Apakah Nabi Muhammad Jalankan Politik Dinasti? ini Jawaban Prof Muhammad Baharun

Buku Muhammad Sang Negarawan menggambarkan politik Rasulullah seperti apa.

Republika/Thoudy Badai
Suasana islamic book fair 2023.
Rep: Santi Sopia Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islamic Book Fair 2023 di Jakarta menjadi titik kebangkitan literasi Islam. Acara itu diramaikan 71 penerbit. Mereka hadir mempromosikan buku-buku keislaman dan berbagai keilmuan dalam ajang tersebut.

Baca Juga


Selain pameran buku, IBF juga diramaikan dengan bedah buku. Salah satunya tentang sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

Dalam sesi peluncuran buku karya Tohir Bawazir terbitan Pustaka Al-Kautsar itu, ahli sosiologi agama Prof Muhammad Baharun menejelaskan bahwa pada zaman Nabi Muhammad, tidak ada politik dinasti, atau istilah di mana satu keluarga atau suku tertentu memangku jabatan politik, kendati tidak kredibel. 

Sementara untuk nepotisme pada zaman Nabi, cenderung mengarah ke yang positif. Misalnya, ketika Nabi mengutus Ja’far bin Abi Thalib menjadi panglima perang Mut’ah melawan prajurit Romawi. Ja’far menjadi syahid dan korban pertama sebelum yang lain, dalam perang tersebut.

“Saat berhadapan dengan byzantium, nepotisme yang positif, jadi memilih saudara melindungi yang lain, bukan mengorbankan yang lain hanya untuk menyelamatkan kelompok politiknya,” lanjut Prof Baharun yang juga Guru Besar Sosiologi Agama di beberapa universitas.

Prof Baharun juga mengapresiasi hadirnya buku “Muhammad Sang Negarawan” karya Drs Tohir Bawazir. Menurutnya, keteladanan Rasulullah dalam berpolitik sangat lengkap, ada rambu-rambu bernegara dan berbangsa. 

Dia mencontohkan Piagam Madinah, yang mana konstitusi di dalamnya juga mengakomodasi kenginan masyarakat non muslim, baik itu yahudi, nasrani, penyembah berhala. Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan jangan menyembah kecuali kepada Allah SWT, jangan jadikan pemimpin seperti Tuhan. Ketika menghadapi byzantium, memerintahkan tidak membunuh wanita, anak-anak, orang tua, dan tidak mengganggu yang sedang di gereja. “Ada pula ‘buzzer’ di zaman Nabi yang mau melarikan diri tapi Nabi begitu tinggi nilai kenegarawanannya, unggul tiada bandingan,” kata dia menambahkan.

Sementara Drs Tohir Bawazir, mengatakan suasa politik di Tanah Air yang terkadang tidak mendukung para pemuka agama berbicara politik. Tetapi jika membaca buku hasil karya-nya, insyaAllah bisa tahu mana calon pemimpin yang layak kita pilih.

“Pilih mana yang ngerti halal dan haram, mana yang takut akhirat dan tidak, silakan nilai sendiri, saya tidak bisa menyebut si A atau si B,” ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler