Inovasi Bank Sampah Yogyakarta, Transaksi Bisa Secara Non Tunai

Digitalisasi transaksi di bank sampah ini mendapat apresiasi.

Republika/Wihdan Hidayat
Warga membawa sampah untuk setoran bulanan di Bank Sampah Suryo Resik, Suryodiningratan, Yogyakarta.
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Menabung di bank sampah di Kota Yogyakarta kini dapat dilakukan secara non tunai. Sampah yang disetor, ditimbang, dicatat, dan tabungan uang hasil penyetoran sampah akan langsung masuk ke rekening nasabah melalui rekening Laku Pandai.

Inovasi ini dilakukan dengan melibatkan agen Laku Pandai Bank BPD DIY. Pada tahap awal, ada 70 bank sampah yang menerapkan transaksi non tunai itu. Salah satunya di Bank Sampah Wirosaban Mandiri.

Pemerintah Kota Yogyakarta mengapresiasi digitalisasi transaksi di bank sampah yang merupakan program tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan (TSLP) dari Bank BPD DIY kepada Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta.

TSLP Bank BPD DIY itu berupa akun rekening Laku Pandai serta bantuan saldo masing-masing sebesar Rp 500 ribu dan sarana biopori kepada 70 bank sampah di Kota Yogyakarta.

“Selama ini bank sampah pengelolaannya dengan cara manual dengan cara cash (tunai). Sekarang dibantu oleh Pak Santoso (Bank BPD DIY)  dan ada agen Laku Pandai, ini adalah bentuk dari inovasi digitalisasi bank sampah,” kata Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo, saat penyerahan bantuan TSLP kepada Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta di Bank Sampah Wirosaban Mandiri, Rabu (20/9/2023)

Ia mengucapkan terima kasih kepada Bank BPD DIY yang telah memberikan bantuan TLSP tersebut. Dalam kesempatan itu juga dilakukan penandatanganan nota kesepakatan bersama antara Bank BPD DIY dengan Bank Sampah Wirosaban Mandiri sebagai agen Bank BPD DIY.


Selain transaksi menabung sampah, bank sampah sebagai agen Laku Pandai Bank BPD DIY juga bisa menerima pembayaran PBB dan retribusi. Ditambahkan, pemkot sudah menggencarkan pengelolaan sampah dengan gerakan zero sampah anorganik sejak awal Januari 2023.

Kemudian pengelolaan sampah organik dengan gerakan mengolah limbah dan sampah organik dengan biopori ala Jogja (Mbah Dirjo). Gerakan pengelolaan sampah dari hulu menjadi upaya untuk mengatasi operasional TPA Piyungan yang dibuka terbatas.

“Sampah harus dipilah dan diolah dari asal sampah. Itu menjadi semangat kita. Sampah organik dan anorganik, yang (sampah) residu dikirim ke depo. Jadi tidak ada alasan lagi, buang sampah sembarangan,” tegas Singgih.

Menurut Direktur Utama Bank BPD DIY, Santoso Rohmad, permasalahan sampah bisa membuat wisatawan tidak nyaman dan berakibat panjang pada ekonomi yang terganggu. Untuk itu, Bank BPD DIY juga mempunyai tanggung jawab sosial bersama-sama masyarakat menangani sampah.

Dikatakan salah satu model pengelolaan sampah dengan bank sampah bisa menghasilkan rupiah dan dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di masyarakat.

"Bank BPD DIY melalui CSR kita akan terus mendukung sebagai salah satu cara untuk melakukan edukasi mengenai perbankan digital. Bank sampah hasilkan rupiah dan harapan kami transaksinya juga nontunai,” ujarnya.

Adanya digitalisasi transaksi di bank sampah dinilai menjadi lebih cepat dan transparan. Menurut Sekretaris Bank Sampah Wirosaban Mandiri, Pujanti Ningrum, sebelum ada layanan digital, tabungan di bank sampah diserahkan secara tunai setelah satu tahun sesuai kesepakatan dengan para nasabah.

Ia menyebut, total ada 130 nasabah di Bank Sampah Wirosaban Mandiri. Dalam sebulan rata-rata bank sampah itu mengelola sampah berkisar 200-300 kilogram antara lain berupa kertas, plastik, logam dan kaca.

"Dengan adanya seperti ini sangat membantu kita untuk bisa melayani nasabah dalam bertransaksi lebih cepat. Sangat berguna dan membantu kita para pengurus bank sampah untuk berkegiatan dengan cepat dan tepat. Transparan juga karena nasabah langsung tahu apa yang dia setor,” ujar Pujanti.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler