Iran Larang Mahasiswa Kedokteran Berambut Keriting Hingga Pasang Tato
Iran berlakukan sejumlah aturan ketat untuk mahasiswa kedokteran
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Kementerian Kesehatan Iran menerbitkan daftar instruksi baru untuk mahasiswa kedokteran, di mana mahasiswa laki-laki dan asisten dokter dilarang memiliki rambut keriting.
Pembatasan baru ini diumumkan setelah undang-undang disahkan oleh parlemen pada 20 September untuk menjatuhkan hukuman yang lebih keras pada wanita yang menentang jilbab dan kode berpakaian Islam yang wajib.
Pada Selasa (3/10/2023), Etemad Daily menerbitkan rincian instruksi kementerian kesehatan, yang mewajibkan sekolah kedokteran untuk menilai siswa berdasarkan kepatuhan mereka terhadap hukum jilbab Islam.
Sebagian besar pembatasan diumumkan menargetkan wanita. Namun, ternyata ada dua larangan secara eksplisit untuk pria yakni larangan memiliki rambut keriting dan larangan memakai gelang.
Harian melaporkan bahwa selain menutupi rambut, kewajiban lain diarahkan pada wanita, termasuk larangan memakai bulu mata palsu, memiliki ekstensi kuku, menyelipkan celana panjang ke dalam sepatu bot, dan mengenakan kaus kaki renda.
Mengenakan pakaian dengan gambar cetak wanita, kalimat cinta, sumpah serapah, gambar komik dan tidak berarti, simbol anti-agama, logo rap, dan band heavy metal, juga dilarang dalam arahan ini.
Termasuk melarang membuat tato di wajah (terutama bibir, alis, dan tato mata), pada bagian tubuh yang terlihat (seperti tangan, wajah) dan tindik pada bagian tubuh seperti cincin hidung.
Keputusan oleh pejabat Iran untuk menawarkan "kartu SIM khusus" kepada turis asing, memungkinkan mereka untuk memiliki internet tanpa batas saat mengunjungi negara itu, telah memicu kemarahan di antara orang Iran yang mengalami kesulitan dalam mengakses internet yang andal.
Pada hari Ahad, Ali Asghar Shalbafan, seorang deputi di Kementerian Pariwisata, mengatakan kepada kantor berita ISNA bahwa kartu SIM pariwisata tanpa batasan akan diberikan kepada wisatawan asing.
Keputusan itu dibuat di tengah pemutusan internet yang sedang berlangsung sejak protes anti kemapanan yang melanda negara itu September lalu setelah kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi.
Pada saat yang sama, platform media sosial dan aplikasi perpesanan seperti Instagram dan WhatsApp telah diblokir.
Langkah itu menerima reaksi yang merugikan dari publik dan politisi, dengan banyak yang melabelinya sebagai "hukum kapitulasi".
Pada Senin, harian Aftab mengkritik keputusan ini sebagai judul, "Kartu SIM pariwisata atau kapitulasi dengan kata-kata sederhana?"
Baca juga: 8 Fakta tentang Istana Supermegah Firaun yang Diabadikan Alquran
"Tidak benar untuk menawarkan kenyamanan ekstra kepada orang lain sementara orang Iran tidak memiliki akses internet dasar. Menawarkan penawaran khusus kepada wisatawan baik-baik saja, tetapi tidak dengan mengorbankan hak-hak warga negara Iran," tulis harian itu.
Anggota Parlemen Iran Moein-odin Saeedi juga mengecam keputusan pemerintah, menyebutnya kresipitulasi internet.
"Bagaimana mereka bisa menyediakan akses tidak terbatas ke media sosial untuk orang luar sementara jutaan orang Iran, yang mengandalkan platform ini untuk pendapatan, tidak dapat mengakses internet?" kantor berita ILNA.
Sumber: middleeasteye