Dua Strategi Bali Capai Net Zero Emission 2045, Kendaraan Listrik dan Transportasi Publik

Transportasi menjadi sektor penyumbang emisi tertinggi kedua.

www.pixabay.com
Bali targetkan capai Net Zero Emission 2045 dengan mendorong penggunaan mobil listrik dan transportasi publik.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Dinas Perhubungan (Dishub) Bali menggunakan dua strategi untuk mencapai net zero emission atau emisi nol bersih tahun 2045, yaitu mendorong penggunaan kendaraan listrik dan mempersiapkan transportasi publik. “Khusus dalam konteks perhubungan, transportasi saat ini menjadi sektor penyumbang emisi tertinggi nomor dua, satunya pembangkit energi. Dari sisi perhubungan strateginya pertama kita akan mendorong penggunaan moda transportasi ramah lingkungan melalui saat ini teknologi kendaraan listrik,” kata Kepala bidang Multi Moda Dishub Bali I Kadek Mudarta, Rabu (27/9/2023).

Baca Juga


Dalam kegiatan diseminasi hasil survei emisi gas rumah kaca dari pariwisata yang digagas komunitas KemBali Becik di Badung, Rabu, Dishub Bali mengatakan saat ini sudah banyak keuntungan jika masyarakat menggunakan kendaraan listrik. Salah satunya melalui kebijakan Kementerian Perindustrian RI mengenai subsidi sepeda motor listrik senilai Rp 7 juta per NIK, di mana insentif ini juga sudah berlaku di Bali.

Tak berhenti di sana, Pemprov Bali turut mendorong dengan biaya pajak kendaraan yang lebih murah dari sepeda motor konvensional, sehingga dua faktor ini dapat menjadi pertimbangan agar masyarakat segera beralih.

“Motor biasa pajaknya Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribu, kalau motor listrik sekitar Rp 20 ribu per bulan, di tambah apalagi ada subsidi saat pembelian sekarang, jadi dari sisi harga cukup kompetitif, pas operasionalnya dan dapat insentif,” ujar Mudarta.

Strategi kedua yang Dishub Bali ingin terapkan adalah pengembangan transportasi publik yang saat ini sedang berproses, yaitu mengarah ke penggunaan kereta listrik LRT atau MRT.

“Emisi itu banyak dihasilkan kendaraan bahan bakar fosil, dan akan lebih parah kalau jumlahnya besar dan kemacetan. Kalau kita lihat satu kendaraan dengan 1 liter BBM menempuh 50 km, tapi rasanya di perkotaan akan jauh lebih di bawah (karena macet), sehingga emisinya lebih besar, jadi mau tidak mau Bali mengarah ke transportasi publik,” jelasnya.

Di tambah, dari data yang dihimpun Dishub Bali pada tahun 2027 mendatang Pulau Dewata akan kedatangan 27 juta penumpang dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, sehingga sebelum kemacetan yang saat ini terjadi semakin parah maka harus segera terealisasi. Menurut Mudarta, nantinya kereta listrik yang akan dibangun di Bali akan mencakup jarak 20 km, dimulai dari bandara hingga ke Canggu targetnya.

Sementara itu, dari hasil survei KemBali Becik terhadap pariwisata, nyatanya wisatawan yang datang ke Bali turut membawa emisi. Mengacu data BPS 2022, terdapat 10,2 juta wisatawan yang datang ke Bali, dan dari perhitungan tim KemBali Becik wisatawan saat itu menghasilkan 3,5 juta ton CO2.

“Proyeksi total emisi Bali pada tahun 2022 sekitar 5,5 juta ton CO2, artinya emisi gas rumah kaca yang disumbangkan wisatawan adalah sebesar 64 persen dari total emisi Bali,” ungkap Project Lead KemBali Becik Michelle Winowatan.

Selain itu, komunitas yang berupaya membantu pemerintah dalam mewujudkan Bali emisi nol bersih ini turut membeberkan emisi yang diciptakan dari pariwisata seperti lewat konsumsi listrik di akomodasi, konsumsi bahan bakar transportasi, dan konsumsi listrik di restoran.

“Kami terus akan mendorong usaha-usaha pariwisata seperti hotel dan restoran untuk mengadopsi praktik berkelanjutan, seperti mengadopsi energi terbarukan dan kendaraan listrik juga mengedukasi publik termasuk wisatawan,” ujar Michelle.

Dalam kesempatan tersebut tak hanya Dishub Bali, Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali turut punya andil dalam mewujudkan emisi nol bersih, di mana Kepala bidang ESDM Disnaker ESDM Bali Ida Bagus Ari Chandana mengatakan pihaknya telah menyiapkan strategi seperti memulai penggunaan energi bersih di Nusa Penida. Ia menyadari, yang penting dimulai adalah mengurangi energi fosil dan mengganti dengan energi baru terbarukan.

“Potensi paling besar di Bali dari energi surya, ada juga energi bayu, air, biomassa. Dari beberapa energi paling banyak matahari, PLTS dipasang sampai saat ini sudah sebesar 19,1 mW terakhir di Nusa Penida 3,5 mW,” sebutnya.

Sementara Manajer Strategi Pemasaran PT PLN (Persero) UID Bali Oscar Praditya mengatakan pihaknya akan membantu dalam hal infrastruktur pendukung yaitu stasiun pengisian daya. Saat ini terdapat 57 stasiun pengisian di 27 lokasi kata dia, dan rencananya akan dilakukan penambahan 78 lagi. Untuk mendukung ini, mereka membuka kesempatan untuk bekerja sama seperti dengan investor swasta.

“Mari kita kolaborasi bersama memasang charging, kami PLN terbatas di lahan, jadi kami partisipasi membangun sehingga penambahan stasiun tidak hanya di lahan negara tapi swasta,” kata Oscar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler