22 Negara Larang Ekspor Bahan Pangan, Mana Saja?

Negara yang melarang ekspor bahan pangan bertambah dari 19 negara menjadi 22 negara

Antara/Ampelsa
Pekerja membongkar beras impor asal Thailand dari kapal kargo berbendera Vietnam di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (22/6/2023). Perum Bulog provinsi Aceh mendapatkan pasokan beras impor sejak Januari hingga 23 Juni 2023 dengan total sebanyak 36.841 ton yang dilakukan dalam tiga tahap sebagai cadangan beras pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga.
Rep: Dessy Suciati Saputri Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut jumlah negara yang melarang ekspor bahan pangan kini bertambah, dari sebelumnya 19 negara menjadi 22 negara. Larangan ekspor bahan pangan tersebut dilakukan karena semakin tingginya harga pangan yang diakibatkan perubahan iklim dan juga kondisi geopolitik dunia.

Hal ini disampaikan Jokowi dalam sambutannya di peresmian pembukaan Rapat Kerja Nasional IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tahun 2023 di JIExpo Kemayoran Jakarta, Jumat (29/9/2023).

“Yang sekarang terjadi menyebabkan pangan semakin naik harganya adalah 19 negara sekarang ini sudah tidak mengekspor pangan, bahkan tadi pagi saya baca lagi bukan 19 lagi tetapi 22 negara saat ini sudah tidak mau mengekspor bahan pangannya termasuk di dalamnya adalah beras,” ujar Jokowi.

Beberapa negara yang mulai melakukan larangan ekspor bahan pangan yakni di antaranya Uganda, Rusia, India, Bangladesh, Pakistan, dan juga Myanmar.

“Ada Uganda, Rusia, India, Bangladesh, Pakistan, dan Myanmar terakhir juga akan masuk lagi tidak mengekspor bahan pangannya. Betapa nanti kalau ini diterus-teruskan semua harga bahan pokok pangan semuanya akan naik,” ujarnya.

Jokowi menyampaikan, ancaman perubahan iklim semakin nyata dirasakan di berbagai negara. Seperti terjadinya kenaikan suhu bumi, kekeringan, dan kemarau panjang yang menyebabkan gagal tanam dan gagal panen. Di Indonesia sendiri terjadi super El-Nino di tujuh provinsi sehingga berpengaruh terhadap pasokan pangan nasional.

Selain dipengaruhi oleh ancaman perubahan iklim, pasokan pangan juga dipengaruhi oleh kondisi geopolitik dunia. Jokowi mengatakan, perang di Ukraina dan Rusia sempat menyebabkan pasokan gandum berkurang sehingga menyebabkan harganya melambung tinggi.

Indonesia pun juga masih melakukan impor gandum sebesar 11 juta ton dan hampir 30 persennya berasal dari Ukraina dan Rusia.

“Artinya total dari 2 negara itu yang tidak bisa keluar gandumnya 207 juta ton. Sehingga yang terjadi adalah di Afrika, di Asia, maupun di Eropa sendiri kekurangan pangan itu betul-betul nyata dan terjadi harga yang naik secara drastis,” ujar Jokowi.

Karena itu, Jokowi ingin masalah pangan ini menjadi perhatian utama pemimpin berikutnya. Sehingga Indonesia bisa memiliki swasembada pangan dan juga menjaga ketahanan pangannya.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler