Hadapi Dampak El Nino, Jokowi Minta Pastikan Ketersediaan Air

Puncak El Nino masih akan bertahan hingga akhir Oktober.

Republika/Wihdan Hidayat
Warga mengecek kondisi air dalam sumur di Pedukuhan Klegung, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta, Selasa (3/10/2023). Kemarau panjang pada tahun ini terasa bagi warga Klegung, sumur sumber air bersih turun drastis debitnya dan tidak bisa lagi dipompa keluar. Warga harus menunggu hingga airnya naik dan ditimba secara manual. Sumur bor yang ada di sini belum bisa dipergunakan karena masih dalam proses perbaikan. Kemarau di Gunungkidul membuat krisis air bersih yang berdampak pada 118 ribu jiwa di 16 kecamatan. BPBD Gunungkidul juga memperpanjang status siaga darurat kekeringan hingga 30 November 2023.
Rep: Dessy Suciati Saputri Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya agar memastikan ketersediaan air guna menghadapi dampak cuaca El-Nino. Hal ini disampaikan Jokowi dalam rapat terbatas soal mitigasi dampak fenomena cuaca El Nino di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Baca Juga


Dalam rapat tersebut, Jokowi juga membahas masalah kekeringan, ketersediaan air bersih, situasi pertanian, hingga antisipasi dan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ia mengingatkan jajarannya agar berhati-hati terhadap potensi terjadinya gagal panen.

"Intinya, arahan Bapak Presiden ada tiga hal, yaitu pertama pemetaan persoalan secara komprehensif, yang kedua fokus untuk strategi tersedianya air, dan yang ketiga daerah sentra produksi pangan agar dicek terus menerus untuk kecukupan air," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam keterangannya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan, BNPB telah melakukan teknologi modifikasi cuaca sebanyak 244 kali. Jumlah garam yang disebar mencapai 341.580 kilogram.

Selama dua bulan terakhir, BNPB melaksanakan TMC di sejumlah provinsi antara lain Riau, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jambi, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, dan Sumatra Selatan.

Sedangkan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa puncak El Nino masih akan bertahan hingga akhir Oktober. Kemudian pada November mulai terjadi transisi dari kemarau ke musim hujan.

Menurutnya, El Nino diprediksi moderat hingga akhir tahun, melemah di Februari-Maret, dan berakhir pada Maret.

"Namun, alhamdulillah karena adanya angin monsun dari arah Asia sudah masuk ini mulai November, jadi kita akan insyaallah mulai turun hujan di bulan November. Artinya pengaruh El Nino akan mulai tersapu oleh hujan sehingga diharapkan kemarau kering itu insya Allah berakhir secara bertahap, ada yang sebelum November tapi sebagian besar mulai November, ada yang lebih mundur lagi," jelasnya.

Di sektor pangan, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi menyampaikan bahwa komoditas pangan sementara ini masih cukup baik meskipun terjadi penurunan produksi, utamanya di sektor tanaman pangan yang terdampak El Nino. Untuk meningkatkan stok cadangan beras pemerintah (CBP), pemerintah melakukan impor agar harga di pasar tetap terkendali.

"Jadi untuk menekan harga di pasar, kita coba siasati dengan membanjiri produk. Mudah-mudahan ini cukup efektif kita lakukan, bersinergi dengan kementerian/lembaga lain utamanya Kemendag (Kementerian Perdagangan), juga dengan Bapanas (Badan Pangan Nasional)," ungkapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler