Berpidato di PBB, Erdogan Sebut Islamofobia Menyebar Seperti Virus di Negara Maju

Erdogan menilai, Islamofobia telah mencapai titik puncaknya yang berbahaya

EPA-EFE/MICK TSIKAS
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengangkat isu penistaan dan pembakaran Alquran saat berpidato di sidang Majelis Umum PBB, Selasa (19/9/2023).
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengangkat isu penistaan dan pembakaran Alquran saat berpidato di sidang Majelis Umum PBB, Selasa (19/9/2023). Dia menilai Islamofobia telah mencapai titik puncaknya yang berbahaya.

“Rasialisme, xenofobia, dan Islamofobia, yang menyebar seperti virus terutama di negara-negara maju, telah mencapai tingkat yang tidak dapat ditoleransi,” kata Erdogan dalam pidatonya, dikutip Anadolu Agency.

Menurut Erdogan, tanda-tanda xenofobia, rasialisme, dan Islamofobia yang berkembang menjadi krisis baru telah mencapai tingkat mengkhawatirkan pada tahun lalu. Dia menyesalkan bahwa politisi populis di banyak negara terus bermain api dengan mendorong tren berbahaya ini.

“Mentalitas yang mendorong serangan keji terhadap Alquran di Eropa dengan membiarkannya berkedok kebebasan berekspresi sebenarnya sedang menggelapkan masa depan Eropa,” ujar Erdogan.

Dia menegaskan Turki akan terus mendukung inisiatif untuk memerangi Islamofobia di semua platform, khususnya PBB, Organisasi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE), dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Erdogan meminta para pemimpin dunia yang menolak serangan terhadap nilai-nilai suci tersebut mendukung perjuangan Turki.

Sepanjang tahun ini, aksi penistaan dan pembakaran Alquran terjadi berulang kali di Eropa, terutama di Swedia dan Denmark. Pada Januari lalu, politisi sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan, beberapa kali melakukan aksi pembakaran Alquran. Dia melakukan aksinya di dekat gedung Kedutaan Besar Turki di Stockholm dan Kopenhagen. Aksi tersebut merupakan bentuk protes Paludan karena Turki tak kunjung menyetujui permohonan keanggotaan Swedia ke Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Meski menuai kecaman dari dunia Muslim, aksi pembakaran Alquran terus berlanjut di Swedia. Setelah Paludan, pelaku utama pembakaran adalah Salwan Momika, yakni imigran asal Irak. Sementara di Denmark, aksi penistaan dan pembakaran Alquran berulang kali dilakukan anggota kelompok sayap kanan Danske Patrioter.

Swedia dan Denmark mengecam aksi penistaan serta pembakaran Alquran...


 

Swedia dan Denmark mengecam aksi penistaan serta pembakaran Alquran tersebut. Namun kedua negara tak dapat menindak atau menghukum pelaku karena tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Kendati demikian, gelombang kecaman komunitas internasional, tak hanya oleh negara-negara Muslim, tapi juga Uni Eropa dan PBB, mengubah sikap Denmark.

Pada 25 Agustus 2023, Menteri Kehakiman Denmark Peter Hummelgaard mengatakan, Pemerintah Denmark akan mengajukan RUU yang bertujuan melarang aksi penistaan dan pembakaran Alquran di negara tersebut.

Hummelgaard menjelaskan, dalam RUU terkait diatur mengenai larangan perlakuan tak pantas terhadap objek-objek keagamaan yang penting bagi komunitas beragama. Artinya, selain Alquran, lewat RUU tersebut, Swedia bakal melarang aksi penistaan terhadap kitab-kitab suci keagamaan lainnya, termasuk Alkitab dan Taurat.

Hummelgaard mengatakan, RUU tersebut ditujukan terutama pada aksi penistaan dan pembakaran kitab suci di tempat-tempat umum. Dalam RUU diatur, pelaku pelanggaran bakal diganjar denda dan dua tahun penjara. RUU, jika disahkan, akan dimasukkan dalam bab 12 kitab undang-undang hukum pidana Denmark, yang mencakup keamanan nasional.

Menurut Hummelgaard, keamanan nasional merupakan motivasi utama diajukannya RUU tersebut. “Kami tidak bisa terus berpangku tangan sementara beberapa orang melakukan apa saja untuk memicu reaksi kekerasan,” katanya. 

Terkait pembakaran Alquran yang berulang kali terjadi di negaranya, Hummelgaard mengatakan aksi itu pada dasarnya menghina dan tidak simpatik. Dia menilai, berulangnya aksi pembakaran dan penistaan Alquran merugikan Denmark dan kepentingannya.

Sementara itu Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson sempat menyampaikan bahwa dia menghormati keputusan Denmark mengajukan RUU untuk mengkriminalisasi aksi penistaan kitab suci keagamaan, termasuk Alquran. “Saya sangat menghormati apa yang dilakukan Denmark,” kata Kristersson dalam sebuah konferensi pers, 26 Agustus 2023 lalu.

Kristersson mengungkapkan, Swedia dan Denmark memiliki UU yang berbeda. Dia menyebut negaranya harus mengamandemen konstitusi jika ingin mengikuti langkah Kopenhagen. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Swedia sempat merespons pertanyaan Anadolu Agency tentang apakah negara tersebut akan mencontoh upaya yang ditempuh Denmark untuk mencegah berulangnya aksi pembakaran Alquran. Mereka mengatakan bahwa Swedia memiliki “sistem perizinan” yang tidak dimiliki Denmark.

“Artinya, kami mempunyai kemungkinan untuk memperluas proses pemeriksaan permohonan izin (aksi penistaan kitab suci) sehingga keamanan Swedia dapat dipertimbangkan,” ungkap Kemenlu Swedia.

Kemenlu Swedia menekankan bahwa mereka menentang aksi penistaan Alquran atau kitab suci lainnya. Menurutnya, tindakan tersebut kurang ajar dan merupakan sebuah provokasi. “Pemerintah Swedia dengan tegas menolak tindakan ini, yang tidak mencerminkan pendapat pemerintah dan juga pendapat mayoritas rakyat Swedia,” ucapnya.

Kemenlu Swedia menambahkan, saat ini UU Ketertiban Umum sedang dalam proses peninjauan. Tujuannya adalah memastikan bahwa keamanan negara dapat dipertimbangkan ketika memeriksa permohonan izin untuk pertemuan publik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler