Saling Tuding Karen Agustiawan dan Dahlan Iskan Soal Kasus Korupsi LNG di Pertamina

Karen ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan pada Selasa (19/9/2023).

Republika/Thoudy Badai
Tersangka mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014, Karen Agustiawan menaiki mobil tahanan usai dihadirkan dalam konferensi pers pengumuman penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023). KPK resmi menetapkan status tersangka sekaligus melakukan penahanan terhadap mantan Direktur Umum PT Pertamina Karen Agustiawan dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair di Pertamina tahun 2011-2021.
Rep: Flori Sidebang Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks direktur utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, menyebut Dahlan Iskan mengetahui bahkan menandatangani proses pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) 2011-2021. Karen menegaskan, saat itu Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN dan menjadi penanggung jawab proyek tersebut.

Adapun KPK telah menetapkan Karen sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) 2011-2021. Lembaga antirasuah ini langsung menahan Karen selama 20 hari ke depan.

"Pak Dahlan tahu karena Pak Dahlan penanggung jawab," kata Karen kepada wartawan, Selasa (19/9/2023) malam.

“Itu jelas banget (ada disposisi tanda tangannya Dahlan Iskan). Tolong nanti (yang UKP4) ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya,” kata dia menambahkan.

Karen juga membantah tudingan dia bermain sendiri dalam kasus korupsi ini. Ia menjelaskan, jajaran Direksi PT Pertamina telah menyetujui pengadaan LNG ini.

“Itu sudah disetujui seluruh direksi secara kolektif kolegial dan secara sah karena ingin melanjutkan apa yang tertuang dalam proyek strategis nasional,” ujar Karen.

Bahkan, ia mengungkapkan, sebelum disetujui direksi, proyek ini telah melewati tahap uji tuntas atau due diligence. Sebagai informasi, uji tuntas ini merupakan penyelidikan secara menyeluruh pada perusahaan terkait aset, kewajiban, risiko usaha, dan lain-lain.

Baca Juga


Kegiatan ini bermanfaat untuk membantu membuat keputusan bisnis dan investasi yang tepat. "Ada due diligence, ada tiga konsultan yang terlibat," tegas Karen.

Sebelumnya, mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan juga menyebut nama Karen Agustiawan saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan rasuah pengadaan gas alam cair LNG di PT Pertamina (Persero) 2011-2021. Dia mengungkapkan, tersangka dalam kasus ini adalah eks dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan.

Hal itu Dahlan sampaikan usai dimintai keterangan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (14/9/2023). Dia diperiksa selama kurang lebih lima jam sejak pukul 10.00 WIB.

“(Pemeriksaan) terkait Bu Karen. Tahu kan, Bu Karen. Iya (yang tersangka),“ kata Dahlan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Dahlan membantah bahwa dalam pemeriksaan tersebut dirinya ditanyai mengenai aliran dana dalam kasus ini. Ia pun mengaku tidak mengetahui soal adanya pengadaan LNG. "Ditanya tahu enggak beli-beli LNG. Saya bilang enggak tahu," ungkap Dahlan.

“Tidaklah (tidak tahu). Saya kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu teknis sekali di perusahaan (soal pembelian),” tutur dia menambahkan.

KPK mengungkap kasus ini bermula ketika PT Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekitar tahun 2012. Sebab, perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia kurum waktu 2009-2040.

"Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Selasa.

Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Diantaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen diduga secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.

"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu," tegas Firli.

Dalam prosesnya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

“Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun,” ujar Firli.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler