FDTJ Kritik Nasdem yang tak Bisa Bedakan LRT Jakarta dan Jabodebek 

Anggota Fraksi Nasdem DPRD DKI, Jupiter tak bisa bedakan LRT Jakarta dan Jabodebek.

Antara/Aprillio Akbar
Kereta LRT Jakarta rute Velodrome-Pegangsaan Dua melintas di Stasiun LRT Velodrome, Jakarta, Sabtu (28/8/2021).
Rep: Eva Rianti Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ) Adrianus Satrio Adi Nugroho mengkritik Partai Nasdem karena tak memahami perbedaan LRT Jakarta dan LRT Jabodebek. Hal itu diungkapkan menanggapi draf pandangan fraksi yang disampaikan Partai Nasdem dalam rapat pembahasan Raperda APBD 2024 pada Senin (9/10/2023). 


"Kemarin miris liat pandangan umum salah satu Fraksi DPRD DKI. Dalam hal belanja daerah yang digunakan untuk anggaran prioritas yaitu dalam penanganan kemacetan. Bilang tarif LRT yang sekarang Rp 5.000 jadi Rp 20 ribu. Miris sih selevel fraksi DPRD gak paham LRT Jakarta dan LRT Jabodebek staf ahlinya ngelindur?" bunyi cicitan Adrianus di (sebelumnya Twitter), saat dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta, Selasa (10/10/2023).

Dalam cicitan selanjutnya, Adrianus menilai, tarif LRT Jakarta tetap di angka Rp 5.000 jarak jauh maupun dekat. Subsidi untuk LRT Jakarta didapat melalui APBD DKI Jakarta. 

"LRT Jakarta tarifnya 5.000 flat dan ketika Anda-Anda jadi anggota dewan di DKI mustinya paham mana LRT Jakarta (pakai APBD DKI) dan LRT Jabodebek (pakai subsidi pusat)," kata Adrianus. 

Sebelumnya diketahui, sembilan fraksi di DPRD DKI Jakarta menyampaikan pandangannya mengenai Raperda APBD 2024 dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (9/10/2023). Dalam kesempatan itu, Partai Nasdem menyampaikan beberapa pandangan, diantaranya tentang penanganan kemacetan dan menyinggung soal tarif LRT. 

"Dalam hal belanja daerah yang digunakan untuk anggaran prioritas yaitu penanganan kemacetan. Fraksi Nasdem memandang perlunya evaluasi dari harga tarif LRT yang saat ini adalah Rp 5.000 pada satu km pertama, dan akan lanjut penambahan tarif sebesar Rp 700 per km dan dengan angka tarif maksimum sebesar Rp 20 ribu," kata anggota Fraksi Nasdem DPRD DKI, Jupiter. 

Menurut Jupiter, hal itu berdampak pada masyarakat yang akan beralih menggunakan kendaraan pribadi kembali. Lebih parahnya akan terjadi penumpukan pada satu moda transportasi umum yang akan menimbulkan penumpukan penumpang. 

Selain itu, Jupiter melanjutkan, transportasi umum di DKI Jakarta belum menunjukkan adanya integrasi antara moda transportasi yang satu dengan yang lain. Dia menyebut, tidak adanya pemahaman pengintegrasian moda transportasi antara PT LRT dan PT Transjakarta, ditunjukkan masih ditemukannya kendaraan transportasi PT Transjakarta yang tidak menjamah rute yang lebih luas dan terhubung dengan stasiun LRT dan halte transjakarta, serta Mikrotrans. 

Dia juga menyebut banyak masyarakat warga DKI Jakarta yang mengeluh dikarenakan masih banyak keberangkatan armada yang tidak bisa dipastikan lagi ketepatan waktunya. Sehingga masyarakat masih banyak yang harus menunggu lama untuk kedatangan armada. 

"Fraksi Nasdem mendorong agar Pemda DKI Jakarta serius dalam mewujudkan sistem transit oriented development (TOD) sehingga tidak lagi ada penumpukan penumpang di salah satu moda transportasi publik saja sehingga masyarakat akan lebih merasa aman dan mau beralih menggunakan transportasi publik hingga pemerintah dapat mewujudkan target untuk mengurangi angka kemacetan di DKI Jakarta," katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler