luar DIY. Hal ini dikarenakan santri kalong di pondok pesantren tersebut merupakan mahasiswa yang berkuliah di DIY.

"Santri kalongnya Krapyak dengan pondok yang lain itu beda. bedanya begini, kalau di pondok lain santri kalong rata-rata penduduk sekitar. Kalau di Krapyak itu santri kalongnya mahasiswa yang ngekos di sekitar pondok," kata Yunan kepada Republika belum lama ini.

Yunan menjelaskan bahwa masih diterimanya santri kalong di pondok pesantren yang berlokasi di kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, DIY ini dengan tujuan untuk memperkuat basis pendidikan. Terlebih, fenomena santri kalong di Krapyak sendiri sudah ada sejak dulu.

Yunan menyebut, banyak tokoh-tokoh nasional yang lahir dari menimba ilmu di Krapyak. Bahkan, sejak dulu tokoh-tokoh nasional dari Krapyak juga merupakan santri kalong, sekaligus mahasiswa yang menempuh pendidikan di DIY.

"Krapyak itu sejak dulu memang dibuka (untuk santri kalong) untuk memperkuat basis pendidikan. Banyak tokoh-tokoh nasional lahir dari pondok ini, karena sejak awal mereka belajar disini, namun mereka juga kuliah (di perguruan tinggi di DIY) semua. Jadi mereka ngekos di sekitar pondok, siangnya kuliah dan malamnya (belajar) di pondok)," ucap Yunan.

Maka dari itu, tidak heran jika banyak kos-kosan yang ada di sekitar Krapyak. Lebih lanjut, Yunan juga menuturkan bahwa masih diterimanya santri kalong ini juga untuk memfasilitasi mereka yang ingin kuliah di DIY, namun sekaligus juga ingin menimba ilmu agama di pondok pesantren.

"Kita segmennya beda, karena di Yogya banyak mahasiswa, banyak kampus, tapi banyak juga orang tua yang tetap ingin anaknya mengaji di pesantren sambil anaknya juga ingin kuliah. Jadi kita fasilitasi itu," jelasnya.

Meski begitu, beberapa santri kalong di Krapyak juga merupakan warga sekitar pondok pesantren. Mereka yang lebih memilih untuk 'ngalong' dikarenakan memiliki aktivitas lain di luar pondok yang tidak bisa ditinggalkan.

"Ada juga beberapa penduduk sekitar, tetangga (pondok pesantren) yang mereka siangnya bekerja, tapi malamnya ngaji di Krapyak," ungkap Yunan.

 

Untuk mengakomodasi santri kalong ini, Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta juga menyiapkan kurikulum khusus. Dengan begitu, kurikulum antara santri kalong dengan santri mukim dibedakan.

"Kelasnya juga kita bedakan. Kalau santri mukim tentu programnya fokus, kalau santri kalong bagaimana intinya pondok itu tetap bisa membuka diri kepada siapa saja yang ingin belajar agama. Misalnya kelasnya (untuk santri kalong) dibuka setelah Maghrib sampai setelah Isya pukul 09.00 WIB, setelah itu pulang," jelasnya.

Selain itu, untuk memfasilitasi santri kalong ini juga membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang cukup. Yunan menuturkan bahwa pihaknya memiliki SDM yang cukup untuk bisa mengakomodasi santri kalong, mengingat Krapyak sendiri sudah memfasilitasi santri kalong sejak lama.

"Fasilitas kita sediakan, guru-gurunya juga kita sediakan, termasuk kurikulum kita siapkan," ujarnya.

Saat ini jumlah santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta sendiri mencapai lebih dari 2.000 santri. Namun, untuk santri kalong sekitar 100 santri, yang sebagian besarnya merupakan mahasiswa.

"Di Krapyak itu kekhasannya pondok penghafal Quran, rata-rata anak kuliah di UGM dan UIN yang ingin menghafal Alquran, dan ngekos dekat pondok. Ke pondok kadang hanya untuk setor hafalan Quran saja," kata Yunan.

Berbeda dengan Krapyak, Pondok Pesantren Tunarungu Darul A'shom di Kecamatan Sleman, DIY justru sudah tidak lagi menerima santri kalong. Pondok pesantren ini mewajibkan seluruh santrinya untuk mondok atau tinggal di pondok pesantren.

Pimpinan Pondok Pesantren Tunarungu Darul A'shom, Ustaz Abu Kahfi mengatakan, pihaknya sudah tidak tidak menerima santri kalong dalam tiga tahun terakhir. Hal ini dikarenakan ada kekhawatiran terkait pengaruh yang bisa dibawa dari luar pondok pesantren terhadap santri mukim.

"Risikonya besar sekali, sementara yang mukim ini lebih banyak. Dulu kita yang kalong itu sedikit tapi membawa risiko yang luar biasa ke yang mukim. Awalnya hanya setahun saja kita menerima santri kalong, setelah itu kami tutup karena risikonya berat," kata Abu Kahfi kepada Republika.

Ia menjelaskan, santri kalong tentu memiliki kebebasan yang lebih dibandingkan santri yang mukim di pondok pesantren. Hal ini dinilainya bisa mempengaruhi santri mukim, yang bahkan sampai tidak mau tinggal di pondok pesantren.

Selain itu, pihaknya juga akan kesulitan untuk mengawasi dan mendampingi santri kalong. Mengingat santri ini waktunya justru lebih banyak di luar, dibandingkan dalam pondok pesantren.

Santri kalong lebih banyak hanya mengikuti program dalam pondok pesantren di malam hari. Beda dengan santri mukim, yang mana pengawasannya dilakukan selama 24 jam di dalam pondok.  

"(Santri mukim) Mereka disini semua full bimbingan kita dan pengawasan kita. kalau santri kalong, mereka contohnya hanya empat jam atau lima jam di pondok pesantren adn di luar lebih lama, dan pengaruhnya lebih besar di luar," ucap Abu Kahfi

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler