Dinkes Kota Bekasi Sebut Investigasi Bisa Berujung Penutupan Layanan RS Kartika Husada

Dinkes Kota Bekasi membentuk tim investigasi kasus meninggalnya anak usia 7 tahun.

Republika/Prayogi
Sejumlah kerabat berada di dekat jenazah Benediktus Alvaro Darren (7) saat disemayamkan di rumah duka RS St Elisabeth, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (3/10/2023). Benediktus Alvaro Darren merupakan anak berusia 7 tahun yang diduga menjadi korban malpraktik di RS Kartika Husada Jatiasih. Alvaro akan dimakamkan di TPU Padurenan Bekasi pada Rabu (4/10/2023).
Rep: Ali Yusuf  Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dinas Kesehatan Kota Bekasi akan menutup pelayanan kesehatan RS Kartika Husada jika nantinya tim investigasi memberikan hasil adanya temuan malpraktik. Tim investigasi melibatkan beberapa unsur di antaranya Ikatan Dokter Indonesi (IDI), Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tim spesialis ahli THT, konsultan anestesi. 

Baca Juga


"Kami telah memberikan laporan kepada Kementerian Kesehatan tentang adanya temuan tindakan operasi amandel yang berimbas pada matinya batang otak. Jika tim investigasi memberikan hasil dan adanya temuan kesalahan, maka kami akan rekomendasikan penutupan pelayanan," kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinkes Kota Bekasi, dr. Fikri Firdaus saat ditemui Republika di kantor Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Rabu (4/10/2023).

Fikri menyampaikan pembentukan tim investigasi ini berdasarkan Pasal 75  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47  tahun 2021 tentang Klasifikasi RS, Kewajiban RS, Akreditasi RS, Pembinaan, dan Pengawasan RS dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif.  Meski Dinkes Kota Bekasi diberikan kewenangan membentuk tim investigasi, mereka tidak bisa menjatuhkan sanksi, karen hal itu kewenangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan Pasal 65, PP Nomor 47 tahu 2021.

"Kita tidak bisa melakukan itu (sanki) yang berhak melakukan itu menurut Pasal 65, PP nomor 47 adalah Kemenkes" katanya. 

Fikri menuturkan, tim investigasi sudah resmi dibentuk pada 3 Oktober 2023.  IDI Kota Bekasi sudah mulai bekerja melakukan investigasi terhadap kematian pasien atas nama ADA.

"Dan hari ini secara klinis IDI melakukan investigasi atau kajian apa yang telah dilakukan dokter-dokter tersebut terkait operasi kepada pasien ananda Alvaro," katanya.

Dari hasil investigasi itu, tim akan melaporkannya kepada Dinkes Kota Bekasi. Jika ditemukan satu pelanggaran maka Dinkes Kota Bekasi akan merekomendasikan sanksi administratif, merekomendasikan pemberhentian sebagai layanan atau seluruh layanan.

"Jadi bukan menutup RS semuanya. Jika memang yang bersalah layanan THT, atau anestesi akan memberhentikan itu sesuai dengan rekomendasi yang diberikan kepada Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat," katanya.

Sebelumnya, ayah dari Benediktus Alvaro Darren, Albert Francis menjelaskan, anaknya ketika itu dalam kondisi kritis dan tidak sadarkan diri selama dua pekan sejak operasi amandel dilakukan pada Selasa (19/9/2023) lalu. Albert juga menyampaikan sebelum anaknya meninggal dunia, dokter telah menyampaikan, BAD mengalami infeksi di paru-paru sebelah kanan akibat pemakaian ventilator yang terlalu lama.

 

Kejadian bermula saat dua anak Albert, BAD dan J (9 tahun), menjalani operasi amandel di RS Kartika Husada. Dua bocah ini dirujuk dari puskesmas ke rumah sakit tersebut lantaran menderita sakit tenggorokan dan telinga. Keduanya juga harus menjalani operasi pengangkatan amandel.

Anak kedua Albert, BAD, yang terlebih dulu dioperasi pada 19 September 2023. Kabar dari dokter, lanjut Albert, operasi BAD berjalan lancar. Akan tetapi, anak bungsunya itu tiba-tiba kesulitan bernapas beberapa saat kemudian.

Dokter lantas melakukan resusitasi jantung dan memasangkan ventilator terhadap BAD. Menurut Albert, korban dibawa ke ruang ICU dengan kondisi tidak sadarkan diri. Sejak saat itu, BAD tak kunjung siuman hingga akhirnya dinyatakan meninggal.

"Pengamatan dokter syaraf berdasarkan GCS (glasgow coma scale), di situ dokter mengeluarkan diagnosa bahwa anak saya mati batang otak," ujar Albert.

 

Pada Selasa (3/10/2023), komisaris RS Kartika Husada Jatiasih dr Nidya Kartika Yolanda mengaku tidak mengetahui dan tidak memiliki wewenang menjawab pertanyaan terkait operasi amandel yang berhubungan dengan mati batang otak pasien BAD. "Bukan ranah kami menjawab penyebabnya, tapi dokter terkait. Sekarang dokter terkait sedang dipanggil Dinas Kesehatan," kata dr Nidya dalam konfrensi pers yang digelar pada Selasa (3/10/2023).

Nidya hanya mengatakan bahwa kematian batang otak itu terjadi karena beberapa faktor. Namun, Nidya tidak menjelaskan faktor apa saja operasi amandel itu menjadi penyebab batang mati otak.

Dalam kesempatan itu, dia hanya menjelaskan bahwa setiap tindakan medis memiliki risiko yang menyebabkan kematian. Nidya menegaskan, bahwa tim medis telah melaksanakan tindakan operasi sesuai prosedur.

"Kita sudah melaksanakan sesuai SOP-nya. Sebelum melakukan tindakan, sudah kami sampaikan setiap risiko yang timbul pascaoperasi," ungkapnya.

Nidya mengatakan, pada kasus BAD ini, sebenarnya masih sebatas dugaan bahwa, penyebab kematiannya karena mengalami mati batang otak. Menurutnya, dugaan mati batang otak itu bukan berdasarkan penyelidikan tim dokter.

"Jadi, mati batang otak ini baru dugaan," kata Nidya.

Nidya juga menyampaikan permohonan maaf dan turut berduka atas meninggalnya bocah BAD. "Dari hati yang paling dalam kami mohon dimaafkan segala kekecewaan, selama dilakukan pengobatan dan lainnya, Insha Allah sejak awal tindakan dan juga perawatan, pengobatan dari hari dan menit pertama tim medis sangat berupaya memberikan yang terbaik," katanya.

Ia juga menegaskan bahwa pihak RS dipastikan tidak menelantarkan pasien selama perawatan. Bahkan, setelah yang bersangkutan mengalami fase kritis, RS Kartika Husada sudah mengupayakan rujukan ke RS lain untuk mendapatkan penanganan optimal.

"Tim medis juga sempat berinisiatif untuk mendatangkan konsultan sebagai langkah lanjut penanganan," ujarnya 

Sejumlah kerabat berada di dekat jenazah Benediktus Alvaro Darren (7) saat disemayamkan di rumah duka RS St Elisabeth, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (3/10/2023). Benediktus Alvaro Darren merupakan anak berusia 7 tahun yang diduga menjadi korban malpraktik di RS Kartika Husada Jatiasih. Alvaro akan dimakamkan di TPU Padurenan Bekasi pada Rabu (4/10/2023). - (Republika/Prayogi)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta komite medik dan manajemen satu rumah sakit (RS) di Bekasi, Jawa Barat, yang diduga melakukan malapraktik mengkaji kesesuaian tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan standar operasional prosedur yang berlaku.

"Komite medik dan manajemen RS harusnya melakukan kajian," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dimintai keterangan di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pengelola rumah sakit juga mesti menyampaikan kajian mengenai tindakan yang telah dijalankan dan standar operasional prosedur yang berlaku kepada keluarga pasien yang diduga menjadi korban malapraktik. Nadia menyampaikan bahwa saat ini Kemenkes belum mendapatkan informasi terperinci mengenai dugaan malapraktik yang menyebabkan kematian seorang anak di satu rumah sakit di Bekasi.

Diketahui, keluarga pasien BAD sudah melaporkan pejabat rumah sakit serta dokter yang menangani anak mereka ke Polda Metro Jaya pada 29 September 2023. Keluarga pasien melapor ke polisi karena anak mereka didiagnosis mati batang otak dan kemudian meninggal setelah menjalani operasi amandel di rumah sakit tersebut.

"Anak ini ada yang mengalami yang kami duga gagal penindakan yang bisa kita anggap itu malapraktik ataupun kelalaian ataupun kealpaan," kata pengacara keluarga, Cahaya Christmanto Anak Ampun.

Lima makanan yang mampu menambah berat badan anak. - (Republika.co.id)

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler