Menlu: Kepemilikan Senjata Nuklir tidak Dapat Dibenarkan
Kepemilikan dan penggunaan senjata nuklir tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) Retno Marsudi mengatakan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW) menegaskan bahwa kepemilikan dan penggunaan senjata nuklir tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
"(Ini) termasuk meluruskan pandangan yang keliru seolah-olah memiliki senjata nuklir terkait dengan prestise negara," kata Menlu Retno dalam Rapat Kemlu RI dengan Komisi I DPR terkait ratifikasi konvensi pelarangan senjata nuklir, di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Menlu mengatakan bahwa sesuai amanat konstitusi, Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk aktif memperjuangkan dan menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Komitmen tersebut diwujudkan melalui peran aktif dalam penyusunan TPNW, yang telah diadopsi pada 7 Juli 2017 dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertujuan mengatur pelarangan senjata nuklir secara menyeluruh dengan tetap menjamin hak pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan damai.
TPNW tersebut diberlakukan pada 22 Januari 2021 dan sampai sekarang telah ditandatangani oleh 93 negara, dengan 69 di antaranya telah melakukan ratifikasi terhadap traktat tersebut, termasuk di antaranya enam negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yaitu Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina Thailand dan Vietnam.
Menlu menegaskan bahwa kepemilikan dan penggunaan senjata nuklir tidak memberikan dampak positif apapun bagi negara.
"Serangan nuklir oleh satu negara akan dibalas oleh serangan nuklir oleh negara lain dan akan menciptakan kehancuran total," katanya.
Oleh karena itu, kepemilikan dan penggunaan senjata nuklir tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Untuk itu, selain mendorong pelarangan senjata nuklir, TPNW juga untuk menutupi kelemahan traktat lain, yaitu Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT), di mana traktat tersebut membedakan kelompok negara yang boleh dan tidak boleh memiliki senjata nuklir, sementara TPNW memberikan hak dan kewajiban yang sama bagi seluruh pihak.
Di hadapan DPR, Menlu Retno menekankan pentingnya meratifikasi TPNW, mengingat tidak adanya keterlibatan negara-negara bersenjata nuklir di dalam traktat tersebut.
"Cita-cita untuk mencapai dunia yang bebas dari senjata nuklir akan semakin jauh dari kenyataan jika kita saling menunggu, menunggu nuclear weapon states menjadi pihak dari treaty ini," katanya.
Oleh karena itu, ia menilai bahwa negara-negara yang tidak bersenjata nuklir perlu berperan aktif untuk menjadi motor utama dalam penghapusan total senjata nuklir.
Pengesahan traktat tersebut juga, kata dia, akan menjadi perwujudan komitmen Indonesia untuk menciptakan norma anti senjata nuklir dan sebagai wujud nyata kontribusi Indonesia untuk menciptakan dunia yang lebih damai, stabil, bebas dari senjata nuklir.
Pengesahan TPNW, kata Menlu Retno lebih lanjut, juga akan melengkapi ratifikasi tiga instrumen multilateral lain yang telah diratifikasi Indonesia, yaitu Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT), Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (CTBT), dan Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ).